Tsunami di Banten dan Lampung

4 Fakta Singkat Tsunami yang Menerjang Wilayah Banten dan Lampung

Gelombang tinggi juga menyebabkan kerusakan pada sejumlah bangunan dan kendaraan.

Editor: Amirullah
Kompas TV & Instagram @sutopopurwo
Video Detik-detik Tsunami Anyer, Diduga Akibat Erupsi Gunung Anak Krakatau dan Gelombang Pasang Bulan Purnama 

SERAMBINEWS.COM - Sabtu (22/12/2018) pukul 21.33 WIB gelombang tinggi menerjang wilayah Banten dan Lampung.

Dikutip TribunTravel.com dari laman Kompas.com, tinggi gelombang pasang air laut tersebut mencapai lima meter.

Gelombang tinggi juga menyebabkan kerusakan pada sejumlah bangunan dan kendaraan.

Menurut Kepala Pusat Data dan Informasi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho, kemungkinan dampak gelombang tinggi yang pada akhirnya dinyatakan sebagai tsunami tersebut akan terus bertambah.

Baca: Kertas Cokelat Pembungkus Nasi Ternyata Bahaya Bagi Kesehatan, Salah Satunya Bisa Sebabkan kanker

Baca: Kronologi Tsunami di Banten Versi BMKG, BPPT Sebut Dipicu Erupsi Gunung Anak Krakatau

"Data sementara hingga Minggu (23/12/2018) pukul 04.30 WIB tercatat 20 orang meninggal dunia,  165 orang luka-luka, 2 orang hilang dan puluhan bangunan rusak.

Data korban kemungkinan masih akan terus bertambah mengingat belum semua daerah terdampak di data," kata Sutopo dalam keterangan tertulisnya, Minggu pagi.

Berikut TribunTravel.com merangkum beberapa fakta mengenai tsunami yang terjadi di kawasan Selat Sunda dari laman Kompas.com.

1. Sebelumnya sempat hanya dinyatakan sebagai gelombang tinggi

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyatakan gelombang itu merupakan tsunami.

BMKG menyampaikan kesimpulan tersebut setelah mendapatkan data dari 4 stasiun pengamatan pasang surut di sekitar Selat Sunda pada waktu kejadian tsunami, yaitu pukul 21.27 WIB.

Hasil pengamatan menunjukkan tinggi gelombang masing-masing 0.9 meter di Serang pada pukul 21.27 WIB, 0,35 meter di Banten pada pukul 21.33 WIB, 0,36 meter di Kota Agung pada pukul 21.35 WIB, dan 0,28 meter pada pukul 21.53 WIB di Pelabuhan Panjang.

Namun, BNPB menyebut gelombang tinggi tersebut bukan tsunami.

Baca: Hilang Saat Tsunami Banten, Istri Ifan Seventeen, Gitaris dan Drummer-nya Belum Ditemukan

Baca: Video Detik-detik Tsunami Anyer, Sutopo Purwo Nugroho Ungkap Dugaan Penyebabnya

Meski BMKG menyebut fenomena tersebut sebagai tsunami, BNPB dalam siaran persnya menyebutkan hal tersebut bukan tsunami, hanya gelombang tinggi.

"Gelombang naik cukup besar juga bersamaan dengan kencang. Fenomena ini disebabkan oleh adanya gelombang pasang. Apalagi saat ini sedang bulan purnama sehingga menyebabkan permukaan air laut naik," kata Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho.

Pernyataan BNPB didasarkan pada laporan BMKG bahwa tidak ada gempa besar yang dapat membangkitkan tsunami, baik gempa di sekitar Selat Sunda maupun di Samudera Hindia.

2. Penyebab gelombang tinggi masih diselidiki

Menurut Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho fenomena gelombang pasang ini juga tidak ada hubungannya dengan erupsi Gunung Anak Krakatau.

"Sejak tadi pagi memang terjadi erupsi, namun erupsi kecil yang tidak menimbulkan pengaruh kenaikan gelombang air laut," kata Sutopo.

3. Memiliki kemiripan dengan tsunami di Palu dan Donggala

Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, mengatakan dalam konferensi pers pada Minggu (23/12/2018) dini hari bahwa berdasarkan ciri gelombangnya, tsunami yang terjadi kali ini mirip dengan yang terjadi di Palu, Sulawesi Tengah lalu.

"Periodenya (periode gelombang) pendek-pendek," katanya.

Menurut BMKG, gelombang yang menerjang bisa jadi lebih tinggi dari yang terdata sebab ada beberapa wilayah di sekitar Selat Sunda yang punya morfologi teluk seperti di Palu.

Baca: Tim Gabungan TNI dan Polri Temukan 3 Jasad Anggota KKB di Papua, 1 Dibakar untuk Hilangkan Jejak

Baca: Video - Detik-detik Panggung Seventeen Band Roboh Diterjang Tsunami di Banten

4. Diduga dipicu oleh aktivitas Gunung Krakatau

Ahli tsunami dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Widjo Kongko melakukan kaji cepat mengenai gelombang tinggi alias tsunami kecil ini.

Widjo menduga ada indikasi tsunami dengan ketinggian tertinggi 0,9 meter tersebut disebabkan oleh erupsi Gunung Anak Krakatau yang pada Sabtu bererupsi hingga 4 kali, terakhir pada pukul 21.03 WIB.

"Kemungkinan besar terjadi flank failure/collapse akibat aktivitas Anak Krakatau petang ini dan akhirnya menimbulkan tsunami," katanya.

Jika benar hal itu sebabnya, maka fenomena ini masih bisa berulang.

"Aktivitas Anak Krakatu belum selesai dan flank atau collapse yang terjadi bisa memicu ketidakstabilan berikutnya," jelasnya ketika dihubungi Kompas.com Minggu (23/12/2018) dini hari.

Kepala Bidang Mitigasi Gunung Api Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Wawan Irawan yang dihubungi Kompas.com mengatakan, Anak Krakatau memang mengalami erupsi pada Sabtu pukul 18.43 WIB, terpantau dari Pos Pengamatan Gunung Api Pasauran.

Meski demikian, dia beranggapan bahwa erupsi Anak Krakatau terlalu kecil untuk menimbulkan gelombang besar.

"Saya pikir gelombang tinggi lebih karena pasang laut saja, karena kalau gelombang tinggi karena letusan gunung api perlu letusan yang sangat besar atau karena longsoran tubuh gunung api," jelasnya.

Ahli geologi Surono yang juga dihubungi oleh Kompas.com mengatakan hal yang sama.

(TribunTravel.com/Rizki A. Tiara)

Artikel ini telah tayang di Tribuntravel.com dengan judul 4 Fakta Singkat Tsunami Kecil yang Terjang Wilayah Banten dan Lampung

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved