Opini

Stop ‘Stunting’ (Bek Paneuk)

STUNTING yang berarti pendek atau paneuk dalam bahasa Aceh, merupakan suatu kondisi anak (balita) mengalami gangguan pertumbuhan

Editor: hasyim
Instagram @makassar_info
bayi kembar 3 

* Oleh Azhari

STUNTING yang berarti pendek atau paneuk dalam bahasa Aceh, merupakan suatu kondisi anak (balita) mengalami gangguan pertumbuhan, yang ditandai dengan tidak tercapainya pertumbuhan tinggi badan yang optimal. Kejadian stunting pada anak balita merupakan dampak dari kekuranga gizi kronis yang dialami ibu hamil dan anak balita.

Prevalensi stunting masih menjadi permasalahan yang belum teratasi di negeri kita. Di Indonesia, sekitar 37% (hampir 9 juta) anak balita mengalami stunting (Riskesdas 2013). Indonesia adalah negara dengan prevalensi stunting kelima terbesar di dunia.

Di Aceh, sekitar 37,5% anak nalita dikategorikan stunting dan 12,8% anak balita dikategorikan kurus. Jika merujuk pada standar WHO tentang pengategorian masalah gizi masyarakat, maka Aceh adalah provinsi dengan masalah gizi kronis dan akut. Hal ini mengakibatkan tantangan besar bagi pemerintah Aceh dalam upaya mewujudkan “Aceh Hebat” ke depannya.

Pencapaian “Aceh Hebat” akan sangat dipengaruhi oleh kualitas sumber daya manusia (SDM) yang sehat. Kekayaan Aceh jangan hanya dilihat dari melimpahnya sumber daya alam yang ada, namun kualitas generasi Aceh ke depannya merupakan kekayaan yang potensial yang harus dipelihara dan disiapkan sejak dini.

Studi-studi saat ini menunjukkan bahwa stunting sangat berhubungan dengan prestasi pendidikan yang buruk, lama pendidikan yang menurun, dan pendapatan yang rendah sebagai orang dewasa. Anak-anak stunting menghadapi kemungkinan yang lebih besar untuk tumbuh menjadi dewasa yang kurang pendidikan, miskin, kurang sehat, dan lebih rentan terhadap penyakit tidak menular.

Penyebab langsung terjadinya stunting (pendek), karena kurangnya anak balita mengonsumsi makanan bergizi dalam waktu yang lama, sehingga kebutuhan tubuh akan gizi tidak terpenuhi dan anak sering menderita penyakit, khususnya penyakit infeksi.

Bergizi rendah
Hasil pemantauan konsumsi gizi pada 2017 diketahui bahwa rata-rata komsumsi energi balita di Aceh hanya 72,4% berada dalam kategori defisit/sangat kurang dan berada pada posisi terendah dari seluruh Indonesia. Rata-rata konsumsi protein balita di Aceh 47,5,0% kategori defisif/sangat kurang dan rata-rata konsumsi lemak balita Aceh 71,9%, mengalami konsumsi lemak yang defisit/sangat kurang.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa Aceh merupakan provinsi dengan ketahanan pangan terendah dibanding provinsi lainnya, jika dilihat dari pengeluaran pangan dan nonpangan per kapita. Pengeluaran per kapita untuk kebutuhan pangan masyarakat Aceh 60,89%, sedangkan pengeluaran per kapita kebutuhan nonpangannya 39,11%. Tingginya prevalensi penyakit infeksi pada balita, juga merupakan satu penyebab peningkatan prevalensi stunting pada anak Aceh.

Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) menunjukkan, angka prevalensi kejadian diare pada anak balita nomor tiga tertinggi di Indonesia, yaitu 10% berada di atas angka Nasional. Sedangkan prevalensi Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA) pada balita nomor dua tertinggi di Indonesia yaitu 35%, juga di atas angka Nasional. Anak yang sering menderita penyakit infeksi khususnya diare akan memiliki risiko lebih besar menderita stunting.

Kejadian stunting pada anak khususnya balita akan sangat berdampak pada peningkatan prevalensi penyakit tidak menular pada masa ke depannya. Berdasarkan data Riskesdas 2013, Aceh merupakan satu provinsi yang terjadi peningkatan angka prevalensi Diabetes Mellitus (DM). Angka prevalensi penyakit DM pada masyarakat Aceh adalah 2,6%, berada diatas angka nasional 2,1%.

Seseorang yang mengalami stunting dengan berat badan yang normal akan mempunyai risiko 1,5 kali menderita DM. Sedangkan orang yang pendek dan gemuk mempunyai risiko 3,4 kali menderita DM, bila dibandingkan dengan mereka yang tidak pendek dan tidak gemuk. Demikian pula hipertensi, lebih mudah mengenai mereka yang tergolong gemuk-pendek, dibandingkan dengan yang kurus-pendek maupun dengan orang bertubuh normal.

Sebagai provinsi yang menerapkan pemberlakuan syariat Islam, pemanfaatan nilai nilai syariah dapat juga dijadikan modal untuk mengatasi masalah kesehatan di masyarakat. Misalnya, dalam mengatasi masalah stunting adanya anjuran menyusui bagi anak dari lahir sampai usia 2 tahun, yang merupakan konsep Islam. Hal ini sesuai dengan Firman Allah Swt, “Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan.” (QS. al-Baqarah: 233).

Menyusui secara eksklusif dan dilakukan sampai anak berusia 2 tahun merupakan satu cara efektif dalam menurunkan prevalensi stunting pada anak. Pemberian ASI secara eksklusif merupakan bagian dari gerakan peningkatan perbaikan gizi masyarakat, khususnya pada 1.000 hari pertama kehidupan (270 hari dalam kandungan dan 730 hari sampai anak usia 2 tahun). Masa ini adalah golden priode (masa emas) yang harus dijaga, sehingga anak Aceh ke depannya tidak stunting dan memiliki kualitas hidup dan pertumbuhan yang baik.

Bersifat spesifik
Intervensi stunting yang bersifat spesifik pada 1.000 HPK dapat dilakukan dengan; pemberian makanan tambahan ibu hamil, pemberian tablet zat besi ibu hamil, pencegahan penyakit infeksi kecacingan dan malaria ibu hamil, pemberian air susu ibu (ASI) eksklusif bayi 0-6 bulan, pemberian ASI hingga anak umur 2 tahun, pemberian makanan tambahan, pencegahan diare dan pemberian imunisasi, dan lain-lain.

Halaman
12
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved