Citizen Reporter

Barhut, Sumur Angker bagi si Pemutus Silaturahmi

Pemilu serentak telah usai. Hingga hari ini, tak sedikit di antara kita yang masih deg-degan dengan hasil hitung manual

Editor: bakri
zoom-inlihat foto Barhut, Sumur Angker bagi si Pemutus Silaturahmi
IST
AIDIL RIDHWAN, pria asal Pante Garot, alumnus Al Ahgaff, melaporkan dari Hadhramaut, Yaman

OLEH AIDIL RIDHWAN, pria asal Pante Garot, alumnus Al Ahgaff, melaporkan dari Hadhramaut, Yaman

Pemilu serentak telah usai. Hingga hari ini, tak sedikit di antara kita yang masih deg-degan dengan hasil hitung manual yang akan diumumkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada 22 Mei nanti. Di sisi lain, sembari menunggu hasil penghitungan suara, Sabtu malam Minggu, 20 April ini umat muslim khususnya kedatangan tamu spesial; malam Nishfu Syakban. Malam beureuat, begitulah orang-orang di desaku, Pante Garot, Pidie, menyebutnya.

Nishfu adalah bahasa Arab yang berarti ‘setengah’. Jadi, malam Nishfu Syakban adalah malam ke-15 dari bulan Syakban. Ada banyak referensi syariat yang menyatakan kelebihan (fadilat) malam Nishfu Syakban ini.

Selain itu, malam Nishfu Syakban juga termasuk salah satu dari lima malam yang segala dosa hamba diampuni Sang Pencipta, kecuali dua golongan hamba, yakni orang syirik dan orang yang memutus tali silaturahmi.

Berbicara tentang silaturahmi, saya masih ingat tentang sebuah kisah ganjaran bagi para pemutus tali silaturahmi yang sering diceritakan guru saya di Pesantren Riyadhul Ulum, Pante Garot. Saya sebut saja namanya, Teungku Arsal. Sumber akurat kisah tersebut saya dapati di dalam kitab Al-Kabair, karya Imam Adz-Zahabi. Saya merasa perlu menceritakan di sini sebagai pengingat besarnya dosa bagi pemutus silaturahmi tersebut.

Diriwayatkan, ada seorang kaya naik haji ke Mekkah. Saat kepergiannya ke Arafah, ia titipkan uang 1.000 dinar kepada seseorang yang terkenal saleh dan amanah. Seusai pelaksanaan haji, ia pun ingin mengambil kembali uangnya itu. Tetapi ternyata orang tersebut telah meninggal, sedangkan keluarganya tidak ada yang tahu di mana uang itu disimpan.

Si kaya itu pun bertanya kepada ulama Mekkah. Oleh mereka, ia disarankan ketika tiba tengah tengah malam agar turun ke tepi sumur zamzam dan memanggil nama yang dimaksud. Jika ia ahli surga, maka akan ada jawaban dari dalam sumur.

Setelah saran itu ia lakukan, ternyata hasilnya nihil. Ia pun datang lagi kepada ulama menceritakan hal itu. Para ulama mengatakan bahwa bisa jadi orang itu bukan ahli surga. Lalu mereka menasihatinya agar pergi ke sumur Barhut yang ada di negeri Yaman. Disebutkan bahwa sumur itu adalah tepi jurang neraka. “Di tengah malam, berdirilah kamu di sana dan panggil nama orang yang kamu titipi uang itu!” Ia pun pergi ke Yaman dan melaksanakan apa yang disarankan.

Sesampai di sana, ia panggil nama orang dimaksud, ternyata ada jawabannya. Setelah ditanyakan, orang yang dikenal saleh itu pun menerangkan bahwa uang ia simpan di dalam tanah di samping rumahnya, “Galilah tanah itu, kau akan menemukan uang tersebut,” katanya.

Si kaya itu bertanya lagi, “Mengapa Tuan ada di sini, padahal selama ini kami mengenal Anda sebagai orang saleh?”

Ia menjawab, “Walaupun begitu, tetapi aku mempunyai seorang saudara perempuan yang miskin. Aku tidak mempedulikannya (baca: memutus silaturahmi dengannya), maka Allah Swt menghukumi dan menempatkanku di tempat ini akibat perbuatanku itu.” (Adz-zahabi, Al-Kabair, juz 1, hlm 47).

Di dalam kitab Ghidzaul Albab, As-Safariny menambahkan, si kaya tersebut kembali ke Mekkah dan menceritakan ihwal itu kepada keluarga orang saleh tadi seraya meminta diamaafkan agar orang tersebut selamat dari azab Allah Swt.

Singkatnya, saudari kandungnya itu pun memaafkan segala kesalahan saudaranya yang telah wafat itu. Keesokan harinya si kaya itu mendatangi lagi sumur zamzam untuk memanggil namanya dan ternyata si saleh itu pun menjawab. (Assafariny, Ghizaul Albab, juz 1, hlm 276).

Begitulah, arwah-arwah jahat, termasuk pemutus silaturahmi juga ditempatkan di sumur Barhut (Aceh: Mon Bruhut) itu. Mungkin Anda bertanya-tanya tentang keaslian sumur tersebut di Yaman. Iya benar, menurut warga Hadhramaut, sumur itu berada di lembah Barhut, bersebelahan langsung dengan lembah makam Nabiyullah Hud alaihissalam di Provinsi Hadhramaut, Yaman.

Sepulang dari ziarah makam Nabi Hud, di Hadhramaut, saya ditunjuki jalan masuk ke Mon Bruhut itu oleh sopir bus yang saya tumpangi beberapa waktu lalu. Di sebelah kiri jalan utama lintas Tarim-Syi’ib Hud terlihat sepintas jalan tak beraspal. “Akses ke sana minimal satu jam berjalan kaki. Tak bisa pakai mobil. Bersepeda motor saja sulit sekali,” ujar sopir.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved