Heboh Warga Aceh Bikin Paspor untuk ke Jakarta, dari Postingan JS Prabowo Hingga Cerita Ketua YARA

Kelebihan Rp 9 juta dari budget awal yang dia siapkan, akan digunakan untuk menginap selama dua malam di Kuala Lumpur.

Penulis: Zainal Arifin M Nur | Editor: Zaenal
KOLASE SERAMBINEWS.COM/Twitter J.S Prabowo
Kolase foto postingan JS Prabowo dan peta jalur penerbangan Banda Aceh - Jakarta, dan Banda Aceh - Kuala Lumpur - Jakarta. 

SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH – Cerita tentang ironi masyarakat Aceh yang ingin bepergian dengan pesawat terbang ke Jakarta dan daerah-daerah lain di Indonesia, masih terus berlanjut.

Amatan Serambinews.com, beragam komentar, curhatan, dan keluhan terkait mahalnya harga tiket penerbangan domestik (dalam negeri), terutama dari Aceh ke daerah lain di Indonesia, masih meramaikan lini massa media sosial.

Tidak hanya warga Aceh, isu ini juga diangkat oleh beberapa tokoh nasional.

Tokoh militer dan politisi Indonesia, Letnan Jenderal TNI (Purn) Johannes Suryo Prabowo adalah di antara tokoh nasional yang mengangkat isu mahalnya tiket penerbangan domestik dari dan ke Aceh ini.

“Pasti ada yg SALAH. mosok penerbangan domestik, koq lebih MAHAL daripada menggunakan penerbangan internasional. Harga tiket domestik Banda Aceh–Jkt Rp 3 juta sementara harga tiket Banda Aceh-Jkt via Kuala Lumpur Rp 1 juta. Ironis banget,” cuit Mantan Kasum TNI dan mantan Wagub Timor Timur ini, melalui akun twitternya @marierteman, Sabtu (12/1/2019).

Postingan Suryo Prabowo (capture/Twitter/@marierteman)
Postingan Suryo Prabowo (capture/Twitter/@marierteman) ()

Menyertai statusnya, Suryo Prabowo juga menyematkan link berita Serambinews.com yang berjudul “Fenomena Baru di Aceh, Ramai-ramai Bikin Paspor untuk Pergi ke Jakarta”.

Hingga Sabtu (12/1/2019) pukul 15.30 WIB, cuitan JS Prabowo ini sudah diretweet lebih 1.000 kali, dan mengundang banyak komentar warganet.

Pengamat penerbangan Alvin Lie adalah salah satu yang ikut berkomentar dalam postingan tersebut.

Menanggapi seorang netizen yang meminta pendapatnya, Alvin Lie yang juga Anggota Ombudsman RI masa bakti 2016-2021 ini mengatakan, mahalnya harga tiket penerbangan domestik Indonesia, dipengaruhi karena mahalnya harga avtur (bahan bakar pesawat).   

Padahal, katanya, bahan bakar adalah biaya terbesar dalam penerbangan, kira-kira 45% dari biaya penerbangan adalah untuk bahan bakar.

“Kalau ingin transportasi udara kita lebih efisien dan kompetitif, maka pasokan avtur kita perlu direformasi,” kata Alvin Lie.

Baca: Garuda Bertahan Tarif Batas Atas

Di laman Facebook Serambinews.com, dalam 22 jam setelah diposting atau hingga Sabtu (12/1/2019) pukul 17.00 WIB, postingan berita ini menjangkau 202.391 warganet, dengan 37.939 interaksi, dan 1.662 kali dibagikan.

Komentar-komentar 156 warganet yang memberikan komentarnya, bisa dilihat di link berikut.

Hemat Rp 18 Juta

Sementara itu, Ketua Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA) Safaruddin SH kembali mengirimkan pesan Whatsapp dan menceritakan lebih detil pengalaman pertamanya terbang ke Jawa harus melalui negara tetangga Malaysia.

Pria yang berprofesi sebagai pengacara ini memang sering bolak balik ke Jakarta untuk berbagai keperluan, terutama terkait perkara di Mahkamah Agung (MA), Mahkamah Konstitusi (MK), dan Komisi Informasi Publik (KIP), Pengadilan Jakarta Utara, dan lainnya.

Direktur Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (Yara), Safaruddin, Kamis (20/12/2018) memperlihatkan surat penangkapan di depan sejumlah wanita bercadar yang mengaku kehilangan suami saat melapor ke Kantor Yara di Banda Aceh. Mereka melaporkan kehilangan anggota keluarganya yang diyakini diciduk Datasemen Khusus (densus 88) antiteror terkait isu teroris.
Direktur Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (Yara), Safaruddin, Kamis (20/12/2018) memperlihatkan surat penangkapan di depan sejumlah wanita bercadar yang mengaku kehilangan suami saat melapor ke Kantor Yara di Banda Aceh. Mereka melaporkan kehilangan anggota keluarganya yang diyakini diciduk Datasemen Khusus (densus 88) antiteror terkait isu teroris. (SERAMBINEWS/M ANSHAR)

Karena sering menumpang pesawat Garuda Indonesia, Safaruddin didapuk untuk memegang kartu GarudaMiles Platinum dengan nomor 725 054 116.

Pemegang kartu ini mendapatkan pelayanan kelas I dalam setiap penerbangan Garuda Indonesia.

Baca: Pegang Kartu Platinum, Kakak Ketua FPI Palu Penumpang Tunggal Garuda Indonesia, Begini Ceritanya

Namun kali ini, Safaruddin SH ternyata lebih memilih maskapai negara tetangga Air Asia untuk pergi ke Malang, Jawa Timur.

Sebabnya, selain karena kepergiannya kali ini untuk kepentingan pribadi, Safaruddin juga membawa serta istri, tiga orang anak, dan satu familinya (total 6 orang).

Karena pergi dari Aceh ke Malang dilakukan melalui jalur penerbangan internasional, maka Safaruddin sekeluarga harus membekali diri dengan paspor.

Jadilah, tiga orang anak dan satu familinya menjadi bagian dari orang-orang Aceh yang membikin paspor untuk keperluan pergi ke Jakarta.

Baca: Pemegang Obligasi Diminta Melapor

Baca: Perempuan Bercadar Ini Simpan Tujuh Lembar Obligasi, Ini Jumlahnya

Safaruddin mengaku tidak menyangka dengan harga tiket penerbangan domestik yang naik gila-gilaan.

Biasanya, kata dia, tiket Garuda Indonesia dari Banda Aceh ke Surabaya adalah Rp 2,5 juta per orang.

Sehingga dia menyiapkan budget sebesar Rp 15 juta untuk tiket ke Surabaya.

Keadaan ini kemudian membuat Safaruddin mengecek secara detil harga tiket di situs penjualan tiket.

Saat dicek dua hari lalu, kata Safaruddin, untuk penerbangan bulan Februari, jika menempuh penerbangan domestik dengan maskapai Garuda Indonesia, perlu uang sebesar Rp 4 juta lebih per orang untuk tiket Banda Aceh - Jakarta - Surabaya.

Jadi, untuk enam orang, Safaruddin harus mengeluarkan uang sebesar Rp 24 juta.

Sementara melalui jalur Banda Aceh - Kuala Lumpur - Surabaya dengan maskapai Air Asia, harga tiketnya adalah Rp 950.000 per orang.

Maka, untuk 6 orang, Safaruddin hanya perlu mengeluarkan uang sebesar Rp 5.700.000.

Dengan menumpang Air Asia via Kuala Lumpur ini, Safaruddin bisa menghemat uang hingga Rp 18 juta, dibandingkan jika menumpang Garuda Indonesia melalui jalur domestik (dalam negeri).

Ia melanjutkan, meski dikeluarkan biaya pembuatan paspor, tetap saja lebih hemat.

Harga tiket senilai Rp 5.700.000 (untuk 6 orang) dari Banda Aceh ke Surabaya ini, kata Safaruddin, masih jauh lebih murah dari budget awal Rp 15 juta yang dia siapkan jika menumpang Garuda Indonesia, sebelum naik harga.

Karenanya, lanjut Safaruddin, kelebihan Rp 9 juta dari budget awal yang dia siapkan, akan digunakan untuk menginap selama dua malam di Kuala Lumpur.

“Sekalian bisa ajak keluarga jalan-jalan di Ibukota Negara Malaysia. Ini tentu lebih hemat dan menguntungkan, perjalanan ke Malang bisa sekalian jalan-jalan ke luar negeri,” kata Safaruddin.

Baca: DPRA Bentuk Tim Inventarisasi Obligasi

Baca: VIDEO - Pegang 8 Surat Obligasi, 3 Diantaranya Berjenis Pinjaman Negara

Pun demikian, Safaruddin berharap kepada Pemerintah Indonesia agar segera memperhatikan mahalnya harga tiket saat ini, karena bisa berdampak pada kurangnya kedekatan masyarakat Aceh dengan ibukota dan daerah-daerah lain di Indonesia.

“Khususnya kepada Garuda Indonesia, sebagai BUMN Garuda Indonesia dibentuk untuk kesejahteraan rakyat Indonesia, bukan sebaliknya,” lanjut Safaruddin.

Ia menambahkan, kebijakan penggunaan tarif batas yang mahal bagi penerbangan domestik ini, berdampak merugikan usaha masyarakat yang mengandalkan dari daya beli para penumpang pesawat.

“Seperti kami, harusnya uang kita belanjakan di Indonesia dengan membeli produk lokal yang diproduksi oleh UKM yang sedang digadang-gadang sebagai ujung tombak kebangkitan ekonomi kreatif menengah. Tetapi karena harus transit di Kuala Lumpur, maka kami pasti akan belanja di sana,” kata dia.

Karena itu, lanjut Safaruddin, bisa dipastikan akan banyak uang masyarakat Aceh yang berputar di Malaysia.

“Kalau seperti ini, tentu akan berdampak terhadap usaha rakyat lainnya. Jadi maskapai jangan hanya berpikir untuk kepentingan bisnisnya saja, tetapi perlu juga membantu menghidupkan ekonomi rakyat yang bergantung pada lalulintas penerbangan,” pungkas Safaruddin.

Baca: VIDEO - Pesawat Dakota DC-3 Seulawah RI 001 di Blangpadang Dibugarkan

Baca: Terjerat Utang Rp 355 Miliar, Semua Pesawat Sriwijaya Air Pasang Logo Garuda Indonesia

Sebelumnya, Bendahara DPP Partai Nanggroe Aceh, Lukman Age, juga menyorot mahalnya harga tiket penerbangan domestik ini.

Ia membandingkan, tiket pesawat dari Banda Aceh ke Jakarta dengan Garuda Indonesia dan maskapai dalam negeri lainnya, masih jauh lebih mahal daripada tiket pesawat dari Banda Aceh ke Perth Australia dengan menggunakan pesawat Air Asia.

Padahal jarak Banda Aceh - Perth (4.700 km) hampir dua kali lipat dari jarak Banda Aceh – Jakarta (2.535,7 km).

Lukman pun menumpahkan kekesalannya dengan menulis status di Facebooknya tentang tiket pesawat domestik yang kenaikan harganya gila-gilaan dalam sepekan terakhir.

“Masih tentang tiket pesawat, Banda Aceh (BTJ) ke Perth, Australia, via Kuala Lumpur hanya Rp 1.665.000. Sedangkan Banda Aceh ke Jakarta paling murah Rp 2.205.000. Mungkin pesawat di Indonesia BBM-nya pakai minyak wangi, maka mahal tiketnya,” tulis Lukman.

Status Lukman tersebut menuai komentar para netizen.

Bahkan ada yang bercanda sebaiknya Aceh menjadi bagian Malaysia saja, karena harga tiket AirAsia dari Aceh ke Malaysia sangat murah, seperti lazimnya harga tiket pesawat domestik.

Anggota DPR Aceh, Asrizal H Asnawi, ikut memosting status satire (sindiran) tentang fenomena baru yang terjadi di Aceh, sebagai dampak mahalnya harga tiket penerbangan domestik.

"Orang Aceh ke Jakarta pakai pasport, semoga orang Jakarta yg mau ke Aceh juga pakai pasport. Jelas sudah posisi kita," tulis Wakil Ketua Komisi IV DPRA ini, dalam status Facebooknya yang kemudian mengundang berbagai tanggapan warganet.

Baca: Tiket Domestik Gila-gilaan, Ke Luar Negeri Justru Lebih Murah, Begini Pendapat Guru Besar Unsyiah

Tanggapan Kemenhub

Diberitakan Tribunnews.com, Ditjen Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mengadakan pertemuan dengan Indonesia National Air Carriers Association (INACA) atau asosiasi maskapai penerbangan untuk mengonfirmasi tarif tiket pesawat.

“Telah dilakukan pertemuan antara Direktur Jenderal Perhubungan Udara yang diwakili oleh Direktur Angkutan Udara Maria Kristi Endah Murni dengan INACA," ungkap Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik Hengki Angkasawan di Jakarta, Jumat (11/1/2019).

Dari hasil pertemuan ini, dikatakan oleh Hengki bahwa tiket pesawat yang ditetapkan di Indonesia sudah tepat dan sesuai dengan aturan yang berlaku.

"Melalui pertemuan ini, Kemenhub menegaskan bahwa tarif maskapai yang berlaku masih sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 14 Tahun 2016 tentang Mekanisme Formulasi Perhitungan dan Penetapan Tarif Batas Atas dan Tarif Batas Bawah Penumpang Pelayanan Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri,” jelas Hengki.(*)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved