Sosok Jurnalis

Acha, Wartawan Investigasi Aceh Pertama yang Menghentak Dunia Lewat Laporan Tragedi Cot Pulot Jeumpa

Nama Acha akan selalu abadi tercatat dalam sejarah pers Aceh sebagai sosok wartawan sejati atas jasanya mengungkap sebuah fakta dan kebenaran.

Penulis: Ansari Hasyim | Editor: Ansari Hasyim
SERAMBINEWS.COM/ Facebook Herman Doank
Achmad Chatib Ali atau sering disingkat menjadi Acha adalah sosok yang paling berjasa dalam mengungkap sebuah peristiwa besar yang menewaskan 99 warga Aceh dalam tragedi berdarah Cot Pulot Jeumpa, Aceh Besar. 

Disebutkan pada tanggal 26 Februari 1955 kira-kria jam 12 siang WSu (Waktu Sumatera) sepasukan alat-alat negara menangkap seluruh lelaki penduduk Cot Jeumpa yang didapati di rumah.

Mereka dikumpulkan di pinggir laut. Lalu tanpa periksa, seluruh pria itu ditembak hingga semua rebah bermandikan darah.

Peristiwa mewartakan pada tanggal 28 Februari 1955, kira-kira jam 12 siang WSu, orang berpakaian seragam menembak mati 64 warga Leupung.

Mereka ditangkap di rumah, sedang melempar jala, memancing dan lain-lain. Kemudian dikumpulkan di pinggir laut.

Peristiwa memberitakan, mayat-mayat yang bergelimpangan itu dikuburkan dalam dua lubang besar. Peristiwa juga memuat nama korban lengkap dengan umur dan tempat tinggal

Tentu militer Indonesia menolak publikasi Peristiwa. Komandan Tentara Teritorium I Bukit Barisan Pada tanggal 10 Maret 1955 memberi penjelasan kejadian sebagai berikut.

Pada tanggal 22 Februari 1955 sepasukan tentara yang ditempatkan di Lhong berangkat pagi-pagi jam 06.30 WSu, 16 tentara dari Peleton 32 Batalyon 142 menuju Kompi II di Lhok Nga untuk mengambil bahan makanan dan bensin.

Pada sorenya satu satu truk membawa perbekalan dan bensin menuju Lhoong.

Ibarat membungkus bangkai, pasti tercium bau. Pemimpin Redaksi Peristiwa Achmad Chatib Aly (sering disingkat menjadi Acha) melakukan investigasi yang luar biasa.

Koran yang terbit di Jalan Merduati Nomor 98 Kutaradja itu menjadi tumpuan warga untuk mengetahui hal-hal yang coba disamar-samarkan itu.

Kala itu, militer Indonesia memblokir jalan ke Tempat Kejadian Perkara (TKP). Acha tidak kehilangan akal dengan menyewa boat nelayan.

Tugas jurnalistik ditunaikan Acha dengan baik. Seminggu kemudian, Peristiwa edisi 3 Maret 1955 memuat laporan bernas di halaman satu dengan judul “Bandjir Darah di Tanah Rentjong”.

Peristiwa edisi 10 Maret 1955 mencantumkan daftar warga yang ditembak oleh Batalyon 142, Peleton 32 dengan memakai senjata Bren, 2 mobil, 2 jeep, 2 truk.

Berdasarkan pemberitaan Peristiwa yang dirintis pada awal tahun 1954, Hasan Tiro yang tinggal di New York Amerika Serikat mengetahui sepak terjang Indonesia.

Diplomat cerdas ini menilai eksekusi massa itu adalah genosida. Hasan Tiro yang dicabut paspor diplomatik Indonesia pada tahun 1954 semakin yakin, Aceh yang diibaratkan sebagai bagian dari puluhan kamar yang berteduh dalam rumah bernama Indonesia sudah waktunya dipertanyakan.

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved