Luar Negeri
Abaikan Seruan PBB, Mantan Jenderal Era Muammar Gaddafi Perintahkan Pasukan Serang Tripoli
Haftar merupakan seorang mantan jenderal di bawah era Muammar Gaddafi dulu
Konflik yang kembali terjadi di Libya itu telah mengancam mengganggu pasokan minyak, meningkatkan arus migrasi melintasi Mediterania menuju Eropa, dan mengacaukan rencana PBB untuk mengakhiri perselisihan antara pemerintahan timur dan barat Libya.
Baca: Di Kemukiman Blang Blahdeh Bireuen, Hari Ini Masih Buka Warung Kopi
Ratusan Triliunan Rupiah Untuk Danai Pasukannya
Jenderal Libya, Khalifa Haftar disebut telah berutang hingga 25 miliar dolar AS atau lebih dari Ro 354 triliun, untuk mendanai pasukannya.
Sejumlah besar utang tersebut diperoleh Haftar dalam bentuk obligasi tak resmi, serta uang tunai dan deposito yang dicetak Rusia dari bank-bank timur.
Demikian menurut Reuters dikutip Middle East Monitor.
Baca: Melalui Rukyatul Hilal Awal Ramadhan, Kemenag Ajarkan Ilmu Falak Kepada Masyarakat
Haftar telah membangun pasukan Tentara Nasional Libya ( LNA) dengan bantuan Uni Emirat Arab dan Mesir, yang memasok peralatan berat militer, seperti helikopter.
Dukungan juga disebut datang dari Arab Saudi, Rusia, dan Perancis, meski diketahui PBB lebih mengakui Pemerintah Kesepakatan Nasional (GNA) yang berbasis di Tripoli sebagai otoritas sah negara itu.
Sementara pasukan bentukan Jenderal Haftar membangun sistem perbankan paralel yang berkantor pusat di ibu kota timur Benghazi.
Baca: Misi Terakhir Penyamaran Kapten Hirath Al Sudani, Intel Ternama Irak yang Menyusup ke Basis ISIS
Namun sumber perbankan dan diplomat mengisyaratkan sumber bantuan tersebut akan ditutup, menyusul bank sentral di Tripoli yang mengambil langkah pembatasan terhadap operasional bank-bank di timur Libya.
Bank-bank tersebut telah berjuang dalam beberapa bulan terakhir untuk memenuhi persyaratan setoran minimum, yang jika tidak dipenuhi maka dapat menjadi alasan bagi bank sentral Tripoli untuk memutus aksesnya terhadap mata uang keras.
"Terjadi krisis perbankan yang membayangi dan mengancam dapat merusak kemampuan otoritas timur untuk mendanai diri merekam," kata Claudia Gazzini, analis senior Libya di International Crisis Group (ICG).
Baca: Kisah Pria Ini Lari dari Penjara Seperti Dalam Film, Lewati Sniper, Hutan Penuh Beruang dan Serigala
"Krisis itu bahkan sudah dimulai sejak sebelum pertempuran terjadi antara LNA dengan GNA," tambahnya.
Setidaknya 264 orang dilaporkan tewas selama pertempuran, sementara lebih dari 1.288 lainnya mengalami luka-luka.
Peningkatan kekerasan yang terjadi telah memicu kecaman komunitas internasional, yang memperingatkan konflik lebih lanjut berpeluang membawa negara itu kembali ke perang saudara.
Puluhan ribu orang telah mengungsi saat pasukan Haftar bergerak ke pinggiran kota di sekitar ibu kota.
Baca: Diburu di Afghan Hingga Pakistan,Ternyata Pendiri Taliban Tinggal Dekat Pangkalan Militer Amerika