Berita Banda Aceh
Warung Kopi Aceh Cut Zein, No TV, No Wifi, No PUBG
Makmun telah membuktikan bahwa cita rasa kopi Aceh tak pernah bisa dikalahkan oleh kecanggihan teknologi.
Penulis: Zainal Arifin M Nur | Editor: Zaenal
Markas Mujahidin
Kedai kopi Cut Zein ini juga tercatat sebagai salah satu warkop tertua di Banda Aceh.
Makmun Zein (56), pemilik warkop kepada Serambinews.com mengatakan, kedai yang kini dikelolanya merupakan warisan orang tuanya Muhammad Zein Sulaiman.
Ayah Makmun yang dikenal dengan panggilan Cut Zein meninggal dunia pada Maret 2019.
Makmun bercerita, dulu ayahnya adalah salah satu komandan Mujahidin di wilayah Beurawe dan sekitarnya.
Laskar Mujahidin ini melakukan perjuangan untuk mengusir kolonialis Belanda dan sekutu yang mau masuk kembali ke Aceh.
Saat itu, Cut Zein sudah mewarisi kedai penjual segala kebutuhan pokok di kawasan Beurawe.
“Dulu kedainya berada di situ,” ujar Makmun menunjuk ke deretan toko yang berada di seberang jalan dari kedai kopi yang sekarang dikelolanya.

“Sepanjang pinggir Krueng (sungai) Aceh yang masuk wilayah Beurawe ini dulunya milik keluarga kami,” ujarnya.
“Kedai ayah dulu tidak hanya menyedikan kopi, tapi juga menjual bermacam kebutuhan warga, seperti paku, rotan, semprong, dan berbagai sembako. Kurang lebih seperti supermarket lah sekarang,” ujarnya.
Saat Belanda dan Sekutu ingin masuk kembali ke Aceh, kedai Cut Zein menjadi salah satu markas mujahidin.
Hingga lama setelahnya, Cut Zein memutuskan memindahkan kedai kopinya ke lokasi saat ini.
“Jadi kedai kopi ini sudah beroperasi sebelum Indonesia Merdeka. Tapi di label merek kopi bubuk yang kami jual tertulis sejak 1945. Ini ada kesalahan tulis dulunya, tapi ya sudah, tak apa-apa,” ujar Makmun.
Baca: Daud Beureueh Legacy
Mengikuti Fatwa Ulama
Ditanya tentang larangan bermain game yang ditempel di warung kopi miliknya, Makmun Zein mengatakan, keinginan melarang pengujung bermain game sudah terpatri dalam dirinya sejak dua bulan lalu.
Makmun melihat permainan game online ini bisa merusak generasi penerus Aceh.
“Ketika game online marak di Aceh, ada beberapa anak muda yang bermain game di sini, meski tidak ada wifi,” ujarnya.
“Saya prihatin, karena ini merusak, sehingga muncul keinginan untuk melarang. Dua bulan lalu, saya sudah sampaikan secara lisan, nanti setelah lebaran Idul Adha, tidak boleh ada lagi yang bermain game online di sini,” ungkap Makmun.
“Nah, kebetulan sekali, beberapa waktu lalu terbit fatwa ulama (MPU Aceh) yang mengharamkan permaian game PUBG. Pas sekali, langsung saya cetak stiker itu,” ujarnya.
Apakah larangan itu berdampak terhadap kunjungan anak muda ke kedai kopi miliknya?
“Tidak sama sekali, Alhamdulilah semua normal,” ujarnya.
Baca: Ulama Aceh Haramkan Game PUBG, Warung Kopi Tetap Ramai Namun Terasa Lebih Sepi
Baca: Fatwa Haram Game PUBG
Baca: Pengakuan Mantan Pemain Game PUBG di Depan Ulama Aceh, Tak Pernah Baca Alquran dan Shalat Jamaah
Asrizal H Asnawi, penikmat kopi mengaku mengapresiasi keberanian Makmun Zein melarang para pemain game di warkopnya.
“Saya merasa nyaman di sini, karena bisa menikmati kopi tanpa terusik dengan teriakan-teriakan tak jelas para gamers,” ungkap Asrizal.
Ia sampai menaikkan status pujian di fanspage miliknya.
“Terima kasih telah mengikuti Fatwa Ulama Aceh,” tulis Asrizal dalam statusnya yang menyertai beberapa lembar foto dirinya sedang menikmati kopi di warkop itu.
Begitulah, warkop Cut Zein berani tampil antimainstream.
Makmun telah membuktikan bahwa cita rasa kopi Aceh tak pernah bisa dikalahkan oleh kecanggihan teknologi.(*)