Sejarah Bakal Terulang di Suriah, Rusia Ingatkan Dosa Amerika di Yugoslavia, Irak, dan Libya

Vladimir Putin Ingatkan Dosa Amerika di Yugoslavia, Irak, dan Libya, Sejarah Bakal Terulang di Suriah

Editor: Faisal Zamzami
montase berbagai sumber
Tentara Amerika Serikat di Irak. 

SERAMBINEWS.COM - Presiden Rusia, Vladimir Putin, mengingatkan dunia, tindakan Amerika ke Suriah hanya akan membuat masalah kian pelik.

Putin menyebut, sejarah mencatat, intervensi Amerika ke Suriah akan menimbulkan pertumpahan darah di sebuah negara, seperti yang sudah-sudah.

"Sejarah akan mengungkap, dan Washington bertanggungjawab atas petumpahan darah di Yugoslavia, Irak dan Libya,” kata Putin, yang disampaikan oleh situs resmi RT, televisi Rusia, Minggu (15/4/2018).

Komentar Putin ini diucapkan setelah Amerika meluncurkan serangan rudal ke Suriah.

Bersama Inggris dan Perancis, Amerika melepas rudal ke tiga target berbeda di Suriah.

Baca: Angel Lelga Hapus Semua Foto Vicky Prasetyo dari Instagram, Warganet: Kontrak Nikah Sudah Habis?

Baca: Selain Sebagai Obat Kuat, Ternyata Viagra Berpotensi Sebagai Pencegah Kanker

Pentagon mengklaim serangan ini dilakukan karena menuding pemerintah Suriah menggunakan senjata kimia di Douma, untuk membunuh rakyat tak berdosa.

Meski demikian, kalangan militer Rusia mengkritik, serangan Amerika dilakukan sebelum ada fakta bahwa memang ditemukan penggunaan senjata kimia di Douma.

"Tim pencari fakta senjata kimia telah dilecehkan, sebuah kelompok negara barat mengambil aksi militer tanpa menunggu hasil investigasi,” ujar Putin.

Baca: Pria Berdarah Terkapar di Jalan, Wanita: Kok Ada di Sini, Tadi Pagi Sudah Diserahkan ke Polisi

Baca: Diminta Bandingkan Jokowi dan Umar Bin Khattab, Mahfud MD Beri Jawaban Tak Terduga

Sejumlah lembaga promilisi, termasuk kelompok kontroversial White Helmets, mengklaim senjata kimia yang ditemukan berasal dari pasukan pemerintah.

Senjata kimia ini mereka sebut melukai dan membunuh sejumlah warga sipil.

Sementara, pihak militer Rusia tidak menemukan adanya tanda penggunaan senjata kimia.

Mereka juga tidak menemukan korban senjata kimia yang bisa dimintai keterangan.

Yang menarik, tak semua pejabat di legislatif Amerika Serikat setuju dengan kebijakan Donald Trump menyerang Suriah.

Baca: Acara Perpisahan Murid SD Bireuen di Waterboom Kuta Malaka Tragis, Satu Orang Benar-benar Berpisah

Baca: Bus Rombongan Jamaah Zikir Aceh Tamiang Tabrakan di Aceh Besar, Ini Identitas Korban Meninggal

Senator Oregon, Jeff Merkley, bahkan sependapat dengan Putin, bahwa Amerika harusnya mengingat apa yang terjadi dengan peristiwa di Irak dan Afghanistan.

"Kita telah belajar dari Afghanistan dan Irak, bahaya meluncurkan aksi militer tanpa tujuan dan strategi yang jelas,"

"Jika Presiden ingin berperang, maka rakyat Amerika dan Kongres harus dilibatkan dalam pengambilan keputusan," kicau Jeff Merkley di akun Twitter-nya.

Baca: Meresahkan, Kamera Pengintai Berbentuk Gantungan Baju Dijual di Toko Online

Baca: 6 Pelajar Langsa Berjuang Untuk Hidup Saat Sampan Terbalik di Hempas Ombak Air Pasang, 3 Meninggal

PBB Melawan Rusia

Dewan Keamanan Persatuan Bangsa-bangsa (PBB) menolak resolusi Rusia pada Sabtu lalu, yang menyerukan hukuman terhadap serangan militer yang diluncurkan Amerika Serikat (AS), Inggris dan Perancis ke Suriah.

Serangan itu disebut sebagai tanggapan atas serangan senjata kimia yang diduga dilakukan pada awal bulan ini.

Dikutip dari laman The Times of Israel, Minggu (15/4/2018), Moskow gagal memenangkan dukungan terkait seruannya mengecam 'agresi' terhadap negara yang dilanda perang setelah operasi gabungan AS, Inggris dan Perancis.

Langkah Rusia itu yakni mengutuk 'agresi' melawan Suriah dan menuntut agar ketiga negara sekutu tersebut menahan diri dari serangan lebih lanjut.

Baca: 9 Fakta Mohamed Salah, Rajin Baca Al-Qur’an dan Beri Nama Anaknya Tanah Suci Umat Muslim

Baca: Destinasi Wisata Halal Dunia Terpopuler 2018, Indonesia Raih Peringkat Kedua

Dalam pertemuan dengan Dewan Keamanan PBB itu, hanya 3 negara yakni Rusia, Cina, dan Bolivia yang mendukung resolusi pada akhir pertemuan darurat yang dihadiri 15 anggota dewan yang dipanggil Rusia pada Sabtu lalu.

Delapan negara memilih untuk menentang resolusi tersebut, mereka adalah AS, Inggris, Perancis bersama dengan Swedia, Belanda, Polandia, Kuwait, dan Pantai Gading.

Sementara Peru, Kazakhstan, Ethipia, dan Equatorial Guinea tidak memilih.

Resolusi tersebut membutuhkan setidaknya sembilan suara 'ya' untuk bisa disetujui Dewan Keamanan PBB.

Voting tersebut mencerminkan adanya perpecahan dalam lembaga paling kuat PBB, yang dianggap tidak mampu menangani konflik Suriah selama tujuh tahun dan penggunaan senjata kimia di negara itu. (*)

Baca: Menurut Sains, Puasa Menggunakan Facebook Turunkan Tingkat Stres, Tapi Bisa Sebabkan Ini

Baca: Laksanakan Ibadah Umrah, Nikita Willy Alami Kejadian Unik dan Langka Saat Thawaf

Sumber: Tribun Solo
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved