BNPB Sebut Gunung Anak Krakatau Tak Akan Meletus Seperti Tahun 1833, Saat Ini Masih Terjadi Erupsi
Sutopo menambahkan, status Gunung Anak Krakatau saat ini adalah waspada atau level 2.
SERAMBINEWS.COM, JAKARTA - Kepala Pusat Data, Informasi dan Hubungan Masyarakat Badan Nasional Penanggulangan Bencana ( BNPB) Sutopo Purwo Nugroho mengatakan, Gunung Anak Krakatau tidak akan meletus besar seperti di tahun 1883.
Sebab, kala itu tiga gunung yang ada di Selat Sunda meletus secara bersamaan, yaitu Gunung Rakata, Gunung Danan, dan Gunung Perbuwatan.
Akibat letusan itu, ketiga gunung menjadi habis.
Selanjutnya, akibat proses alam, muncul Gunung Anak Krakatau di tahun 1927.
"Gunung Anak Krakatau (magma) dapurnya tidak akan besar seperti sana (ketiga gunung terdahulu)," kata Sutopo di kantor BNPB, Utan Kayu, Jakarta Timur, Selasa (25/12/2018).
"Banyak para ahli mengatakan, untuk terjadi letusan yang besar masih diperlukan sekitar 500 tahun lagi ke depan," sambungnya.
Sutopo menambahkan, status Gunung Anak Krakatau saat ini adalah waspada atau level 2.
Status tersebut berdasarkan yang ditetapkan oleh Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG).
Menurut pantauan mereka, hingga saat ini masih terus terjadi erupsi dari Gunung Anak Krakatau.
"Jadi jangan percaya sejak tadi pagi banyak (kabar) beruntun bahwa status Gunung Anak Krakatau dinaikan menjadi siaga, tetap dalam hal ini statusnya waspada, dan erupsi Gunung Anak Krakatau sebenarnya berlangsung sejak Juni 2018 sampai hari ini," tutur Sutopo.
Sutopo menerangkan, tipe Gunung Anak Krakatau adalah strombolian.
Artinya, gunung tersebut melontarkan lava pijar dan abu vulkanik secara terus menerus.
Dengan tipe tersebut, PVMBG telah menetapakan, sepanjang 2 kilometer dari puncak kawah dinyatakan sebagai zona berbahaya.
Sehingga tidak boleh ada aktivitas manusia.
Erupsi Gunung Anak Krakatau diduga menjadi salah satu penyebab tsunami di wilayah Selat Sunda, Sabtu (22/12/2018).
BNPB mencatat, hingga Selasa (25/12/2018) pukul 13.00, jumlah korban meninggal dunia meningkat menjadi 429 orang.
Jumlah itu meliputi korban di 5 kabupaten, yaitu Kabupaten Serang, Pandeglang, Lampung Selatan, Pesawaran, dan Tanggamus.
Selain korban meninggal, tercatat 1.485 orang luka-luka, 154 orang hilang.
BNPB juga mencatat, ada 16.802 orang yang mengungsi di sejumlah daerah.
Jumlah tersebut masih sangat mungkin bertambah seiring dengan proses evakuasi yang masih terus dilakukan.
Kerusakan fisik meliputi 611 unit rumah rusak, 69 unit hotel-vila rusak, 60 warung-toko rusak, dan 420 perahu dan kapal rusak.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyebutkan, ada dua peristiwa yang kemungkinan menjadi pemicu gelombang tsunami tersebut, yakni karena aktivitas erupsi Gunung Anak Krakatau dan gelombang tinggi karena cuaca di perairan Selat Sunda.
Sementara itu, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) menyatakan masih mendalami apakah kaitannya gelombang itu dengan aktivitas anak Gunung Krakatau yang beberapa bulan terakhir menunjukan letusan-letusan kecil.
Lebih dari 400 letusan kecil terjadi pada Gunung Anak Krakatau ini.
Gunung yang terletak di tengah laut atau yang berada di pinggir pantai seperti Gunung Anak Krakatau ini sewaktu-waktu sangat berpotensi menghasilkan volcanogenic tsunami.
Gunung Anak Krakatau merupakan kaldera atau fitur vulkanik yang terbentuk akibat erupsi besar Gunung Krakatau pada abad ke-19.
Menurut beberapa catatan sejarah, Gunung Krakatau meletus pada 27 Agustus 1883 sekitar pukul 10.20.
Letusan Gunung Krakatau ini tercatat dalam The Guinness Book of Records sebagai "letusan terhebat yang terekam dalam sejarah (the most powerful recorded explosion in history).
Tsunami Selat Sunda seakan mengingatkan akan potensi bahayanya Gunung Krakatau yang pernah menjadi penyebab bencana terdahsyat dalam sejarah.
Sebagai bangsa yang tinggal di Lingkaran Api Pasifik atau Ring of Fire, tentunya Indonesia harus menyiapkan diri menghadapi erupsi, terutama dampaknya terhadap masyarakat.

Baca: Puisi Karya Sastrawan Taufiq Ismail Paling Banyak Diterjemahkan dalam Bahasa Asing
Baca: Suara Dentuman Misterius Meluas, Diduga Berasal dari Tengah Laut, BMKG Tak Bisa Pastikan Penyebabnya
Baca: Kebakaran Dua Ruko di Lhokseumawe, 19 Sepmor dan Satu Mobil Hangus, Lima Jiwa Mengungsi
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "BNPB Sebut Gunung Anak Krakatau Tak Akan Meletus Seperri Tahun 1833"