Mengulang Romantisme ‘Burung Besi’ Seulawah RI

Pesawat Seulawah RI mengepakkan sayapnya merebut kembali kemerdekaan dari tangan penjajah

Penulis: Nurul Hayati | Editor: Muhammad Hadi
SERAMBINEWS.COM/M ANSHAR
Pekerja dari Garuda Maintenance Facilities GMF AeroAsia memperbaiki replika pesawat Dacota DC-3 Seulawah RI-001 di Lapangan Blangpadang, Banda Aceh, Senin (2/4/2018). 

SERAMBINEWS.COM - Sebagai daerah modal, Aceh memainkan peran penting dalam merebut tanah air dari tangan penjajah. 

Tak hanya menyumbang putra putri terbaiknya menjadi pejuang, warga Tanah Rencong juga menyumbangkan harta benda yang dimiliki.

Pesawat Dakota RI-001 Seulawah adalah salah satu bukti kecintaan Aceh kepada ibu pertiwi.

Pesawat yang menjadi cikal bakal Indonesian Airways yang kemudian berganti nama menjadi Garuda Indonesia tersebut, telah menghubungkan gugusan kepulauan terbesar dunia bernama nusantara.

Baca: VIDEO - Pegang 8 Surat Obligasi, 3 Diantaranya Berjenis Pinjaman Negara

Baca: Jarang Diketahui, Ini Foto-Foto Kabin Monumen Pesawat Seulawah RI-001 di Blangpadang Banda Aceh

Monumen Pesawat Seulawah RI-001
Monumen Pesawat Seulawah RI-001 (SERAMBINEWS.COM/M ANSHAR)

Jejak patriotisme itu masih tersisa hingga kini. Jika anda berkunjung ke Banda Aceh, singgahlah ke Lapangan Blang Padang. 

Tempat monumen pesawat Seulawah diabadikan. Beralamat di Kecamatan Baiturrahman, diapit oleh Masjid Raya Baiturrahman dan Museum Tsunami. 

Seulawah atau gunung emas merujuk pada nama gunung api di Kabupaten Aceh Besar.

‘Burung besi’ sumbangan masyarakat Aceh itu memiliki panjang badan 19,66 meter dan rentang sayap 28,96 meter.

Baca: Warga Julok Aceh Timur Simpan Delapan Surat Obligasi Wasiat Kakek dan Ayahnya

Monumen RI-001 Seulawah kini menjadi salah satu situs wisata sejarah di Banda Aceh.

Bukti cinta rakyat Aceh kepada Ibu Pertiwi yang tetap kokoh berdiri walau sempat diterjang tsunami. Serambinews.com melakukan napak tilas jejak romantisme Seulawah RI, beberapa waktu lalu.

Di bawah sayap pesawat terdapat monumen yang berbunyi:

“Berkat Rahmat Allah. Monumen Pesawat RI-001 ‘Seulawah’ ini dibangun sebagai tanda penghargaan yang tulus ikhlas dari Tentara Nasional Angkatan Udara kepada rakyat Aceh dalam rangka menegakkan dan mempertahankan kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 pada 1948 - 1950.

Banda Aceh, 29 Juli 1984

Kepala Staf TNI AU                            Gubernur/ Kepala Daerah Istimewa Aceh,

Sukardi                                                 H. Hadi Thajeb

Marsekal TNI

Baca: Kembali Bertambah, Warga Aceh Barat Perlihatkan Surat Obligasi Pesawat

Monumen Pesawat Seulawah RI-001
Monumen Pesawat Seulawah RI-001 (SERAMBINEWS.COM/M ANSHAR)

Riwayat Pesawat Seulawah

Pesawat ini dibeli dari hasil sumbangan rakyat Aceh atas permintaan Soekarno yang datang khusus ke Aceh, medio Juni 1948.

Dalam pertemuannya dengan Gubernur Militer, Abu Daud Beureueh di Hotel Aceh, samping Masjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh, Presiden RI pertama itu menangis, mengiba agar rakyat Aceh membantu dana pembelian pesawat.

Sang proklamator ulung itu telah menggerakkan Gabungan Saudagar Indonesia Daerah Aceh (GASIDA).

Ketua GASIDA, Muhammad Djuned Yusus yang hadir dalam forum langsung menyanggupi permintaannya.

Baca: Haji Uma Surati Dua Menteri Soal Obligasi Pesawat Seulawah-RI

Bersama Said Muhammad Daud Alhabsyi, ia memimpin Dakota Found, panitia penggalangan dana.

Para saudagar menyumbangkan uang dan emas. Sementara rakyat biasa ikut mengumpulkan hasil pertanian dan peternakannya untuk disumbang ke panitia.

Alhasil dalam dua hari terkumpul dana setara 20 kilogram emas atau 130 ribu dolar Singapura.

Versi lain menyebutkan, saat itu Daud Beureueh yang iba dengan Soekarno langsung memerintahkan langsung Abu Mansor, sekretarisnya untuk mengumpulkan sumbangan.

Baca: Ahli Waris Pemegang Surat Obligasi Mengaku Dulu Pernah Dibentuk Tim Untuk Ditelusuri ke Jakarta

Monumen Pesawat Seulawah RI-001
Monumen Pesawat Seulawah RI-001 (SERAMBINEWS.COM/M ANSHAR)

Menurut Pemerhati Sejarah Aceh, Abdurrahman Kaoy, saat itu Abu Mansor datang ke Pasar Atjeh memungut sumbangan dari warga yang berada di pasar tradisional samping Masjid Baiturrahman itu.

“Saudara Presiden! Kami rakyat Aceh dengan segala senang hati dapat memenuhi permintaan Presiden asal saja perang yang akan kami kobarkan itu berupa perang sabil atau perang fisabilillah, perang untuk menegakkan agama Allah sehingga kalau ada di antara kami yang terbunuh dalam perang itu maka berarti mati syahid,” jawab Daud Beureueh menanggapi permintaan Soekarno yang memanggil dirinya dengan sebutan kakak.

Dengan pesawat ini blokade Belanda bisa diterobos dan hubungan antara pemerintah pusat di Yogyakarta dengan daerah-daerah lain di Sumatra khususnya Aceh dapat diwujudkan. 

Hal ini memperlancarkan roda pemerintahan kala itu. Namun agresi militer Belanda II pada 1948 memaksa pesawat ‘Seulawah’ berpangkalan dan beroperasi di Rangoon, Birma.

Baca: Saudagar Aceh Singkil Juga Punya Obligasi, Ini Jumlah Pernyataan Utang Pemerintah

Pun begitu sumbangsih pesawat pertama dan satu-satunya di Tanah Ibu Pertiwi saat itu tak dapat dinafikan. 

Penerobosan blokade Belanda pada malam hari dengan mengangkat senjata dan mesiu ke pangkalan Lhoknga, Kabupaten Aceh Besar. 

Mendirikan Indonesian Airways dalam rangka membantu pengadaan senjata dan mesiu pengadaan pesawat C-47 Dakota RI-007 dan RI-009. 

Membantu membiayai perwakilan-perwakilan RI dan pendidikan calon penerbang serta teknisi AURI ke luar negeri. 

Baca: Saat Pemegang Obligasi Pesawat Tagih Utang ke Bank Indonesia, Malah Dibilang ‘Terlambat Datang’

Baca: VIDEO - Pesawat Dakota DC-3 Seulawah RI 001 di Blangpadang Dibugarkan

Monumen Pesawat Seulawah RI-001
Monumen Pesawat Seulawah RI-001 (SERAMBINEWS.COM/M ANSHAR)

Melalui pemancar radio Indonesia Airways berita-berita perjuangan di tanah air diteruskan ke beberapa perwakilan RI di luar negeri serta PBB.

Pesawat Seulawah RI mengepakkan sayapnya merebut kembali kemerdekaan dari tangan penjajah. 

Simbol perjuangan dan pengorbanan. Dari Aceh untuk Indonesia.

Meski pun hubungan Aceh-Jakarta tidak selalu manis, tapi menyimpan romantisme masa lalu untuk dikenang. (nurul hayati)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved