Gerhana Bulan Total 2018

Tak Hanya Fenomena Langka Planet Mars, Hujan Meteor Juga Hiasi Gerhana Bulan Total 28 Juli 2018

Astronom amatir Marufin Sudibyo menjelaskan, hujan meteor Piscis Austrinids tergolong sebagai hujan meteor periodik.

Editor: Faisal Zamzami
Foto kolase saat fase terjadinya fenomena gerhana bulan di Mamuju, Sulawesi Barat, Rabu (31/1/2018) malam. Fenomena gerhana bulan langka itu terjadi bertepatan saat bulan berada dalam konfigurasi supermoon dan blue moon dengan puncak gerhana di Sulawesi terjadi pukul 21.29 WITA.(ANTARA FOTO/AKBAR TADO) 

SERAMBINEWS.COM - Dua hari lagi (28/7/2018), kita akan melihat fenomena gerhana bulan total (GBT) atau bulan darah.

Seperti kita tahu, Mars akan mendampingi bulan selama puncak blood moon terjadi.

"Di malam itu, Mars sedang mencapai puncaknya purnama atau oposisi Mars dengan cahayanya yang merah terang (berada) di dekat Bulan yang sedang gerhana," ujar Mutoha Arkanuddin, astronom amatir sekaligus pendiri Jogja Astro Club dihubungi Kompas.com, Kamis (26/7/2018).

Baca: Belasan Wanita Indonesia Dikawin Kontrak di China, Ada yang Dijadikan Budak Seks

Baca: Napi Dijatah Makan Rp 15 Ribu Sehari, Setya Novanto Ungkap Harga Nasi Goreng di Lapas Sukamiskin

Selain Mars yang sangat dekat dengan bulan, tepatnya di selatan bulan, sebenarnya langit malam besok juga dihiasi hujan meteor Piscis Austrinids. Menariknya, ini adalah puncak dari hujan meteor Piscis Austrinids.

Astronom amatir Marufin Sudibyo menjelaskan, hujan meteor Piscis Austrinids tergolong sebagai hujan meteor periodik.

"Peristiwa ini terjadi setiap tahun dengan jadwal kemunculan relatif sama dari tahun ke tahun, yakni pada rentang wantu antara 15 Juli sampai 10 Agustus, dan puncaknya pada 28 Juli," jelasnya melalui pesan singkat kepada Kompas.com, Kamis (26/7/2018).

Baca: Misteri Buku Khusus Milik Soeharto Selama Jadi Presiden, Pengawal Ungkap Isinya ke Publik

Baca: Fotonya Viral, Bocah 5 Tahun Ini Dijuluki Netter sebagai Gadis Tercantik di Dunia

Hujan meteor Piscis Austrinids merupakan meteor yang berasal dari rasi Piscis Austrinus atau Piscis Australis yang ada di langit selatan.

Sehingga, saat hujan meteor Piscis Australis muncul akan lebih mudah disaksikan di belahan Bumi selatan.

"Salah satu anggota rasi Piscis Austrinus yang terkenal adalah bintang Formalhaut," imbuhnya.

Sayang, hanya kecil kemungkinannya kita dapat menikmati fenomena ini.

Baca: Dampak Terjungkalnya Rupiah, Perusahaan Mulai Kelimpungan, Utang Membengkak

Baca: Persib Bandung Juara Paruh Musim Liga 1 2018, Ini Klasemen Hingga Pekan Ke-17

Menurut Marufin, hujan meteor Piscis Austrinids tergolong lemah.

"Pada puncaknya, ia hanya menghasilkan maksimum lima meteor per jam. Itu sedikit sekali," ujar Marufin.

"Ketimbang hujan meteor Piscis Austrinids, ada hujan meteor lain yang kuantitasnya sedikit lebih banyak dan berlangsung di saat bersamaan. Namanya hujan meteor Southern Delta Aquarids (SDA)," papar Marudin.

Baca: Catat Jadwal Lengkap Pertandingan Timnas Indonesia di Piala AFF U-16 2018

Baca: Terbukti Bunuh Seorang Tahanan, Dua Polisi India Dihukum Mati

Hujan meteor SDA berasal dari rasi Aquarius dengan meteoroid-meteoroidnya bersumber dari remah-remah komet periodik 96 P/Machholz.

 Hujan meteor SDA adalah hujan meteor periodik yang muncul setiap tanggal 12 Juli sampai 23 Agustus, dan puncaknya di tanggal 30 Juli.

Halaman
12
Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved