Laporan Haji
Menelusuri Jejak Sejarah Mina, Tempat Pertumpahan Darah dan Pengharapan Adam kepada Hawa
Wartawan Senior Serambinews.com Haji Mohammad Din dari Mekkah melaporkan Pemerintah Arab Saudi mengatur waktu pelemparan masing-masing negara atau
SERAMBINEWS.COM, MEKKAH - Setelah tiba di Mina pada hari Nahar, Idul Adha, Minggu (11/8/2019) jamaah yang baru saja wukuf di Arafah melempar jumrah aqabah.
Sejak pagi Minggu hingga malam jutaan jamaah telah memadati Mina.
Wartawan Senior Serambinews.com Haji Mohammad Din dari Mekkah melaporkan Pemerintah Arab Saudi mengatur waktu pelemparan masing-masing negara atau kawasan dunia.
Tapi, pengaturan waktu itu tidak selalu dipatuhi.
Sebagian besar melihat situasi dan kepadatan Mina.
Jamaah Indonesia, misalnya, jadwal pelemparan ditetapkan Minggu, pukul 10.00 hingga 14.00 WAS.
Baca: Layanan Bus Shalawat dan Katering JCH Dihentikan Sementara Selama Masa Puncak Haji
Baca: Sebagian Jamaah Calon Haji Aceh Harus Diinfus, Dua RS di Mekkah Penuh
Baca: Katering Haji Dihentikan Sementara, Ini yang Dilakukan JCH Aceh
Tetapi sebagian jamaah haji mengambil waktu selepas pukul 15.00 WAS.
Ada dua pertimbangannya.
Pertama, pukul 10.00 WAS Mina padat sekali.
Kelihatan sebagian besar jamaah terutama dari Asia Selatan dan Asia Tenggara mengambil sela waktu tersebut.
Begitu padat dan mengarah pada kepadatan, pihak keamanan terpaksa buka tutup masuk terowongan Mina.
Hal ini dilakukan untuk menghindari kejadian yang tidak diinginkan.
Kedua, pukul 15.00 WAS suhu udara mulai turun dan jamaah yang melempar jumrah berkurang, sehingga lebih longgar.
Jalan-jalan menuju terowongan Mina tidak padat lagi seperti pagi hari.
Mina menjadi tempat Nabi Ibrahim AS melempar jumrah dan menyembelih domba sebagai pengganti Ismail, anak semata wayang yang amat dicintainya.
Sebuah bangunan untuk menandai peristiwa bersejarah tersebut sudah dibangun pemerintah Arab Saudi.
Lembah Mina layaknya seperti padang pasir lain di kawasan Timur Tengah, yaitu kering dan gersang.
Namun, padang pasir yang terletak sekitar lima kilometer di sebelah timur Makkah ini, dalam pemahaman umat Islam, punya keistimewaan tersendiri.
Lembah istimewa itu dikenal dengan Mina.
Posisinya berada di antara Kota Makkah dan Muzdalifah.
Menurut sebuah riwayat disebut Mina karena di sinilah tempat pertumpahan darah.
Selain itu, juga dikatakan sebagai tempat berkumpulnya manusia.
Orang Arab menyebut setiap tempat berkumpulnya manusia dengan Mina.
Dalam banyak literasi Kota Mina disebut oleh orang Arab dengan nama Muna yang bermakna pengharapan.
Penamaan ini erat kaitannya dengan kisah nenek moyang manusia, Adam dan Hawa.
Menurut kisahnya, di Mina ini Nabi Adam mendapat bisikan berisi harapan dia akan bertemu istrinya, Hawa.
Pertemuan antara Nabi Adam dan Hawa kemudian baru terjadi di Jabal Rahmah, sebuah bukit kecil di kawasan Padang Arafah.
Mina termasuk dalam Masy’aril Haram (Bukit Quzah di Muzhdalifah).
Di sinilah Ibrahim melempar jumrah dan menyembelih domba sebagai pengganti Ismail.
Di sini juga tempat Rasulullah melempar jumrah dan menyembelih kurban saat pelaksanaan haji wada.
Mina menjadi lokasi transit bagi jamaah haji sebelum menuju Arafah dan sekembalinya ke Makkah.
Kini, padang pasir ini telah dipenuhi oleh ribuan tenda dan bangunan lainnya yang diperuntukkan bagi jamaah haji dari seluruh dunia.
Mina menjadi tempat peristirahatan bagi jamaah haji.
Sebelum wukuf di Arafah, jamaah akan mendatangi Mina dan bermalam di dalam tenda-tenda tersebut.
Jamaah biasanya bermalam pada 9, 11, dan 12 Dzulhijah.
Selain bermalam di Mina, jamaah haji juga wajib melempar jumrah.
Kerikil dan batu bisa dilempar di tiga tempat atau lokasi melempar jumrah.
Yaitu jumrah aqabah, wusta, dan ula.
Saat ini, sudah dibangun pilar-pilar putih sebagai perlambang setan yang kemudian akan dilempari dengan kerikil oleh para jamaah haji.
Luas tempat untuk melempar jumrah ini sangat terbatas, tidak sebanding dengan jumlah jamaah haji setiap tahunnya.
Itulah alasan pengaturan waktu masuk Mina.
Setelah menunaikan wajib haji melempar jumrah, jamaah haji yang melaksanakan nafar awal melaksanakan mabit.
Mabit adlah bermalam pada 11 dan 12 Dzulhijah.
Bagi jamaah yang melaksanakan nafar tsani, bisa bermalam di Mina pada 12 hingga 13 Dzulhijah.
Amalan untuk bermalam di Mina ini dilakukan Rasulullah saw saat berhaji dan hukumnya sunah.
Artinya, ketika 9 Dzulhijah sebelum ke Arafah, jamaah haji tidak wajib bermalam di Mina.
Namun, bagi yang tidak bermalam di Mina, harus membayar dam (denda).
Mina menjadi lokasi penyembelihan binatang kurban.
Di sini juga berdiri Masjid Khaif yang merupakan masjid ketika Rasulullah melakukan shalat saat melaksanakan ibadah haji.
Disebut al-Khaif karena masjid itu berada di sebuah bukit batu yang landai jauh dari saluran air.
Masjid ini terletak di sebelah selatan Bukit Mina, dekat dengan jumrah as-Sughra.
Dalam Hadis Riwayat at-Tirmidzi, Yazid bin Aswat berkata, “Aku ikut melaksanakan haji bersama nabi. Aku shalat Subuh bersamanya di Masjid al-Khaif.”
Di belakang Masjid al-Khaif terdapat Gua al-Murshalat.(*)