Ibu Kota Baru

Mencari Ibu Kota baru di Kalimantan, Hal-hal yang Perlu Diketahui Hingga Kemungkinan Risiko

"Dengan skema itu mereka harus membangun gedung di ibu kota baru. Skema ini sangat mungkin jika undang-undangnya dibuat seperti itu," katanya.

Editor: Fatimah
ANTARA FOTO/AKBAR NUGROHO GUMAY
Presiden Joko Widodo berjalan di kawasan hutan saat meninjau salah satu lokasi calon ibu kota negara di Gunung Mas, Kalimantan Tengah, Rabu (08/05). 

Pemindahan ibu kota ini bukan hal baru bagi Indonesia. Setidaknya, sudah tiga kali ibu kota Indonesia dipindah.

Baca: Enam Anggota DPR RI asal Aceh Wajah Baru

Pertama, ibu kota negara dipindah dari Jakarta ke Yogyakarta pada 4 Januari 1946 dan selanjutnya dari Yogyakarta, ibu kota dipindah ke Bukittinggi pada 19 Desember 1948, namun tidak berlangsung lama karena ibu kota kembali dipindahkan ke Bireun, Aceh, di tahun yang sama.

Artinya, pada 1948 Indonesia sempat mengalami memiliki tiga ibu kota, yaitu Yogyakarta, Bukittinggi di Sumatra Barat, dan Bireun di Aceh.

Baca: Enam Anggota DPR RI asal Aceh Wajah Baru

Alasan perpindahan ibu kota pada saat itu adalah faktor keamanan, tak lain karena kondisi Indonesia yang ketika itu berusaha lepas sepenuhnya dari penjajah.

Pada era Presiden Soekarno, Palangkaraya diusulkan sebagai ibu kota baru pada tahun 1950-an.

Kala itu Palangkaraya dianggap cocok dijadikan pusat pemerintahan karena masih banyak lahan kosong. Bahkan Soekarno sempat melakukan pemancangan tiang pertama di Palangkaraya pada 17 Juli 1957.

Pada masa pemerintahan Presiden Soeharto, Jonggol di Bogor, Jawa Barat, sempat diwacanakan menjadi ibu kota menggantikan Jakarta.

Baca: Pernyataan Sejumlah Tokoh Pendukung 02: Kivlan Zen, Andi Arief hingga SBY Disebut Orang Licik

Lokasinya yang cukup dekat dengan Jakarta, hanya sekitar 40 kilometer ke arah tenggara, menjadikan pemindahan pusat pemerintahan dianggap tidak terlalu sulit dan paling realistis.

Bahkan pada tahun 1997, Soeharto sudah mengeluarkan Keputusan Presiden (Keppres) untuk membuat wilayah Jonggol menjadi sebuah kota yang mandiri. Namun sebelum rampung, terjadi perubahan nasional yang memaksa Soeharto mengundurkan diri.

Lalu, mengapa harus pindah ibu kota sekarang?

Berdasar data, pada tahun 2015, ada 3,6 juta pendatang di ibu kota Jakarta yang kemudian menjadi penduduk tetap di ibukota.

Sementara dari sisi transportasi, jumlah kendaraan meningkat satu juta unit per tahunnya dan ini tidak dibarengi dengan penambahan jumlah jalan di ibukota, baik jalan tol maupun jalan non-tol.

Dan yang jadi masalah, beberapa waktu terakhir adalah banjir yang menerjang wilayah ibukota.

Baca: Pemko Banda Aceh Raih WTP ke 11

Salah satu alasan lain pemerintah memindahkan ibukota adalah pemerataan pembangunan dan mencanangkan Indonesiasentris.

Sebelumnya, pembangunan Indonesia selalu dipusatkan di Jawa -yang kemudian disebut Jawasentris. Pemerintahan Nawacita Jokowi ingin mengubah paradigma itu dengan memeratakan pembangungan di wilayah Indonesia yang lain.

Halaman 2 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved