Breaking News

Kupi Beungoh

Pendekatan Militer sebagai Resolusi Konflik di Papua, Tidakkah Pemerintah Belajar dari DOM Aceh?

Dua konten dalam satu konteks yang sama dituturkan oleh dua orang yang turut melewati konflik dan resolusi konflik di Aceh.

Editor: Zaenal
SERAMBINEWS.COM/Hand Over
Peneliti Centre of Terrorism and Radicalism Studies (CTRS), Ulta Levenia, bersama anak-anak di Papua. 

Karena pendatang ini memiliki kapabilitas tinggi dengan modal, akses, dan kemampuan (skill) untuk memanfaatkan anggaran pertumbuhan ekonomi Papua oleh pemerintah beserta infrastruktur yang mendukungnya.

Kondisi tersebut akan membuat rakyat Papua menjadi masyarakat nomor 2 sebagai pekerja yang tidak memiliki asset, yang berujung pada dependensi rakyat Papua kepada pendatang.

Hal ini kemudian menjadi indikator yang melatarbelakangi OPM untuk menolak segala bentuk negosiasi dengan pemerintah pusat selain kemerdekaan Papua.

Namun di sisi lain, Pemerintah Indonesia tidaklah salah melakukan pembangunan infrastruktur, karena memang kewajiban pemerintah membangun Papua dan memanfaatkan APBN maupun APBD.

Seharusnya Belajar dari Aceh

Kesimpulannya, entah dengan kesiapan militer apa yang dimiliki oleh OPM menghadapi operasi militer TNI-Polri yang dikerahkan pemerintah Indonesia.

Tetapi seharusnya pemerintah belajar dari kasus pemberontakan di Aceh maupun negara lain yang memiliki nuansa serupa, bahwa pendekatan militeristik tidak akan pernah menjadi resolusi konfik yang tepat.

Tindakan militer tidak akan membunuh keinginan OPM untuk memerdekakan diri dari Indonesia.

Kemudian, mengingat biaya kemanusian (humanity costs) yang tinggi dengan penerapan operasi militer menghadapi OPM karena organisasi tersebut berbaur dengan masyarakat sipil, maka pendekatan militer kemudian menjadi ancaman faktual Hak Asasi Manusia (HAM).

PENULIS (Ulta Levenia) bersama tokoh eks GAM, Bachtiar Abdullah, Munawar Liza Zain, Nek Tu, dan Ramli Ali alias Gumok, dalam sebuah kesempatan di Banda Aceh, beberapa waktu lalu.
Peneliti Centre of Terrorism and Radicalism Studies (CTRS), Ulta Levenia bersama tokoh eks GAM, Bachtiar Abdullah, Munawar Liza Zain, Nek Tu, dan Ramli Ali alias Gumok, dalam sebuah kesempatan di Banda Aceh, beberapa waktu lalu. (Hand Over)

Selanjutnya optimalisasi pembangunan infrastruktur juga perlu diiringi dengan pembangunan sosial dengan kebijakan afirmasi dan menjaga aset-aset milik pribumi untuk tidak dapat dimiliki atau dieksploitasi oleh imigran.

Berhubung dengan sumber daya alam Papua yang dibutuhkan oleh pelaku ekonomi, maka perihal ini dapat dirumuskan dengan kebijakan yang adil, tanpa mengurangi pertumbuhan perekonomian di Papua.

*) PENULIS adalah Peneliti Centre of Terrorism and Radicalism Studies (CTRS)

KUPI BEUNGOH adalah rubrik opini pembaca Serambinews.com. Setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis.

Halaman 4 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved