Kapal Buruan Interpol Ditangkap di Perairan Laut Aceh, Menteri Susi Ungkap Modus Baru Pencurian Ikan

Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menduga kuat kapal itu tidak melakukan pencurian ikan sendiri di wilayah perairan Indonesia.

Editor: Faisal Zamzami
Tribunnews.com dan Twitter
Susi Pudjiastuti 

SERAMBINEWS.COM, JAKARTA — Penangkapan kapal buronan Interpol, STS-50, di perairan tenggara Pulau Weh, Provinsi Aceh, Jumat (6/4/2018) lalu, sekaligus mengungkap modus baru praktik pencurian ikan di Indonesia.

Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menduga kuat kapal itu tidak melakukan pencurian ikan sendiri di wilayah perairan Indonesia.

Kapal itu hanya menunggu di luar garis ZEE Indonesia, kemudian menerima kiriman ikan dari kapal-kapal Indonesia (transhipment).

"Karena kapal asing sudah tidak diperbolehkan lagi menangkap ikan di Indonesia, jadi mereka mengganti modusnya. Kapal Indonesia yang menangkap ikan, lalu mereka ini mengorganisasi penjemputan di tengah laut. Jelas pelanggaran karena artinya ini ekspor ilegal," ujar Susi dalam konferensi pers di Jakarta, Sabtu (7/4/2018).

Baca: Jaket Denim Dipakai Jokowi Mendadak Viral, Segini Harga Produk Buatan Anak Bangsa

Baca: Data Facebook Pernah Digunakan untuk Menangkan Capres, Begini Cara Kerja Cambridge Analytica

Kapal berbendera Togo, Afrika, yang telah menjadi buronan Interpol akhirnya ditangkap di Aceh. Dari 30 orang anak buah kapal (ABK) atau kru kapal itu, 2 orang merupakan warga negara Australia, 8 Rusia, dan 20 warga Indonesia. Foto diambil Sabtu (07/04/18).(RAJAUMAR/KOMPAS.COM)
Kapal berbendera Togo, Afrika, yang telah menjadi buronan Interpol akhirnya ditangkap di Aceh. Dari 30 orang anak buah kapal (ABK) atau kru kapal itu, 2 orang merupakan warga negara Australia, 8 Rusia, dan 20 warga Indonesia. Foto diambil Sabtu (07/04/18).(RAJAUMAR/KOMPAS.COM) 

Pada Maret 2018 lalu, Susi mendapatkan kabar bahwa ada praktik transhipment alias ekspor ilegal di beberapa perairan di Indonesia.

Salah satunya di perairan Sulawesi Utara dan perairan Natuna.

Namun, informasi itu muncul usai praktik transhipment dilaksanakan sehingga tidak dapat langsung ditindak. Susi menduga kuat STS-50 terlibat dalam praktik tersebut.

"Karena kalau dilihat dari informasi ukuran kapalnya, sama. Saya yakin ada kaitannya. Tidak mungkin tidak," lanjut Susi.

Baca: Investor Dubai Sosialisasikan Rencana Eksplorasi Minyak dan Gas di Aceh

Baca: Setelah Olahraga Badan Masih Tidak Bugar, Mungkin Kamu Lakukan Kesalahan Ini

Susi mendapatkan laporan intelijen bahwa akan ada praktik transhipment oleh sebuah kapal berbendera Kamboja di salah satu wilayah perairan Indonesia pada pertengahan April 2018 ini.

Susi juga yakin bahwa kapal berbendera Kamboja yang dimaksud adalah STS-50.

"Karena kapal ini tidak punya kewarganegaraan. Dia menggunakan banyak bendera. Kamboja salah satunya," ujar Susi.

Saat ini, 40 awak kapal sudah diamankan.

Sebanyak 20 orang di antaranya warga negara Indonesia. Sementara sisanya adalah warga negara Rusia dan negara di sekitarnya.

Baca: UNBK Hari Pertama di Pidie Berjalan Lancar, Ini Jumlah Pesertanya

Baca: Bupati dan Wakil Bupati Aceh Barat Tinjau Pelaksanaan UNBK di SMA Wira Bangsa

 Kebanyakan, WNI yang menjadi anak buah kapal tidak memegang paspor dan mengaku belum dibayar selama berbulan-bulan.

Tim gabungan yang terdiri dari TNI AL, KKP, dan penyidik Polri di bawah koordinasi Satgas 115 sedang melaksanakan penyidikan terhadap mereka untuk mengonstruksi tindak pidana yang mereka lakukan.

"Saya yakin mereka ini terorganisasi, ada kesatuannya. Nanti akan kita bongkar," ujar Susi.

Baca: Olahraga Sebelum Sarapan, Bolehkah? Simak Penjelasannya

Baca: Bareskrim Akan Panggil Facebook Terkait Bocornya Data Pengguna, Ada Hubungannya dengan Kuis?

Diberitakan, personel TNI Angkatan Laut menangkap kapal STS-50 di perairan sebelah tenggara Pulau Weh, Provinsi Aceh, Jumat lalu.

Kapal tersebut adalah buronan Interpol.

Penangkapan itu berawal dari permintaan resmi Interpol melalui NCB kepada Pemerintah Indonesia untuk memeriksa Kapal STS-50 yang bergerak menuju perairan Indonesia.

Permintaan resmi Interpol tersebut disampaikan pada Kamis, (5/7/2018).

"Berdasarkan informasi dari Interpol, kapal ini buronan mereka dan terdaftar juga sebagai kapal ilegal unreported and unregulated fishing dalam RFMO Convention for the Conservation of Antarctic Marine Living Resources," ujar Susi sebagaimana dikutip dari siaran pers resmi KKP.

Baca: Tak Ada Komputer dan Layanan Internet, Siswa SMA Ikut UNBK di Kota Sinabang

Baca: Awas! Nasi Putih Lebih Berisiko Tingkatkan Diabetes daripada Minuman Manis

 Menindaklanjuti laporan Interpol, kapal milik TNI AL, Semeulue, melaksanakan operasi "henrikhan" alias "hentikan, periksa, dan tahan" kapal tersebut, Jumat keesokan harinya sekitar pukul 17.30 WIB.

Saat ditangkap, kapal buronan itu berada di sekitar 60 mil dari sisi tenggara Pulau Weh.

Tidak hanya mengamankan 40 awak kapal, tim juga menemukan 600 buah alat tangkap gillnet siap pakai.

Masing-masing gillnet memiliki panjang sekitar 50 meter.

Artinya, jika seluruh gillnet digunakan, panjangnya mencapai 30 kilometer.

Karena kapal tersebut berstatus stateless vessel alias tidak memiliki kewarganegaraan, sebagaimana diatur dalam Pasal 92 UNCLOS, kapal tersebut akan dirampas negara (Indonesia) dan dapat digunakan demi kepentingan publik atau ditenggelamkan.(*)

Baca: Putra Aceh Tengah Raih Prestasi Internasional Bidang Syarhil Quran di Kairo, Ini Komentar Jubir PA

Baca: Wakil Bupati Aceh Singkil: PNS yang Menghujat Pemerintah Akan Diberi Sanksi

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kapal Buruan Interpol Ditangkap, Menteri Susi Ungkap Modus Baru Pencurian Ikan di Indonesia"

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved