Piala Dunia 2018
Kisah Kiper Iran Gagalkan Penalti Cristiano Ronaldo, Dari Robek Jersey Hingga Rela Kerja Apapun
Sayangnya, tendangan CR7 ini mampu terbaca oleh sang kiper sehingga ia berhasil menangkap bola tersebut ketika hendak masuk melalu pojok kanan.
SERAMBINEWS.COM -- Satu lagi kiper yang gagalkan tendangan penalti sang mega bintang.
Pertama, kiper Islandia, Hanes Halldorsson sukses gagalkan penalti dari Lionel Messi hingga akhirnya berhasil samakan skor 1-1 di laga pertama grup D Piala Dunia 2018 di Stadion Spartak, Moskow, Sabtu (16/6/2018).
Kini yang kedua adalah kiper Iran yang sukses jegal sepakan dari kaki Cristiano Ronaldo pada matchday 3 Grup B Piala Dunia 2018 di Stadion Mordovia Arena, Saransk, pada Senin (25/6/2018) atau Selasa dini hari WIB.
Penalti yang diberikan pada Ronaldo akibat adanya pelanggaran yang dilakukan pemain timnas Iran. Saat itu, terjadi perdebatan antara wasit dan para pemain kedua negara.
Wasit Enrique Caceres dari Paraguay yang memimpin laga ini pun akhirnya melihat kembali rekaman lewat video assistant referee (VAR).
Lalu, memutuskan untuk memberikan tendangan penalti bagi Portugal.
Cristiano Ronaldo pun maju sebagai algojo.
Sayangnya, tendangan CR7 ini mampu terbaca oleh sang kiper sehingga ia berhasil menangkap bola tersebut ketika hendak masuk melalu pojok kanan.
Baca: Hari Pernikahan Makin Dekat, Almaratu Intan Pamer Cincin dan Tuliskan Pesan Cinta pada Caisar Aditya
Baca: Jelang Pilkada Subulussalam, Ini Arahan Kapolres Aceh Singkil Kepada Pasangan Calon dan Timses

Sontak, aksi sang kiper ini mendapat sorotan media dunia.
Lalu, siapakah kiper Iran yang berhasil gagalkan penati sang mega bintang Real Madrid dan Portugal ini?
Kiper ini bernama Alireza Beiranvand. Alireza ini bahkan baru berusia 25 tahun, pasalnya ia kelahiran 21 September 1992.
Namun kisah hidupnya di balik kegemilangannya bersama timnas Iran tak secemerlang yang ditampilkan.
Kisah hidup kiper Iran ini pernah ia tuangkan lewat tulisan yang ditulis Behnam Jafarzadeh dan diposting ulang The Guardian.

Baca: Wakil Ketua MPU Subulussalam: Apapun Alasannya, Politik Uang Haram
Baca: Kasus Perampokan Yusniar, Polisi Periksa Empat Saksi, Seorang Pelaku Masih Diburu
Alireza lahir di Sarabias, Lorestan, dari keluarga pengembara yang selalu bergerak di sekitar pedesaan untuk mencari padang rumput bagi domba-domba mereka.
Alireza adalah anak tertua jadi itu normal dia bekerja sejak usia dini untuk membantu mereka. Pekerjaan yang dilakukannya setiap hari adalah penggembalaan dan setiap waktu luang, dia menyempatkan bermain sepak bola.
Ketika Beiranvand berusia 12 tahun, keluarganya menetap di Sarabias dan dia berlatih sepak bola dengan pihak lokal.
Dia mulai sebagai striker tetapi ketika kiper terluka Beiranvand menggantikannya. Hingga kemudian Beiranvand memutuskan akan menjadi penjaga gawang tetapi ayahnya sangat keberatan.
Morteza Beiranvand berpikir, seperti banyak ayah Iran, bahwa sepak bola tidak bisa menjadi pekerjaan dan lebih disukai Alireza sebagai pekerja sederhana.
“Ayah saya sama sekali tidak menyukai sepakbola dan dia meminta saya untuk bekerja,” kata Alireza kepada Guardian. "Dia bahkan merobek pakaian dan sarung tanganku dan aku bermain dengan tangan kosong beberapa kali."
Penolakan ayahnya justru semakin membuat kiper muda itu tertantang. Sang penjaga gawang itu lalu memutuskan untuk melarikan diri dan pergi ke Teheran untuk mencari peluang di klub yang lebih besar di ibukota Teheran.
Baca: Soal Boleh Mencoblos di TPS Terdekat, Wali Kota Subulussalam Ingatkan KIP Harus Konsisten
Baca: Nigeria Vs Argentina - Jika Kalah dari Nigeria Bisa Pensiunkan 14 Pemain Argentina dari Piala Dunia

Dia meminjam uang dari seorang kerabat dan pergi ke Teheran dengan bus. Di bus rupanya dia bertemu pelatih sepak bola, Hossein Feiz, yang mengelola tim lokal.
Feiz mengatakan kepada Beiranvand bahwa dia akan membiarkannya berlatih dengan imbalan 200.000 Toman (£ 30). Tetapi penjaga muda itu tidak punya uang ataupun tempat untuk tidur.
Akhirnya Feiz setuju untuk memberi Beiranvand kesempatan tanpa dia harus membayar dan meminta kapten untuk mendukungnya. Alireza pun rela harus tidur di pinggiran Azadi Tower, di mana banyak migran miskin berkumpul.
“Saya tidur di dekat pintu klub dan ketika saya bangun di pagi hari saya melihat koin yang dijatuhkan orang untuk saya,” katanya. “Mereka mengira aku pengemis! Yah, aku sarapan enak untuk pertama kalinya sejak lama. ”
Suatu malam seorang salesman muda menawarkan Beiranvand sebuah kamar di rumahnya dan penjaga gawang itu menerimanya.
Alireza tinggal di rumah rekannya selama dua minggu dan kemudian mulai bekerja di pabrik penjahit yang dimiliki oleh ayah rekan satu timnya sehingga dia bisa tidur di sana pada malam hari.
Baca: Amerika Serikat Bisa Kalah Jika Perang dengan Rusia di Eropa, Penyebabnya Karena Hal Ini
Baca: Tentara Filipina Tak Sengaja Tembaki Polisi di Hutan, 6 Orang Tewas dan 9 Lainnya Terluka
Pekerjaan berikutnya bekerja di tempat cuci mobil dan, karena tinggi badannya, ia menjadi spesialis dalam mencuci SUV. Suatu hari, keajaiban datang menghampirinya namun ia harus memilih situasi yang sulit.
Legenda Iran Ali Daei muncul untuk membersihkan mobilnya dan rekan-rekan Beiranvand mendorongnya untuk berbicara dengan mantan striker Bayern Munich untuk melihat apakah dia akan membantunya untuk mengembangkan karir sepak bolanya.
Alireza malah tidak menerima saran mereka. Dia lebih suka menemukan jalannya sendiri.
"Saya tahu jika saya telah berbicara dengan Pak Daei, dia pasti akan membantu saya, tetapi saya malu untuk berbicara dengannya dan memberitahunya tentang situasi saya."
Setelah itu, Alireza bertemu pelatih klub Naft-e-Tehran dan pindah ke sana.
Pada awalnya klub membiarkannya tinggal di musala, namun beberapa hari kemudian ia dilarang tidur di sana lagi.
Alireza pun bekerja di toko pizza hanya agar memiliki tempat tinggal di malam hari. Rupanya, Alireza ketahuan ketika sang pelatih membeli pizzanya. Sang pelatih tersebut tak menyukainya, Alireza pun memilih berhenti kerja.
Mencari pekerjaan lain untuk memiliki tempat tinggal untuk malam itu sulit dan akhirnya dia diterima bekerja sebagai pembersih jalan. Akibat pekerjaan ini, seringkali badan Alireza mudah sakit, sehingga sang pelatih pun memecatnya.
Baca: Wali Kota Subulussalam Imbau Warga Gunakan Hak Pilihnya Besok, Hindari Saling Caci
Baca: 6 Ratu Paling Sadis dan Kejam Sepanjang Sejarah, Racuni Suami Sampai Tega Habisi Putrinya Sendiri
Kemudian manajer Naft yang berusia di bawah 23 tahun kembali meneleponnya dan memberi tahu dia agar kembali mendaftar di klub ini.
Saat itu, Alireza sudah mendaftar di klub Homa, namun ditolak. "Mungkin itu adalah takdir bahwa manajer Homa tidak mau menandatangani saya," kata Beiranvand. “Jika saya tetap di tim itu, mungkin saya tidak akan pernah mencapai level seperti saat ini.”
Beiranvand mulai bersinar. Dia dipilih untuk pemain U-23 Iran dan kemudian menjadi kiper tim utama klub Naft.
Pada tahun 2015 Alireza akhirnya menjadi kiper pilihan pertama Iran dan, dengan 12 clean sheet di kualifikasi, dia membantu Pelayaran Tim Melli ke Rusia 2018.
Alireza sempat menjadi bahan perbincangan media asing pada 2014 usai melempar bola sepanjang 70 meter saat melawan Tractor Sazi. Hal tersebut merupakan rekor tersenditri yang tak pernah bisa dilakukan kiper lainnya di dunia.
Sekarang dia memiliki kesempatan untuk mewujudkan impian lain: bermain di Piala Dunia dan mungkin pindah ke klub Eropa. Apalagi setelah aksinya menggagalkan penalti sang megabintang Cristiano Ronaldo.
"Saya mengalami banyak kesulitan untuk membuat impian saya menjadi kenyataan tetapi saya tidak memiliki niat untuk melupakan mereka karena mereka membuat saya orang saya sekarang, ”katanya.(*)
Baca: Kemunculan Ikan Arapaima Raksasa Hebohkan Warga, Pria Ini Nekat Tangkap Seorang Diri
Baca: Saksikan Kekalahan Mesir dari Arab Saudi, Mantan Pesepak Bola Ini Meninggal Dunia
Artikel ini telah tayang di tribunnewsbogor.com dengan judul Kisah Kiper Iran Penjegal Penalti CR7, Jersey Dirobek Hingga Rela Kerja Apapun dan Tidur di Emperan,