Citizen Reporter

India tak Seindah dalam Nyanyian

LAWATAN luar negeri saya kali ini bersama rombongan Sanggar Seni Mirah Delima (SMD) Universitas Almuslim (Umuslim)

Editor: bakri
zoom-inlihat foto India tak Seindah dalam Nyanyian
CHAIRUL BARIAH

OLEH CHAIRUL BARIAH, Kepala Biro Umum Universitas Almuslim Peusangan, Bireuen, melaporkan dari India.

LAWATAN luar negeri saya kali ini bersama rombongan Sanggar Seni Mirah Delima (SMD) Universitas Almuslim (Umuslim) Kabupaten Bireuen, sungguh sangat berbeda dengan beberapa perjalanan saya menemani tim sanggar seni ke berbagai negara yang pernah dilakukan Umuslim.

Kunjungan kali ini memenuhi undangan salah satu universitas di negara Mahatma Gandhi, yaitu The Aligarh Muslim University, India, dalam rangka Harmony in Cultural Diversity Program Kebudayaan Indonesia Cultural 2018, bekerja sama dengan Cultural Education Center (CEC) yang berlangsung 24-25 Maret 2018 di Kennedy Auditorium.

Dalam perjalanan kami ke negeri Bollywood ini banyak hal aneh yang kami rasakan yang jauh berbeda dengan beberapa negara yang pernah kami kunjungi. Dari beberapa negara lain yang pernah kami kunjungi, biasanya kami melihat berbagai kemajuan, tetapi di India justru saya melihat berbagai ketertinggalan dan kekurangan dari negara lain di dunia, seperti insfrastruktur dan fasilitas umum, bahkan penggunaan transportasi juga masih jauh tertinggal dibanding beberapa negara lain, bahkan dengan Indonesia.

Tetapi walaupun mendapati berbagai kekurangan dari segi fasilitas kehadiran Umuslim ke negeri Hemamalini ini sungguh merupakan suatu kehormatan dan kebanggaan, karena hadirnya rombongan Umuslim dari Aceh mewakili Indonesia di pentas dunia untuk membawa nama bangsa.

“Ini suatu kehormatan bagi Universitas Almuslim, karena dengan aktivitas seni mahasiswa melalui kendaraan Sanggar Delima bisa mewakili Indonesia untuk tampil di India dalam rangka pengenalan kultur budaya Indonesia, khususnya budaya Aceh,” pesan Rektor Umuslim, Dr Amiruddin Idris saat pelepasan delegasi dari Peusangan, Bireuen.

Harapannya kehadiran Umuslim memeriahkan Wonderfull Indonesia di India ini mampu membangun silaturahmi dengan masyarakat India sekaligus sebagai ajang untuk memperkenalkan budaya Indonesia di tingkat internasional.

Rombongan Sanggar Merah Delima Umuslim yang berjumlah 19 orang, saat pertama menginjakkan kaki di India, mulai terasa aneh, di mana suasana ibu kota macet dan tatanan parkir yang sangat semrawut. Sungguh, pandangan pertama tersebut ternyata tak seindah seperti dalam film Kuch Kuch Hota Hai.

Kami bersama seluruh anggota Sanggar Mirah Delima (SMD) sampai di Indira Ghandi Airport Internasional New Delhi pukul 22.30 pukul waktu India, atau pukul 01.30 waktu Indonesia, setelah mengisi biodata visa kedatangan,kami disambut oleh staf KBRI Pak Riski dan Pak Dedi Penasihat PPI di Aligarh Muslim University (AMU).

Setelah itu dengan menggunakan bus pariwisata, kami dijemput menuju ke Aligarh Muslim University. Untuk perjalanan ke sini panitia telah menyediakan bus parawisata. Pada saat menaiki bus jemputan tersebut, perasaan saya mulai aneh. Bagaimana tidak, sudah bertahun-tahun saya menumpang bus di Aceh belum pernah saya melihat bus yang kondisinya super tidak layak seperti yang saya saksikan di India ini.

Dengan kondisi bus kalau kita lihat secara kasatmata sungguh tidak layak. Saya berpikir, kalau seperti ini busnya, di Aceh pasti tidak ada yang mau naik, karena busnya sudah sangat tua dan kondisi bodinya juga sudah agak miring. Namun, menurut panitia, bus parawisata tersebut sudah yang terbaik di India.

Karena membayangkan perjalanan ini ke Aligarh hanya membutuhkan waktu cuma satu jam, maka kami kikis habis kekhawatiran untuk menumpang bus tersebut.

Teryata prediksi saya salah. Perjalanan kami dengan menumpang bus tersebut membutuhkan waktu lebih dari empat jam, sehingga dengan kondisi itu tentunya perjalanan kami sangat melelahkan, bahkan rombongan sempat kelaparan. Dengan kondisi tersebut panitia berinisiatif berhenti di break point, semacam rest area yang sangat berbeda jauh dari negara lain di dunia yang sangat mengutamakan kenyamanan di tempat umum.

Sedangkat di India sepanjang yang kami lalui, kamar mandi (toilet)-nya superjorok, juga tempat tempat shalat hanya disediakan di halaman lepas dekat taman tanpa ada pembatas.

Karena sudah lapar, panitia pun memesan roti khas India, yaitu paratha sejenis canai di Malaysia yang dimakan dengan kuah kari. Roti tersebut harganya 40 rupee setara dengan Rp 8.000 dan bentuknya sebesar ban sepeda anak anak.

Saat roti tersebut didangkan, membuat kami tercegang, bagaimana cara makan dan menghabiskannya, karena panitia memesan roti tersebut sejumlah peserta, padahal kalau besarnya seperti itu satu roti cocoknya dimakan untuk 4-5 orang.

Karena terlalu banyak yang dipesan terpaksa kami meminta petugas warung membungkusnya untuk kami bawa ke penginapan.

Selain roti yang aneh, kami juga disuguhi minuman teh tarik ala India di mana gelasnya dibuat dari tanah liat. Setelah habis minum gelasnya dibuang (hanya untuk sekali pakai). Saat itu penjaga warung sempat tercegang melihat kelakuan anak-anak mahasiswa Umuslim, karena mereka setelah minum ingin memcuci gelas tersebut dan dibawa pulang ke Indonesia.

Menurut berbagai sumber, India termasuk negara yang penduduknya masih banyak yang miskin. Transportasi yang digunakan juga masih jauh tertinggal dengan transportasi masyarakat Indonesia, khususnya transportasi yang ada di Aceh.

Seperti diketahui, di Aceh hanya mobil dan bus umum yang bagus dan lengkap berbagai fasilitasnya saja yang mau digunakan masyarakat. Berbeda dengan di India, di negara ini masih ada yang menggunakan becak tradisional hasil rakitan, seperti odong-odong untuk transportasi umum dan transportasi sepeda juga masih dengan model sepeda yang pernah digunakan masyarakat Aceh era tahun 80-an.

Sebagai alat transportasi utama seperti di Utar Parades, lokasi Aligarh Muslim University, daerah ini dikenal kota pelajar India dan pusat Islam India,rata-rata penduduknya Islam, tetapi sangat rawan penjambretan. Kemiskinan menyebabkan India rawan penjambretan, wilayah tersebut masih banyak masyarakat menggunakan sepeda dayung dibandingkan dengan sepeda motor.

Di balik semua itu kebudayaan di India masih sangat kental mengikuti tradisi zaman nenek moyang.remaja di India rata-rata pandai menari, bahkan hanya masyarakat India yang mampu menari secara masal sebagaimana sering kita lihat di film-film Bolywood.

Selain cerita perjalanan dan kondisi masyarakat India, ada juga cerita aneh yang berasal dari bahasa, di mana saat panitia memabdu rombongan kami dari Aceh memperkenalkan peserta kepada masyarakat India. Ada anggota rombongan dari Umuslim namanya Cut, saat menyebutkan namanya Cut,sontak orang India semuanya menutup mulutnya. Teryata kata “Cut“ dalam bahasa India adalah kemaluan wanita. He...he.

Pagi pertama keberdaaan kami di India, kami memasak sendiri makanan untuk makan siang, menu daging kerbau masak rendang bumbu Aceh. Bumbunya senagaja kami bawa dari Aceh dan daging kami beli di pasar, tetapi sungguh terkejut kami karena harga daging kerbau hari itu hanya 20 rupee satu kilo (5 rupee saam dengan 1.000 rupiah).

Kalau kita ke pasar tersebut jangan sekali-kali mencari daging sapi, karena bagi masyarakat India hal itu sangatlah pantang dan mereka akan marah dan memaki, karena itu adalah Tuhan mereka. Hari pertama sebelum kami menggelar penampilan di panggung utama, rombongan Umuslim dibawa mengunjungi Maulana Azad Library. Perpustakaan ini adalah perputakaan terlengkap di Aligarh Muslim University terdiri atas Digital Resource Center, Reseacrh Section, Urdu Section. Manuscript of AMU. Tersedia juga Journal Internasional dan berbagai buku aneka bahasa.

Rata-rata mahasiswa yang kuliah di Alighart tidak ada yang mengendarai mobil ke kampus. Mahasiswa rata-rata mengendarai skuter dan sepeda. Mereka pun tidak memakai helm. Kalau ada yang memakai helm justru ditertawai kawan-kawannya. .

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved