Senator Fachrul Razi Pantau Pilkada Serentak 2018, Ini Temuannya
DPD RI juga memandang penting perlunya mencarikan solusi alternatif bagi pilihan model demokrasi yang ada saat ini.
SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH -- H. Fachrul Razi MIP, Senator Aceh di DPD RI yang membidangi Komite I bidang Politik, Hukum dan Pemerintahan melalui DPD RI melakukan pengawasan dan evaluasi pelaksanaan Pilkada 2018 seluruh Indonesia.
Fachrul Razi menyatakan, Pilkada di Aceh berjalan secara damai dan demokratis.
“Hal ini membantah ketakutan pusat bahwa akan terjadi potensi konflik di Pilkada serentak di Aceh dan Papua, hasil pilkada di Aceh membantah ketakutan tersebut,” tegas Fachrul Razi.
Selain pemantauan di Aceh dirinya juga melakukan pengawasan seluruh Indonesia melalui Komite I DPD RI.
Dikatakan, sesuai peran DPD RI berdasarkan UUD NRI Tahun 1945, Pasal 22 D ayat (3), memiliki kewenangan konstitusional untuk melakukan pengawasan atas pelaksanaan Undang-Undang.
Amanat konstitusi ini dipertegas kembali dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua atas UU MD3 khususnya pada Pasal 249 ayat (1) huruf e.
Dalam Pilkada Serentak 2018, DPD RI melakukan Pengawasan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016, yang menjadi dasar hukum pelaksanakan Pilkada Serentak 2018.
Fachrul Razi mengatakan, dari hasil pengawasan atas pelaksanaan Pilkada Serentak 2018 di Indonesia menunjukkan beberapa masalah yang muncul.
Secara umum pelaksanaan Pilkada Serentak yang telah dilaksanakan tanggal 27 Juni 2018 di 17 Provinsi, 39 Kota dan 113 Kabupaten berlangsung lancar, aman dan tertib.
Baca: Fachrul Razi akan Bawa Kasus Teror Kantor Modus Aceh ke Rapat Pleno Komite I DPD RI
Namun di tengah peningkatan kesiapan Pilkada Serentak 2018, masih terdapat beberapa persoalan yang terus menerus harus mendapat perhatian dalam setiap pemilihan.
Pertama, akurasi data pemilih belum optimal.
Menurut Fachrul, tidak optimal disebabkan oleh belum padunya Sistem Manajemen Kependudukan (E-KTP) Pemerintah Daerah dengan Sistem Informasi Data Pemilih (SIDALIH) milik KPU.
Akibatnya masih banyak ditemukan data invalid (nama, kode wilayah kecamatan, NIK atau tanggal lahir dan alamat yang tidak sinkron dengan data sebenarnya).
Kedua, netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) masih ditemukan dalam Pilkada Serentak 2018.
Padahal, netralitas ASN dalam pelaksanaan Pilkada Serentak telah diatur melalui UU No. 5 Tahun 2004 tentang ASN dan UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah.
Bahkan, pasal 70 ayat (1) huruf a dan b UU No. 8 Tahun 2015 tentang Pilkada, secara tegas melarang ASN yang terlibat dalam pemenangan calon dalam Pilkada.
Ketiga, money politic dalam Pilkada.
Sekalipun regulasi berkaitan dengan pidana money politic sudah jelas dalam UU, namun dalam implementasinya di lapangan sangat sulit dibuktikan.
Keempat, logistik masih terlambat disalurkan pada daerah terpencil, terbelakang, dan terluar (kepulauan dan pegunungan).
Baca: Senator Fachrul Razi Bakar Semangat Pasangan Mirah di Aceh Selatan
Kelima, masih ditemukan ketidaknetralan penyelenggara Pilkada.
Ditambahkan, Pilkada Serentak 2018 masih menitikberatkan pada demokrasi kuantitas dan prosedural, belum mengedepankan pada aspek demokrasi kualitas dan substansial.
Hal tersebut terlihat dari pelaksanaan pilkada serentak selama ini yang masih menyibukan diri dalam persoalan prosedural, belum pada hal substansial bagaimana calon kepala daerah mampu menyelesaikan persoalan-persoalan di masyarakat.
Banyak kasus ditemukan Pilkada menghasilkan kepala daerah yang lemah dalam kepemimpinan politik lokal; keterampilan atau skill dalam tata kelola pemerintahan daerah; dan abuse of power atau penyalahgunaan kekuasaan melalui praktek korupsi, kolusi dan nepotisme.
Berkaitan dengan temuan penyelenggaraan Pilkada 2018, Senator Fachrul Razi melalui Komite I DPD RI merekomendasikan sebagai berikut:
1. DPD RI mendorong peningkatkan koordinasi dan integrasi, berkaitan data kependudukan (sistem e-KTP) dalam kepentingan menghasilkan Data Potensial Pemilih, sebagai dasar penyusunan DPT Pilkada Serentak menjadi kebutuhan kedpan agar persoalan Validitas Daftar Pemilih mampu bisa terjamin.
2. DPD RI berpandangan bahwa perlunya penegakan sanksi yang tegas bagi ASN dan jajaran birokrasi yang terlibat pelanggaran (tidak netral dalam Pilkada).
Selain itu, fungsi pengawasan dan pengendalian pelaksanaan sistem merit dalam pengelolaan manajamen kepegawaian ASN wajib menjadi perhatian Kepala Daerah terpilih selian Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) dan Badan Kepegawaian Negara (BKN), utamanya terkait dengan pengangkatan, promosi dan mutasi jabatan.
3. DPD RI mendorong Bawaslu dengan kewenangan yang dimiliki bisa bekerja maksimal agar ada unsur jera para pelaku money politic.
4. Meminta penyelenggara dan Pemerintah Daerah memberlakukan treatment khusus bagi daerah-daerah pedalaman dan terluar dengan menyediakan sarana dan prasarana khusus, anggaran khusus, penjadwalan khusus, dan pengaturan khusus.
5. Menerapkan sanksi yang tegas bagi penyelenggara yang terbukti tidak netral dan melakukan pengawasan dan pembinaan secara berjenjang.
6. Mendorong Parpol untuk meningkatkan sistem pengkaderan secara internal agar Parpol dapat melahirkan pemimpin-pemimpin daerah yang berkompeten dan berintegritas.
Disamping itu, perlu diberikan ruang yang lebih luas bagi calon perseorangan untuk maju dalam Pilkada.
7. DPD RI berpandangan bahwa Pemilihan Kepala Daerah sebagai bagian dari rezim pemilu yang diselenggarakan oleh penyelenggara Pemilu mulai tingkat Pusat sampai Daerah dengan anggaran yang dibebankan kepada Daerah (APBD). Dengan demikian maka anggaran pilkada kedepan haruslah dibebankan dari APBN.
Baca: Berikan Bantuan Dayah Madinatuddiniyah Babul Huda, Senator Fachrul Razi Galang Bantuan Dana
Berkaitan dengan pelaksanaan Pilkada langsung yang menyisakan beberapa kelemahan seperti biaya politik mahal, terbukanya konflik sosial, dan tergerusnya rasa persatuan dimasyarakat maka DPD RI akan melakukan kajian yang mendalam mengenai arah dan kebijakan pemilihan kepala daerah kedepan dengan mempertimbangkan perlunya ruang pengintegrasian konsep otonomi daerah dengan sistem pemilihan kepala daerah.
DPD RI juga memandang penting perlunya mencarikan solusi alternatif bagi pilihan model demokrasi yang ada saat ini.
Fachrul Razi melalui DPD RI mengajak semua pihak untuk mendorong demokrasi menuju jalan yang lebih baik, Kepala Daerah terpilih kedepan harus selalu membangun ikatan kuat dengan rakyatnya.
“Inilah substansi yang paling penting dari pelaksanaan Pilkada Serentak 2018. Sangat dzolim bagi Pimpinan Daerah (Gubernur, Bupati dan Wali kota) apabila ingkar terhadap janji dan mandat rakyatnya,” katanya.
Fachrul Razi berharap ke depan harus ada relasi yang kuat antara pemilihan kepala daerah dengan lahirnya pemimpin daerah yang baik, jujur, dapat dipercaya dan cakap untuk mengemban amanah membawa masyarakat daerah yang sejahtera.
“Dengan kesatu paduan ini maka dimungkinkan demokrasi melalui pemilihan kepala daerah akan beranjak dari demokrasi yang secara prosedural menapaki fase yang lebih subtansial, dari demokrasi yang quantitative heavy menuju qualitative heavy,” demikian Fachrul Razi MIP. (*)