PKA Ke 7 Tahun 2018

Mau Lihat Bukti Kebesaran Kerajaan Aceh? Yuk Kunjungi History Expo di Kompleks Museum Aceh

Sejumlah karya agung dari ulama lintas zaman dan termasyhur di Aceh pada abad ke 17 dipamerkan di Gedung Edukasi Museum Negeri Aceh.

Penulis: Zainal Arifin M Nur | Editor: Zaenal
KOLASE SERAMBINEWS.COM/IST
Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh, Tgk H Faisal Ali, melihat-lihat kitab kuno Aceh yang dipamerkan di Gedung Edukasi Museum Negeri Aceh, Banda Aceh, Rabu (8/8/2018). 

SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Pekan Kebudayaan Aceh (PKA) Ke-7 yang dibuka oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) RI, Prof Dr Muhadjir Effendy, Minggu (5/8/2018) malam, akan berlangsung hingga Rabu (15/8/2018).

Rangkaian kegiatan yang bersifat pameran, atraksi, dan lomba dengan tema pendidikan, adat dan budaya, serta sejarah kegemilangan Aceh ini, dipusatkan di tiga lokasi, yaitu.

* Taman Sulthanah Ratu Saifiatuddin, di dekat kantor Gubernur Aceh

* Lapangan Blangpadang yang berada di pusat Kota Banda Aceh

* Kompleks Museum Aceh, dekat Meuligoe Gubernur Aceh

Kegiatan yang berlangsung di masing-masing lokasi itu berbeda antara satu dengan lainnya.

Misalnya di Taman Ratu Safiatuddin yang juga dikenal dengan nama Kompleks PKA, terdapat beragam pameran dan kegiatan di anjungan 23 kabupaten/kota se-Aceh.

Di dekat taman ini juga terdapat pasar rakyat yang menjual beragam jajanan dan souvenir PKA-7, serta permainan anak-anak.

Sementara di lapangan Blangpadang, dipamerkan berbagai hasil kerajinan Aceh dan teknologi dari berbagai instansi pemerintah dan swasta.

(Baca: Pembukaan PKA Spektakuler)

(Baca: VIDEO - Wali Nanggroe Prihatin saat Mendengar Artefak Sejarah Aceh Banyak Dijual ke Luar Negeri)

Aceh History Expo

Selain di dua lokasi itu, panitia PKA juga menyediakan tempat bagi para pegiat sejarah Aceh untuk memamerkan berbagai peninggalan masa Kerajaan Aceh, mulai dari koleksi pemerintah, lembaga pengkajian sejarah, hingga koleksi pribadi.

Berbagai bukti peninggalan Kerajaan Aceh Darussalam ini bisa dilihat di beberapa gedung yang berada di Kompleks Museum Aceh, dekat Meuligoe (Pendopo) Gubernur Aceh.

Cisah, Mapesa, Kerajaan Pedir, Sayed Art, The Hasan Tiro Centre, Pukat, Rumoh Manuskrip Aceh, Lembaga Asyraf Aceh, adalah di antara lembaga-lembaga yang memamerkan koleksi, hasil penelitian, dan berbagai benda peninggalan Kerajaan Aceh masa lalu.

Karya Agung Ulama

Seperti di stand Rumoh Manuskrip Aceh yang berada di lantai dua, menampilkan sejumlah karya agung dari ulama lintas zaman dan termasyhur di Aceh pada abad ke 17.

Beberapa manuskrip karya agung dari ulama lintas zaman ini di antaranya; Bustan Al Salatin, Sirat Al Mustaqim (Syekh Nurdin Ar Raniry) Mir'at Ath-Thullab dan Turjaman Al Mustafid (Syekh Abdurrauf As Singkili).

“Ada juga beberapa manuskrip lainnya seperti manuskrip gempa, manuskrip kecantikan, manuskrip jodoh,” kata Direktur Rumoh Manuskrip Aceh, Tarmizi Abdul Hamid kepada Serambinews.com, Rabu (8/8/2018).

Pria yang akrab disapa Cek Midi sudah 20 tahun berkecimpung menyelamatkan literasi Aceh.

Pada PKA VII ini, dia mengeluarkan sejumlah koleksi spesialnya

“Kami ingin menyukseskan even akbar budaya terbesar di Aceh. Ini adalah bentuk apresiasi terhadap perkembangan budaya dan sejarah dari peninggalan khazanah Aceh yang tiada tergantikan,” ujarnya.

Ia memaparkan, kitab Bustan Al Salatin yang memiliki judul lengkap "Bustan al-Salatin fi Zikri al-Awwalin wa al-Akhirin (Bustanus Salatin) adalah salah satu koleksi yang jarang dipamerkan, karena sangat langka.  

Kitab ini merupakan buah karya Syekh Nurdin Al Raniry, ulama besar Aceh yang berasal dari Ranir di India Selatan.

Kitab ini berisikan tata negara pemerintahan/kesultanan dan sejarah Aceh masa lalu.

Bustan Al Salatin terdiri atas 7 bab dan terbagi kepada 40 pasal.

“Manuskrip ini ditulis dari tahun 1636 sampai 1642 M,” kata Cek Midi.

Selain Bustan Al Salatin, stand Cek Midi ini juga memamerkan manuskrip lain karya Nurdin Ar Raniry, yaitu Sirat Al Mustaqim.

Kitab yang bermakna “Jalan yang Lurus” ini ditulis pada abad 17, berisi tentang fiqh ibadah.

“Sirat al-Mustaqim (Jalan yang Lurus) merupakan kitab terlengkap pada abad ke-17 yang dikarang oleh Nuruddin al-Raniry atau bernama lengkap Syeikh Nuruddin Muhammad ibnu ‘Ali ibnu Hasanji ibnu Muhammad Hamid ar-Raniri al-Quraisyi,” urai Cek Midi.

(Baca: Cagok Bireuen Juara di PKA)

(Baca: Masyarakat Antusias Sambut PKA)

Ia menambahkan, kitab fiqh Sirat al-Mustaqim menjadi rujukan pemerintah pada masa kerajaan Aceh dalam pelaksanaan fiqhiyyah dan ubudiyyah.

Karena kitab tersebut dirangkai dari awal mula sebelum melaksanakan tata cara ibadah dan sesudahnya.

“Kitab Sirat al-Mustaqim juga menjadi inspirasi bagi Arsyad al-Banjari dari Banjar dalam menulis sebuah manuskrip yang bernama Sabil al-Muhtadin,” ujarnya.

Kitab Sirat al-Mustaqim ditulis dalam aksara Arab-Jawi, berisi pembahasan tentang tata cara bersuci (ţahārah), dilanjutkan dengan shalat, zakat, puasa, haji, dan lain-lain.

Pada pameran kali ini, Cek Midi juga mengeluarkan manuskrip Mir'at Ath-Thullab.

Cek Midi menyebut Mir'at Ath-Thullab ini merupakan manuskrip terfavorit pada kalangan ilmuan fiqh kontemporer.

“Kitab ini karya emas ulama Syekh Abdurrauf As Singkili atau lebih populer dengan sebutan Tgk Chik di Syiah Kuala. Kitab ini sebagai karya agung juga, karena kitab ini adalah permintaan khusus Sultanah Ratu Safiatuddin pada era kekuasaan 1693 Masehi,” ungkap Cek Midi.

Di sebelah Rumoh Manuskrip Aceh, terdapat stan Lembaga Asyraf Aceh.

Di sini, kita bisa menemukan beragam manuskrip dan silsilah kedatangan keturunan Nabi Muhammad Saw ke Aceh.

Seorang pengunjung, Wirzaini Usman Al-Mutiarai menyebutkan Pameran Sejarah Aceh atau Aceh History Expo yang dilaksanakan di Gedung Edukasi Kompleks Meuseum Negeri Aceh ini adalah salah satu inti PKA VII.

“Semua komunitas peduli sejarah dan budaya ada di gedung ini, mereka bergabung dalam paket Aceh History Expo,” tulis Wirzaini dalam status Facebook yang menyertai sejumlah foto di lokasi tersebut.

“Anda cinta sejarah dan budaya? Atau ingin tau sejarah dan budaya Aceh? Ayo segera kunjungi Aceh History Expo. Dapatkan pengetahuannya,” ajak Wirzaini.(*)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved