Kupi Beungoh

Nyak Sandang, Garuda Indonesia, dan “Kebaikan’’ Malaysia untuk Aceh

Kita tinggalkan Nyak Sandang sebentar yang masih menunggu realisasi janji masjid dan tiket umrah, kita beralih kembali ke masalah harga tiket pesawat

Editor: Zaenal
KOLASE SERAMBINEWS.COM/GOOGLE MAPS
Kolase foto Sekretaris KNPI Aceh Besar, Munawar AR, dan peta perjalanan dari Aceh ke Jakarta (langsung dan transit di Kuala Lumpur). 

Oleh : Munawar AR, M.Si*)

BEBERAPA waktu lalu publik dikejutkan oleh fenomena baru, di mana masyarakat Aceh berbondong-bondong melakukan permohonan pembuatan paspor. Padahal mereka ingin ke Jakarta dan daerah lain di pulau Jawa, yang masih wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Banyak pihak menganggap, ini adalah langkah cerdas orang Aceh dalam merespon kebijakan pemerintah, melalui BUMN, yang mencekik leher rakyat jelata.

Daripada menggelar demo yang rentan disusupi dan ditunggangi, lebih baik bikin paspor lalu cari alternatif penerbangan yang lebih murah via jalur internasional.

Terbukti, langkah cerdas orang Aceh ini sangat efektif menekan pihak penguasa (yang menguasai penetapan harga jual tiket pesawat di Indonesia).

Dua hari setelah berita “Fenomena Baru di Aceh, Ramai-ramai Bikin Paspor untuk Pergi ke Jakarta” heboh di media sosial, pihak maskapai penerbangan yang tergabung dalam Indonesia National Air Carrier Association (INACA) langsung menggelar konferensi pers.

Mereka sepakat menurunkan harga jual tiket pesawat rute domestik yang sejak beberapa waktu terakhir sangat dikeluhkan oleh masyarakat.

Kesepakatan maskapai penerbangan menurunkan harga tiket hingga 60 persen untuk jalur domsetik disambut sukacita oleh masyarakat Indonesia.

Bahkan, Tribunjambi.com edisi Minggu, 13 Januari 2019 mengangkat judul, Horeee Harga Tiket Pesawat Turun, Terima Kasih Warga Aceh!

Baca: Harga Tiket Turun, Terima Kasih Aceh

Judul berita yang diangkat oleh Tribunjambi.com, sudah cukup menegaskan kepada kita, bahwa kenaikan harga tiket pesawat rute domestik (dalam negeri) ini bukan hanya masalah bagi rakyat Indonesia yang ada di Aceh, tapi juga bagi rakyat Indonesia di provinsi-provinsi lainnya, paling tidak di Pulau Sumatera.

Hanya saja, entah mungkin karena kurang ide (gagasan) atau tidak berani melakukan protes secara terbuka, rakyat Indonesia di daerah lain lebih banyak memilih diam dan terima dengan keputusan semena-mena pihak maskapai.

Atau boleh jadi, rakyat Indonesia di provinsi lain tidak ada alternatif (pilihan) penerbangan seperti Aceh yang punya Air Asia, maskapai milik negara tetangga Malaysia yang menawarkan alternatif terbang dengan biaya murah dan berkualitas.

Tapi belakangan, ada berita yang lagi viral mengenai aksi warga Maluku yang juga ikut membuat paspor.

Bedanya, seperti penulis kutip dari portal berita berbasiskan jurnalisme warga atau citizen journalism Tabaos.id, aksi paspor yang dibikin warga Maluku ini bukan paspor benaran, tapi paspor mainan dengan logo dan tulisan yang berbeda dengan paspor Indonesia.

“Paspor Kedutaan Besar Maluku” demikian kalimat yang tertulis di cover paspor berwarna biru ini.

Direktur Beta Kreatif, Ikhsan Tualeka kepada wartawan mengatakan, aksi bikin paspor Maluku ini hanya sebagai sindiran dan protes kepada pemerintah yang menaikkan harga tiket pesawat domestik secara gila-gilaan.

Menurut dia, harga tiket dari Ambon ke Jakarta hampir sama dengan harga tiket perjalanan Jakarta ke Amsterdam, sehingga orang Maluku yang mau ada keperluan ke Jawa sudah sama seperti pergi ke luar negeri.

Sayangnya, kata dia, warga Maluku tidak punya alternatif penerbangan seperti halnya warga Aceh.

Sehingga mereka hanya bisa melakukan protes dengan cara-cara sindiran, agar tidak hanya diam dan menyerah dengan keadaan.

Rewind Aksi Warga Aceh

Baiklah, kita ulang sedikit aksi warga Aceh yang paling tidak mendapat apresiasi dari Jambi dan Maluku.

Seperti ramai diberitakan, semenjak harga tiket naik, sebagian warga Aceh yang berangkat ke Jakarta menggunakan uang pribadi, lebih memilih rute penerbangan internasional dibandingkan domestik.

Hal ini dibuktikan dengan postingan warganet perbandingan harga tiket antara penerbangan domestik Banda aceh-Medan-Jakarta atau Banda Aceh-Jakarta dengan penerbangan melalui jalur internasional Banda Aceh-Kuala Lumpur-Jakarta.

Baca: Fenomena Baru di Aceh, Ramai-ramai Bikin Paspor untuk Pergi ke Jakarta

Kolase foto suasana di terminal keberangkatan Bandara SIM Blangbintang Aceh Besar dan peta jalur penerbangan Banda Aceh - Jakarta, dan Banda Aceh - Kuala Lumpur - Jakarta.
Kolase foto suasana di terminal keberangkatan Bandara SIM Blangbintang Aceh Besar dan peta jalur penerbangan Banda Aceh - Jakarta, dan Banda Aceh - Kuala Lumpur - Jakarta. (KOLASE SERAMBINEWS.COM/BUDI FATRIA)

Perbedaan mencolok tampak dari keduanya. Harga tiket Banda Aceh-Jakarta mencapai Rp 3 juta, sementara harga tiket Banda Aceh-Jakata via Kuala Lumpur hanya Rp 1 juta.

Sebagai bentuk kekecewaan, beragam komentar warganet ditumpahkan di setiap berita tentang harga tiket ini.

 “Naik 120%, turun 60%. Artinya masih juga naik 60% donk.. mau ngibul ceritanya,” tulis pemilik akun Maulidar sembari memasang emoticon tertawa, dalam kolom komentar postingan berita “Fenomena Warga Aceh Ramai-ramai Bikin Paspor Harga Tiket Pesawat Akhrinya Diturunkan” di Fans Page Serambinews.com.

Dalam berita yang sama, di kolom komentar lainnya pemilik akun Hasan Basri M Nur menulis “Maunya jangan diturunkan dulu, tunggu sampai spirit nasionalisme Indonesia pudar. Duh...!.

Di komentar lainnya pemilik akun Zoel Karnain ketika mengomentari komentar pemilik akun Nasruddin Bintang menulis “Cikal Bakal garuda dari sumbangan rakyat Aceh bagai Air susu dibalas air tuba’’.

Cikal Bakal Garuda Indonesia

Harga tiket pesawat yang mahal, terutama Garuda Indonesia, yang memantik aksi warga Aceh ramai-ramai bikin paspor untuk sekedar pergi ke Jakarta, membuat pikiran saya kembali terbayang akan berita heboh surat utang (obligasi) atas pembelian pesawat terbang pertama Indonesia saat itu bernama Dakota RI 001.

Obligasi pembelian pesawat angkut pertama yang dimiliki Republik Indonesia ini, kembali menegaskan bahwa Aceh adalah daerah modal bagi kemerdekaan Indonesia.

Dalam obligasi, tecatat secara detail siapa pemilik, berapa jumlah hasil obligasi dan berapa lama jangka waktunya.

Nyak Sandang pria kelahiran Mukhan, 4 Februari 1927 yang berdomisili di Aceh Jaya menjadi salah satu penyumbang modal pertama pembelian pesawat perdana Indonesia.

Sebenarnya, bukan hanya Nyak Sandang seorang, karena kala itu, saat Indonesia baru merdeka, tidak mungkin satu orang mampu membeli pesawat terbang.

Baca: Bicara di Depan Ulama Aceh, UAS: Nyak Sandang Ikon yang Telah Menolong Negeri Ini dengan Hartanya

Baca: VIDEO – Ustadz Abdul Somad Ajak Masyarakat Aceh Mengikuti Jejak Nyak Sandang

Bahkan, kala itu, saat baru-baru awal merdeka, orang di satu pulau besar pun belum tentu mampu membeli pesawat terbang.

Mungkin saja jika seluruh orang di pulau Sumatera atau rakyat Indonesia di Pulau Jawa atau di pulau-pulau lainnya menyumbang, akan mampu membeli pesawat terbang untuk menyokong kemerdekaan Indonesia.

Tapi bisa jadi rakyat tak mau menyumbang, karena belum percaya dengan pemerintah baru atau masa depan republik yang baru merdeka.

Buktinya, Presiden pertama Indonesia Ir Soekarno tidak meminta sumbangan kepada rakyat di pulau-pulau itu.

Beliau datang ke Aceh, karena beliau tahu, di sinilah markasnya para saudagar yang dermawan.

Tapi itu dulu, orang Aceh begitu ikhlas membantu ketika Indonesia masih coba berdiri di atas kaki sendiri.

Saat ini, Nyak Sandang masih menyimpan rapi bukti dokumen berupa obligasi yang merupakan surat pernyataan utang dari pemerintah Indonesia terhadap dirinya.

Sumbangan modal pembelian pesawat itu dijanjikan pemerintah, akan dikembalikan beserta dengan pemberian hadiah dalam kurun waktu 40 tahun.

Tapi hingga kini, setelah 73 Tahun Indonesia merdeka belum ada tanda-tanda pengembalian, justru sebaliknya kedermawanan masyarakat Aceh saat itu, kini bak seakan dibalas ‘’tuba’’ oleh Garuda Indonesia.

Belakangan saya mendapat informasi, Nyak Sandang masih menunggu janji Presiden Jokowi untuk membangun masjid di kampung halamannya, sebagai balasan dari pemerintah Indonesia kepada warga kampungnya yang telah menyumbang pada awal kemerdekaan dulu.

Kita tinggalkan Nyak Sandang sebentar yang masih menunggu realisasi janji bangunan masjid dan tiket umrah, kita beralih kembali ke masalah harga tiket kapal terbang.

Baca: Presiden Jokowi Bertemu Nyak Sandang di Bandara SIM Aceh Besar, Bicarakan Masjid dan Ingin Naik Haji

Baca: Presiden Kabulkan Permintaan Nyak Sandang

Semestinya untuk mengakses penerbangan Garuda Indonesia masyarakat Aceh selaku pemilik modal mendapatkan layanan khusus seperti pemotongan harga, atau penerbangan haji gratis bagi penyumbang obligasi yang telah terverifikasi oleh Bursa Efek Indonesia.

Jejak penting dalam sejarah penerbangan ini akan terus dikenang jika pemerintah Indonesia terus berkilah, terutama untuk melunasi obligasi masyarakat Aceh.

Anak-anak bermain di bawah monumen pesawat Dakota RI-001 Seulawah, di Lapangan Blangpadang, Banda Aceh, Januari 2019. Pesawat angkut pertama milik Republik Indonesia dibeli dengan uang sumbangan rakyat Aceh. Pesawat Dakota RI-001 Seulawah ini adalah cikal bakal berdirinya perusahaan penerbangan niaga pertama, Indonesian Airways (Garuda Indonesia). Pesawat ini sangat besar jasanya dalam perjuangan awal pembentukan negara Indonesia.
Anak-anak bermain di bawah monumen pesawat Dakota RI-001 Seulawah, di Lapangan Blangpadang, Banda Aceh, Januari 2019. Pesawat angkut pertama milik Republik Indonesia dibeli dengan uang sumbangan rakyat Aceh. Pesawat Dakota RI-001 Seulawah ini adalah cikal bakal berdirinya perusahaan penerbangan niaga pertama, Indonesian Airways (Garuda Indonesia). Pesawat ini sangat besar jasanya dalam perjuangan awal pembentukan negara Indonesia. (SERAMBINEWS.COM/ZAINAL ARIFIN M NUR)

Bantu Dua Negara

Jika bertahan lama, keterpaksaan masyarakat membuat paspor sebagai syarat terbang ke Jakarta via Malaysia akan membuat disintegrasi antara Aceh dan Jakarta.

Memang sejarah telah mencatat hubungan Aceh dan Malaysia bak saudara kandung yang serumpun.

Tapi, di balik fenomena ini setidaknya Aceh telah mampu membantu 2 negara.

Pertama, Aceh telah membantu Indonesia di awal kemerdekaan dengan menyumbang harta agar dapat membeli pesawat Dakota cikal bakal Garuda Indonesia.

Dokumen sejarah telah membuktikan hingga kini masih tersimpan rapi pada pemegangnya.

Kedua, Aceh membantu malaysia keluar dari krisis. Karena tiket domestik yang mahal membuat warga Aceh mulai mengalihkan kunjungannya ke Malaysia ketimbang Jakarta dan sekitarnya.

Orang yang dulunya tak pernah terbayang datang ke Malaysia akan memberanikan diri singgah di negara jiran itu.

Baca: Saudagar Asal Aceh Ini Sumbang Rp 72 Juta, Bayi Kembar di RS Malaysia Kembali ke Pelukan Ibunya

Baca: Warga Aceh di Malaysia Peringati Maulid Nabi, Potong 3 Ekor Kerbau dan 5 Sapi

Lama kelamaan akan terbiasa ke Malaysia dengan segala kemudahan-kemudahannya.

Sehingga sedikit tidaknya akan berpengaruh pada kunjungan wisatawan ke malaysia.

Apalagi di zaman digital ini, di mana orang-orang senang memposting foto-foto dan pengalaman ke Malaysia.

Dengan sendirinya telah mempromosikan wisata di negara tetangga itu. Bahkan wisatawan bisa melanjutkan ke negara tetangga Malaysia seperti Thailand dan Singapura.

Tentu kita berharap Pemerintah Aceh mampu melobi Toni Fernandes pemilik maskapai Air Asia dan pemerintah Malaysia berbaik hati agar penerbangan ke Jakarta via Malaysia tidak harus membawa paspor lagi.

Bagaimana pun, untuk saat ini kami berterima kasih kepada Malaysia yang telah memberikan kemudahan dan kemurahan bagi rakyat Aceh untuk terbang ke Jakarta.

Tanpa Air Asia, atau jika pemerintah Malaysia mempersulit, tentu orang Aceh harus seperti warga Indonesia di Maluku, yang hanya bisa memamerkan paspor sindiran untuk memprotes para “lintah udara”.

Terima kasih Malaysia telah membuat semua warga Aceh kini bisa terbang. Now everyone can fly...

Baca: Asyik! Liburan ke Luar Negeri Lebih Hemat 50 Persen dengan Air Asia

*) PENULIS Munawar AR adalah Aktivis KWPSI dan Sekretaris KNPI Aceh Besar, berdomisili di Kutabaro Aceh Besar

KUPI BEUNGOH adalah rubrik opini pembaca Serambinews.com. Setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved