Desa Ular di Cina, Lebih dari 3 Juta Ular Diternakkan dan Menghasilkan Rp172 Miliar per Tahun

Peternak lain berusia 50-an, Yang Farong, mengatakan dia ingat saat menangkap ular di samping danau dan sungai di daerah itu saat remaja.

Editor: Fatimah
kolase Intisari
Di desa itu ular dugunakan sebagai pengobatan juga dikonsumsi. 

“Ada banyak danau dan sungai di wilayah ini, dan ada banyak ular yang hidup di air. Jadi kami berpikir untuk menangkap ular dan menjualnya demi uang," tambahnya.

Peternak lain berusia 50-an, Yang Farong, mengatakan dia ingat saat menangkap ular di samping danau dan sungai di daerah itu saat remaja.

Pada tahun 1970-an, "semua orang melakukan ini, pria dan wanita, meskipun kami semua sedikit takut", katanya.

Setelah beberapa tahun, jumlah ular yang tersisa di alam bebas telah punah oleh para pemburu, jadi “raja ular” memutuskan untuk mulai membiakkan mereka sendiri.

Pada tahun pertama, hanya 10 persen dari telur ular menetas, membuatnya merugi lebih dari 10.000 yuan.

Baca: Potret Buram Politik Aceh

Tetapi dia bertekad untuk belajar dari kegagalannya.

Tahun berikutnya, tingkat penetasan melonjak hingga 80 persen dan dia berhasil mengangkat lebih dari 30.000 ular.

Jenis ular yang banyak dibudidayakan disana adalah viper dan juga ular berbisa lainnya.

Peternak biasanya menjual ular ke perusahaan farmasi China yang mengubahnya menjadi bubuk, beberapa di antaranya diekspor ke Jepang, Korea Selatan, Amerika, dan Eropa.

Kini perdagangan itu telah memberikan pemasukan pada desa yang dulu miskin, sekitar 80 juta yuan (US $ 12 juta) atau setara Rp172 M per tahun.

Artikel ini tayang pada Intisari Online dengan judul : Mengintip Desa Ular di China, Lebih dari 3 Juta Ular Diternakkan di Sini dan Menghasilkan Rp172 M per Tahun

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved