Kisah Anak Penjual Sayur yang Alami Gangguan Saraf Usus dan Gizi Buruk, Kini Dirawat di RSUZA
Ahmatul Fajri (3,5) terus menangis siang malam menahan perih dan sakit. Sekali-kali ia meronta sambil mencopot selang infus dan perban di tubuhnya.
Penulis: Muhammad Nasir | Editor: Taufik Hidayat
Laporan Muhammad Nasir | Banda Aceh
SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Balita Ahmatul Fajri (3,5) terus menangis siang malam menahan perih dan sakit. Sekali-kali ia meronta sambil mencopot selang infus dan perban yang membaluti perutnya.
Suara tangisannya sudah sering didengar oleh keluarga pasien di ruang Raudhah Rumah Sakit Umum Zainoel Abidin Banda Aceh.
Ahmatul Fajri merupakan bocah penderita hisprung yaitu kondisi gangguan usus yang tidak memiliki saraf. Sehingga penderita tidak lancar BAB. Selain itu, ia juga menderita gizi buruk.
Ia merupakan anak dari pasangan Sugianto, seorang penjual sayur keliling dan Maisarah. Mereka merupakan warga Gampong Pisang,Suak, Aceh Barat Daya.
Sudah dua bulan terakhir Ahmatul dirawat di RSUZA.
Ia sudah tiga kali masuk ke ruang operasi untuk diambil tindakan terhadap penyakit. Kondisi berat badannya terus turun, saat ini beratnya sekitar 7,8 kg.
Saat ini tim dokter sedang menunggu waktu untuk melakukan operasi yang keempat, namun berat badannya belum memungkinkan dilakukan operasi.
Baca: Data Terbaru, Tiga Kasus Gizi Buruk Ditemukan di Pidie
Baca: Bocah Gizi Buruk Asal Subulussalam Meninggal Dunia di RSUZA
Baca: Begini Kondisi Bocah Gizi Buruk di Aceh Utara Setelah Sepekan tidak Makan
Maisarah, ibu dari Ahmatul kepada Serambinews.com menceritakan, anaknya itu lahir dalam kondisi normal dengan berat badan 3 Kg.
Keanehan mulai terlihat sejak ia memasuki usia satu bulan. Kata Maisarah, anaknya mulai sering sakit.
Maisarah melanjutkan, setahun lalu, sekitar awal 2O18, mereka membawa anak bungsunya itu ke Rumah Sakit Tgk Di Pekan Blang Pidie, Abdya. Saat itu Ahmatul masih berusia dua tahun.
Di rumah sakit itu, dokter mendiagnosa jika balita itu mengidap hisprung. Mereka merekomendasikan jika harus segera dirujuk ke Banda Aceh.
Namun, meskipun mengetahui semua biaya berobat gratis, pihak keluarga saat itu terkendala biaya hidup saat di Banda Aceh. Sehingga upaya merujuk Ahmatul ke Banda Aceh ditunda.
"Ayahnya ini cuma jualan sayur keliling di kampung, lakunya tak menentu, makanya saat itu kalau kami rujuk ke Banda Aceh kami mikir gimana, mau makan apa," ujar ibu dua anak ini.
Kemudian, dua bulan lalu, awal Februari 2019, kondisi Ahmatul kembali drop. Mereka membawanya kembali ke rumah sakit Tengku Pekan.
Oleh pihak RS, dari IGD mereka langsung dirujuk ke RSUZA. Melihat kondisi anaknya yang semakin kritis, kedua orang tua pun menyutujui dirujuk.
Sehingga akhirnya Ahmatul dirawat di Banda Aceh. Selama di RSUZA, Maisarah mengaku jika anaknya mendapat perhatian yang bagus dari tim medis.
Baca: Pasien RSUZA Mengeluh Kepanasan
Baca: Setelah Diusul SP3 oleh Kejati Aceh, Kini Kasus CT Scan RSUZA Jadi Bahan Korsup KPK
Baca: Jaksa Agung belum Respon Usulan Kajati Aceh, Terkait Permintaan Penghentian Kasus CT Scan RSUZA
Katanya, selama ini anaknya memang terus-terusan menangis, karena ia menahan sakit di perutnya.
Sehingga Maisarah dan suami yang hanya berdua menjaga anaknya, keseringan tidak tidur jika malam.
Salah satu kendala selama anaknya dirawat di Banda Aceh, mereka memang tidak memiliki uang sama sekali untuk kebutuhan hidup.
Meskipun semua biaya pengobatan ditanggung BPJS Kesehatan. Namun mereka butuh uang untuk biaya hidup atau makan, kebutuhan nutrisi anaknya, hingga untuk membeli pampers anaknya yang tidak ditanggung dalam asuransi.
"Meskipun tidak ada uang, kami bertahan. Saya berharap ada keajaiban untuk dia (Ahmatul), semoga dia cepat sembuh. Saat ini saya sering menelpon orang yang saya kenal, minta bantu kerja apa saja buat ayahnya," jelas Maisarah.
Baca: Lima Desa Terdampak Erosi Krueng Babahrot, Pemkab Abdya Didesak Bangun Tanggul Pengaman Tebing
Baca: Kwik Kian Gie Ungkap Hanya Ada 3 Presiden yang Berani Berperang Melawan Asing, Siapa Saja?
Baca: VIDEO - Derita Ahmatul Fajri di Tengah Sulitnya Perekonomian Orang Tua
Menurutnya, selama ini untuk kebutuhan anaknya juga ada dibantu secara pribadi oleh dokter maupun perawat di rumah sakit itu.
Sedangkan biaya hidup mereka sering dibantu oleh keluarga pasien yang satu ruangan.
Sejak beberapa hari lalu, kabar tentang anaknya dirawat mulai menyebar dan diketahui orang. Akhirnya mereka kedatangan tamu yang menjenguk sambil memberi sedikit bantuan agar mereka dapat bertahan di Banda Aceh sambil merawat anaknya.
"Sebenarnya saya malu diberikan begini, makanya saya tanya-tanya ke orang kalau ada kerja yang bisa dilakukan, ayahnya biarlah bekerja untuk mencari uang. Karena kalau pulang ke kampung belum mungkin," tandas Maisarah sambil meneteskan air mata.(*)