Israel Tolak Turis dari Indonesia, Akankah Masjid Aqsa Semakin Sulit Dikunjungi?
Saat ini, wilayah tempat beradanya tiga situs penting bagi tiga penganut agama Samawi ini diklaim menjadi bagian dari Negara Israel.
Penulis: Zainal Arifin M Nur | Editor: Zaenal
SERAMBINEWS.COM - Mulai 9 Juni 2018, pemerintah Israel melarang turis Indonesia berkunjung ke negara mereka.
Kebijakan ini disebut-sebut diterbitkan sebagai bentuk balasan atas pelarangan turis Israel masuk ke Indonesia.
Selama ini, Israel diketahui menjadi gerbang masuk bagi para peziarah tiga agama sekaligus, yakni Islam, Kristen, dan Yahudi.
Di sana ada Masjid Al-Aqsa milik umat muslim, Gereja Suci Makam Kudus yang merupakan situs Kristen paling suci di dunia, dan Tembok Ratapan milik umat Yahudi.
Maka tidaklah mengherankan jika suara azan dari menara masjid, bunyi lonceng gereja, dan kidung-kidung Ibrani dari sinagoge, sering terdengar bersamaan di Yerusalem.
Dari tempat-tempat itu, nama Tuhan yang Agung dan Suci dikumandangkan dalam berbagai bahasa dan dialek.
Tapi bayangan surga hanya sedikit tampak di Yerusalem. Selebihnya, kota itu menyimpan pertikaian panjang dan berkarat, dari zaman para nabi hingga sekarang.
(Baca: Indonesia Tolak Visa 53 WN Israel, Menkumham tak Mau Beberkan Alasan karena Masalah Sensitif)
(Baca: Mulai 9 Juni 2018, Turis Berpaspor Indonesia Dilarang Masuk Wilayah Israel)
Saat ini, wilayah tempat beradanya tiga situs penting bagi tiga penganut agama Samawi ini diklaim menjadi bagian dari Negara Israel.
Setiap pengunjung yang ingin berziarah ke tiga situs tersebut, harus mendapatkan izin dari Pemerintah Israel.
Tidak hanya berlaku bagi warga dari luar negeri, izin dari otoritas Israel juga berlaku untuk para pengunjung dari Palestina yang dianggap sebagai pemilik sah wilayah tersebut.
Ketatnya aturan masuk ke Israel, ditengarai membuat tingginya biaya bagi warga Indonesia yang ingin berkunjung ke sana.
“Pengurusan visa kunjungan ke Masjid Al Aqsa lumayan rumit. Jamaah pun tak terlalu berminat, mungkin karena keadaan di sana yang tidak menentu,” kata Iqbal Nyak Umar, owner Permata Sahara tours Banda Aceh, menjawab Serambinews.com via telepon selular, Sabtu (2/7/2018).
Menurutnya, kunjungan ke Palestina sangat tergantung situasi dan kondisi kemanan dan politik. Karena harus mendapat izin (visa) dari negara Israel.
“Biasanya pengunjung dari Indonesia, apakah masuk dalam paket tour umrah maupun terpisah, masuknya dari pintu Rafah (Mesir) dan Jordania. Tapi sangat tergantung dengan situasi politik dan kebijakan pemerintah Israel,” ungkap Iqbal.
Jika saat ini saja kunjungan ke Masjidil Aqsa dibatasi, lalu bagaimana jika nanti setelah pemerintah Israel resmi melarang kunjungan turis dari Indonesia? Akankan Masjidil Aqsa semakin sulit dikunjungi?
Dikutip dari Kompas.com, Indonesia dan Israel sampai saat ini tak memiliki hubungan diplomatik.
Namun, untuk urusan wisata khususnya wisata religi di Israel, turis Indonesia memiliki visa khusus.
Seperti diketahui, setiap tahun umat Muslim dari berbagai negara, termasuk dari Indonesia, mengunjungi Masjid Al-Aqsa dengan visa khusus.
Selain itu, umat Kristen Indonesia juga melakukan ziarah ke Yerusalem, tempat di mana Gereja Suci Makam Kudus berada.

Menanggapi ditutupnya akses wisatawan Indonesia ke Israel (Israel-Palestina), Ketua Umum Asosiasi Tour Travel Agent Indonesia (Asita) Asnawi Bahar angkat bicara.
Ia mengatakan Israel terlalu provokatif dalam menanggapi isu. Padahal hal itu bisa merugikan mereka.
Asnawi melihat hal tersebut sebagai dinamika politik internasional, juga dampak dari tindakan-tidakan Israel di Timur Tengah, yang direspon oleh Indonesia. Hal itu sedikit banyak berpengaruh terhadap pariwisata.
"Menurut saya Israel terlalu provokatif dan berlebihan terhadap kita, mencegah wisatawan Indonesia masuk ke sana. Orang kita ke sana mau wisata kok, mau liburan, bukan mau apa-apa, tapi tidak tahu kalau ada indikasi intelijen," tuturnya dilansir Kompas.com, Kamis (31/5/2018).
(Baca: Rahasia Baru Terbongkar, foto Putri Diana dan Pangeran Charles Selama Ini Palsu)
Menurut Asnawi, dalam jangka panjang hal ini akan merugikan Israel. Baik Israel atau Palestina akan kehilangan banyak devisa yang seharusnya masuk dari pariwisata.
"Jelas ini merugikan Israel, dan saya himbau supaya kita jangan memaksakan ke sana. Untuk sementara waktu, (umat Kristen) masih ada Vatikan yang lebih proper, kenapa harus memaksakan ke Israel," tuturnya.
Ia meminta para agen tour dan travel Indonesia turut merespon kebijakan Israel ini dengan tidak menjual paket-paket Israel untuk waktu yang belum bisa ditentukan.
"Kita harapkan rakyat Indonesia ada rasa nasionalismenya juga. Sudah jelas-jelas kita diberlakukan seperti itu, jadi ngapain juga kita ke sana kalau sudah dilarang. Kita tidak rugi besar, masih ada alternatif lain," tuturnya.
Berbicara soal kerugian, menurutnya kerugian tour travel Indonesia tidak seberapa dengan kerugian di pihak Israel dengan adanya kebijakan itu.
"Soal kerugian, tidak ada dampak kerugian yang banyak, bahkan nyaris tidak ada. Karena kita kan membuang devisa ke sana, dan kuantitas masyarakat kita ke sana juga tidak banyak," ujarnya.
Ia mengatakan dari puluhan tour travel yang menyediakan perjalanan ke sana, tiap satu bulan sekitar lima sampai enam perjalanan saja yang bisa diakomodir.
"Padahal masuk Israel sendiri itu pengamanannya sudah sangat ketat, sangat sulit ke sana untuk pertama kali. Repot banget, salah ngomong sedikit saja, repot urusannya di Israel," pungkasnya.
(Baca: Ini Alasannya Kenapa Kita Harus Mematikan Lampu Saat Tidur, Salah Satunya Bisa Sebabkan Kanker)
Melissa Agustiana, pemilik Mala Tour (salah satu agen tour travel yang mengakomodir wisatawan Indonesia ke Israel) mengatakan, jumlah agen tour travel yang khusus melayani wisata rohani ke Israel (Israel-Palestina) ada sekitar 40 agen.
Tahun ini sekitar 15 orang yang sudah terjadwal akan berangkat ke Israel lewat agen tour travel terpaksa batal.
Rombongan terbanyak yang membatalkan rencana pemberangkatan ke Israel, menurut Melissa, ada pada bulan Desember tepatnya libur Natal.(*)