Kisah Hans Christian Andersen, Sukses Dalam Dongeng Tetapi Gagal dalam Cinta
Juga bagaimana pria yang di jalan sering diejek sebagai orangutan, bisa menjadi anak emas dalam istana-istana raja-raja Eropa.
SERAMBINEWS.COM - Itulah nasib Hans Christian Andersen, raja dongeng, yang terkenal di seluruh dunia, termasuk di Indonesia.
Baca: Masuk Pak Eko: Inilah Eko Hari Cahyono, Polisi yang Viral Karena Jitu Melempar
Selama hidupnya ia memang sudah mengenyam pengalaman keluar masuk istana-istana Eropa, tetapi dalam kehidupan cintanya ia gagal total.
Baca: Putra Krueng Mane Juara
Dua wanita yang dicintainya menolak lamarannya. Surat perpisahan dari salah satu kekasihnya disimpan rapi dalam kantong kulit yang terus dipakai sebagai kalung sampai akhir hayatnya.
Pada hari pemakamannya tidak ada seorang kerabat pun yang berjalan di belakang peti jenazahnya. Soalnya ia memang sebatang kara.
Sebaliknya seluruh Denmark ikut menangisi kepergiannya.
Ketika penulis dongeng Hans Christian Andersen disemayamkan di gereja pada tanggal 11 Agustus 1875, yang hadir: raja Denmark, putra mahkota dan separuh pemerintahan Denmark, wakil dari 20 negara, dewan kotapraja dari Odense dan Kopcnhagen serta kaum ningrat Fuenen.
Yang menyanyi dalam paduan suara ialah mahasiswa Kopenhagen dan sirene di pelabuhan tidak jauh dari situ meraung-meraung, selama kapal-kapal memasang bendera setengah tiang.
Sekarang, lebih dari 100 tahun kemudian, ketenaran penulis ini belum pudar.
Banyak dongeng-dongengnya seperti "Putri dari ercis" dan "Pakaian Baru Kaisar", sudah diterjemahkan hampir dalam semua bahasa dunia.
Patungnya ditaruh di tempat-tempat terkenal di New York, Kopenhagen dan rumah kelahirannya di Odense di pulau Fuenen sudah menjadi pusat parawisata.
Tahun 1979, 160.000 orang mengunjungi museum tersebut.
Akhir tahun 1980. telah terbit biografi baru tentang penulis dongeng ini, dengan detail-detail yang belum diketahui orang dari kehidupannya.
Baca: Kebun Buah Denny Jadi Lokasi Wisata
Dari situ orang bisa mengerti bagaimana Christian Andersen dari seorang anak tukang sepatu miskin bisa menjadi penulis buku yang paling banyak dibaca pada zamannya.
Juga bagaimana pria yang di jalan sering diejek sebagai orangutan, bisa menjadi anak emas dalam istana-istana raja-raja Eropa.
Sejak kecil memang Andersen suka mendongeng. Ayahnya sering membacakan dongeng, dan bersama-sama mereka main sandiwara boneka. Masa kecilnya dihabiskan di sebuah bengkel kerja di daerah termiskin di Odense.
Di situ keluarga yang terdiri dari 3 orang itu hidup dalam dua ruangan. Ruangan kecil seluas 4 meter persegi dimanfaatkan sebagai dapur dan ruangan lain seluas 14 meter persegi digunakan sebagai kamar tidur dan kamar tamu, selain ruang kerja ayahnya.
Baca: Guntomara Padamkan Sinar Muda
Tetangganya ialah seorang tukang tambal sarung tangan dengan enam anak yang tinggal dalam ruangan yang luasnya sama. Di sebelahnya lagi, ada sebuah keluarga tukang kopi beranak empat.
Sejak kecil Andersen harus bergelut dengan kemiskinan. Lebih-lebih setelah ayahnya meninggal tahun 1816 dan ibunya mulai mabuk-mabukan. Hans yang lahir 2 April 1816, waktu itu baru berusia 11 tahun.
Janda pendeta yang baik hati, yang tinggal di rumah milik gereja di depan rumah mereka, berusaha agar anak laki-laki malang itu tetap bisa belajar di sekolah rakyat setempat. Dialah yang minta perhatian tokoh-tokoh Odense pada anak cerdas ini.
Setelah pada suatu hari menonton teater kerajaan dari Kopenhagen yang main di teater kota Odense, Hans bertekad untuk menjadi pemain sandiwara. Janda pendeta tadi mendukung keinginannya.
Baca: VIDEO - Objek Wisata Kuala Bulutan Aceh Tamiang
Pada usia 14 tahun ia ingin masuk sekolah sandiwara, tetapi ia ditolak. Demikian pula ketika ia ingin menjadi penari balet. Namun ia masih diterima sebagai pembantu pengganti dekor dan kadang-kadang juga menjadi pemain pembantu.
Akhirnya ia mencoba menjadi penulis naskah sandiwara. Collin, direktur badan keuangan kerajaan, kemudian menjadi cukongnya yang menentukan hidupnya kemudian. Collinlah yang membantu agar Hans bisa mendapat pendidikan yang baik dan belajar terus.
Tahun 1829 di teater kerajaan di Kopenhagen, sandiwara Andersen dipentaskan. Judulnya: "Cina di menara Nicolai". Sambutan penonton lumayan, tetapi dikritik habis-habisan oleh para kritikus.
Pada usia 24 tahun, Hans Christian Andersen sudah keluar masuk rumah orang-orang terkemuka di Denmark sebagai pujangga yang kontroversial. Sejak itu ia selalu berada di salah satu pun atau sedang dalam perjalanan.
Baca: Drawing Japan Open 2018 - Para Pebulutangkis Indonesia Berpeluang Saling Sikut di Babak Awal
Waktu itu sedang mode bagi kaum ningrat untuk mengundangnya ke istana mereka masing-masing. Mereka suka memamerkan Hans yang bisa mendongeng demikian bagus ini kepada tamunya.
Ia mendapat sukses pertama dengan buku roman autobiografinya yang sedih dengan judul "Improvisator" dan "O.Z". Setelah dongengnya "Gadis dan Korek api", "Klaus besar dan Klaus kecil", "Tom si Jempol" muncul, ia juga menjadi terkenal di luar Denmark.
Terutama di Jerman dongengnya banyak dibaca. Kontan penulisnya diundang ke istana-istana Jerman.
Sejak itu Hans Christian Andersen tidak kekurangan uang lagi, namun ia tidak mempunyai "keluarga". Dua wanita yang dilamar, menolaknya. Ia jatuh hati pada anak perempuan seorang pedagang Fuenen Riborg . Voigt, tetapi gadis tersebut sudah bertunangan pada waktu itu.
Baca: Ini Sosok Pencipta Lagu Meraih Bintang Via Vallen, Ternyata Suami Dari Artis Pemeran Nyi Pelet
Surat perpisahannya terus dibawa-bawa dalam kantong kulit di dadanya sampai ia menghembuskan napas penghabisan.
Penyanyi tenar Jenny Lind juga tidak ada minat untuk mengadakan hubungan permanen dengan dia.
Di satu pihak, Andersen rriendambakan suatu keluarga, tetapi sebaliknya ia mempunyai jiwa petualang dan berkeliling Eropa terus. Dalam salah satu dari 36 perjalanan jauhnya ia sampai ke Turki, lewat Sisilia, Portugal sampai ke Skotlandia.
"Dalam perjalanan itu, saya belajar lebih banyak dari buku apapan juga", kata penulis yang sudah mulai tua itu. "Hidup adalah sekolah yang paling baik," katanya.
Baca: PMI Gelar Simulasi Siaga Bencana untuk Murid SLB
Dalam perjalanan itu ia telah banyak bergaul dengan tokoh-tokoh zamannya, dari Charles Dickens sampai Ludwig Tieck dan dari Victor Hugo sampai Hemrich Heine.
Biarpun ia disambut hangat di keluarga-keluarga kerajaan Eropa, rekan-rekannya sezaman tidak semua tertarik pada penampilannya.
"Rupanya seperti tukang jahit. Orangnya kurus, pipinya cekung dan sikapnya menunjukkan bahwa ia takut berbuat salah," tulis Heinrich tentang Andersen.
Andersen bukanlah pejuang golongan sosial rendah, tempat asalnya. Tujuannya ialah menjadi tenar dan bergaul dengan orang terkenal. Dua-duanya telah tercapai. Selain itu, ia telah membuat bacaan untuk seluruh dunia. (Manfred Leier – Intisari Februari 1981)
Artikel ini tayang pada Intisari Online dengan judul : Kisah Pilu Hans Christian Andersen, Sukses Dalam Dongeng Tetapi Gagal dalam Cinta