Breaking News

Citizen Reporter

Narasi tentang Sejarah Perkebunan di Sumut

Saya menyempatkan waktu untuk melihat langsung ikon baru destinasi wisata Kota Medan

Editor: bakri
zoom-inlihat foto Narasi tentang Sejarah Perkebunan di Sumut
IST
TEUKU CUT MAHMUD AZIZ, S.Fil., M.A., Dosen FISIP Universitas Almuslim dan Anggota Forum Aceh Menulis (FAMe) Chapter Bireuen, melaporkan dari Kota Medan

OLEH TEUKU CUT MAHMUD AZIZ, S.Fil., M.A., Dosen FISIP Universitas Almuslim dan Anggota Forum Aceh Menulis (FAMe) Chapter Bireuen, melaporkan dari Kota Medan

MENGUNJUNGI museum dan tempat bersejarah menjadi salah satu hobi saya. Seperti ketika berada di Kota Medan, saya menyempatkan waktu untuk melihat langsung ikon baru destinasi wisata Kota Medan, yaitu Museum Perkebunan Indonesia I. Karena selain museum perkebunan ini sekarang sudah ada Museum Perkebunan Indonesia II yang baru diresmikan tahun 2018, terletak di Gedung BKS-PPS, Jalan Pemuda Nomor 2 Medan.

Jika ingin mengetahui sejarah perkebunan di Nusantara atau khususnya di Sumatera Utara (Sumut) maka museum menjadi salah satu tempatnya. Ia menjadi bagian dari narasi sejarah tentang fakta dan peristiwa yang terjadi pada masa lampau.

Museum Perkebunan Indonesia I disingkat Musperin I merupakan museum perkebunan pertama di Indonesia. Museum yang dikelola Yayasan Museum Perkebunan Indonesia ini diresmikan Gubernur Sumut pada 10 Desember 2016. Sejak itu, keberadaannya sudah begitu dikenal.

Pendirian museum ini merupakan gagasan dan inisasi dari Soedjai Kartasasmita, seorang begawan perkebunan terkemuka nasional kelahiran Cilacap tahun 1926. Ia konseptor gagasan plasma dan anggota kehormatan seumur hidup International Society for Sugarcane Technologists (ISSCT).

Museum yang bermoto “Connecting the Past to the Future” itu berlokasi di Jalan Brigjen Katamso 53 Medan. Ada tiga moda transportasi perkebunan yang dipamerkan di halaman museum, yaitu lokomotif uap merek Ducro & Brauns made in  Belanda tahun 1940, berkapasitas 80 PK yang digunakan PTPN IV (terakhir dioperasikan Mei 1996), Lori made in Jerman bertanda $ di dekat pintu, merupakan buatan Schoma yang digunakan PT Socfin Indonesia untuk mengangkut sawit (1982-2015), dan pesawat terbang penyemprot hama tembakau yang digunakan PTPN II selama 49 tahun dengan model Piper Pawnee PA-25 yang diproduksi 1958.

Pengunjung dapat mendatangi museum dari hari Selasa hingga Minggu (08.30-16.00 WIB). Pada hari Senin dan hari besar nasional museum tutup. Ini sesuai dengan standar museum umumnya (internasional). Harga tiket masuk per orang Rp8.000, sedangkan harga tiket untuk wisatawan mancanegara sebesar Rp25.000. Jika berkunjung bersama rombongan atau grup dengan minimal 20 orang maka harga tiket per orang hanya Rp5.000.

Memasuki museum ibarat memasuki lorong waktu. Di ruang pertama museum yang akan ditemui adalah ruang diakronis perihal periodisasi sejarah perkebunan di Indonesia. Kita akan tahu sejarah perkebunan di Nusantara telah dimulai sebelum kedatangan bangsa Eropa. Para saudagar Nusantara telah menjalin kerja sama perdagangan rempah-rempah dengan para pedagang dari India, Mesir, Arab, dan Cina. Baru setelah abad ke-15 para pedagang dari Eropa mulai berdatangan ke Nusantara. Belanda secara khusus mulai menancapkan pengaruh di Nusantara pada abad ke-17 dan tergambar di infografis situasi pasang-surut dari tahun 1600 hingga 1949.

Pada masa itu harga jual rempah-rempah di pasaran dunia melampaui emas. Belanda mulai memperkenalkan kongsi-kongsi dagang untuk memasarkan rempah ke Eropa. Untuk memenuhi kontinuitas permintaan, mereka membangun perkebunan di wilayah yang mereka tempati.

Tertera keterangan di infografis bahwa semua perkebunan milik Pemerintah Kolonial Belanda diambil alih oleh Pemerintah RI setelah dilakukan penandatanganan KMB pada 27 Desember 1949 di Den Haag, Belanda. Sepuluh tahun kemudian, 1959 pengelolaan perkebunan nasional dilakukan di bawah pengawasan dan penanganan Pusat Perkebunan Negara Baru (PPN-Baru) dan Perusahaan Negara Perkebunan (PNP).

Ruang kedua museum merupakan ruang komoditas kelapa sawit yang saat ini menjadi salah satu primadona unggulan nasional. Khusus di Sumut ini menjadi unggulan utama. Di ruang ini dipamerkan teknologi pertanian yang mampu mengolah turunan dari komoditas kelapa sawit menjadi minyak sawit (minyak goreng), bahan makanan dan kosmetik. Komoditas lainnya yang dipamerkan di ruang ini adalah kopi, teh, dan kakao.

Ruang ketiga memamerkan komoditas tebu yang merupakan komoditas asli Nusantara, berasal dari Merauke, Papua. Selain tebu, dipajang tembakau deli yang pernah menjadi komoditas masyhur di pasaran Eropa. Selain itu, ada juga produk karet yang menjadi unggulan Sumut. Di ruang ini dipajang getah karet beserta pohon karet asli yang tingginya 3 meter.

Di lantai dua dipamerkan artefak berupa alat-alat perkebunan dan perkantoran mulai dari masa Hindia Belanda hingga saat ini. Nama ruangan diabadikan dengan nama Ruang Sultan Mahmud Al-Rasyid, Ruang Jacob Nienhuys, dan Ruang Said Abdullah, adalah orang-orang yang telah berjasa memajukan dunia perkebunan di Sumut.

Gedung museum dulunya digunakan sebagai kediaman direktur perkebunan. Dahulu di sini ada 12 rumah yang menjadi bagian dari APA (Algemeene Proefstation der AVROS/Algemene Vereniging voor Rubberplanters ter Oostkust van Sumatra). APA adalah lembaga penelitian perkebunan pertama di Sumatera yang didirikan 26 September 1916 dan 26 September 1992 menjadi PPKS.

Sejarah perkebunan di Sumut dimulai pada abad ke-19. Perkebunan yang pertama dibuka adalah perkebunan tembakau yang terkenal dengan nama “tembakau deli.” Perkebunan tembakau deli merupakan perkebunan modern pertama yang dimiliki Belanda di Hindia Belanda (Indonesia). Kemitraan usaha perkebunan yang diawali oleh Sultan Mahmud Al-Rasyid (1858-1873) yang memberikan konsesi lahan kepada pengusaha Belanda, Jacob Nienhuys, menghasilkan keuntungan yang melimpah bagi kedua belah pihak. Banyak tenaga kerja asing yang dipekerjakan di lahan-lahan perkebunan. Kota semakin penuh dengan para pendatang. Keuntungan perkebunan menjadi modal ekonomi dan pemerintahan bagi kesultanan dalam membangun Istana Maimun, Masjid Raya Medan (Masjid Raya Al Mashun), dan sejumlah infrastruktur lainnya.

Halaman
12
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved