Simpati Mengalir untuk Penjual Jagung Bakar di Lhoknga, Dinsos Aceh dan Baitul Mal Merespons
Bahkan, Ketua Yayasan Purnama Care di Bireuen, dr Purnama Setia Budi menyubang secara spontan Rp 1,5 juta.
Penulis: Nasir Nurdin | Editor: Ansari Hasyim
“Tolong difasilitasi bagaimana teknisnya bantuan ini bisa diterima langsung oleh yang bersangkutan. Meski tak seberapa, tapi paling tidak bisa disimpan sebagai tabungan sambil menunggu bantuan yang lain,” ujar dr Purnama Setia Budi.
Zulkifli adalah satu dari puluhan penjual jagung bakar yang berjejer di tepian Laut Lhoknga, pinggiran Jalan Nasional Banda Aceh-Meulaboh, Km 17.
Zulkifli mengisahkan, dia bersama istri merintis usaha jualan jagung bakar sejak lima tahun lalu.
Selama beberapa tahun dia bertahan dengan pondok darurat beratap terpal, sebelum akhirnya, dua tahun lalu dia mendapat pinjaman Kredit Usaha Rakyat (KUR) dari BRI sebesar Rp 5 juta yang dia gunakan untuk merehab pondok menjadi seperti sekarang, supaya lebih nyaman.Termasuk memasang listrik.
“KUR yang saya dapatkan waktu itu semuanya saya gunakan untuk merehab pondok, tak ada sisa untuk tambah modal barang jualan. Kami lancar mencicil bahkan lunas sebelum jatuh tempo,” kata Zulkifli.
Ditanya berapa omzet hariannya, Zulkifli tak bisa menyebut angka pasti.
Karena targetnya hanya bisa memberi makan keluarga termasuk keperluan sekolah dan uang jajan harian anak-anaknya.
“Kalau laku Rp 200.000 hingga Rp 300.000, keuntungannya hanya cukup untuk beli beras, ikan, dan uang jajan anak-anak. Syukur-syukur kalau ada lebih untuk ditabung karena sewaktu-waktu anak-anak butuh keperluan sekolah,” kata Zulkifli yang tinggal di Gampong Mon Ikeun, Kecamatan Lhoknga, tak jauh dari pondok jagungnya.
Pendidikan yang utama
Bagi Zulkifli dan istrinya, pendidikan anak-anak adalah yang utama.
Dari lima putra-putri mereka, empat di antaranya sedang dalam pendidikan, bahkan putra sulungnya, Umar (18) sedang menunggu hasil seleksi masuk perguruan tinggi di Padang, Jakarta, dan Bandung.
“IP-nya di atas 3,” ujar Zulkifli menyiratkan kebanggaan seorang ayah.
Berikutnya, anak kedua, Nurmila (16) naik kelas II SMKN 1 Lhoknga.
Anak nomor 3 M Iqbal (14) naik kelas III SMPN 1 Lhoknga, dan
si bungsu Mujibur Razak, tahun ini masuk TK
“Anak-anak adalah semangat bagi kami untuk terus bekerja memberikan bekal terbaik bagi masa depan mereka. Mimpi besar saya adalah agar mereka berhasil dalam pendidikan,” ujar Zulkifli sambil melempar pandang menembus kegelapan malam di pesisir Laut Lhoknga.
Dia berujar lirih, “Mereka jangan seperti saya yang hanya tamat SD.”
Menurut Zulkifli, jika dia tetap bertahan dengan menjual jagung bakar, sulit baginya untuk menutupi kebutuhan sehari-hari.
Karena keuntungan yang didapat semakin tidak sebanding dengan kebutuhan sehari-hari.
“Saya berharap bisa mendapatkan tambahan modal untuk menambah mata dagangan seperti jualan kopi, rokok, makanan dan minuman ringan, jus, pulsa, BBM eceran, dan beberapa barang yang dibutuhkan di lokasi wisata. Syukur-syukur kalau ada yang bisa membantu becak motor,”
pungkas Zulkifli sambil menerawang seakan menunggu jawaban, entah dari siapa. (*)