Feature
Kisah Amiruddin, Awak Bus PMTOH, Singgah di Empat Provinsi, Lahirkan Empat Anak
Inilah kisah Amiruddin (47), kru bus PMTOH trayek Aceh-Jakarta, yang dituturkannya kepada Serambibews.com, dalam perjalanan Solo-Yogyakarta.
Penulis: Fikar W Eda | Editor: Ansari Hasyim
Laporan Fikar W Eda I Jakarta
SERAMBINEWS.COM, JAKARTA - Singgah di empat provinsi, melahirkan empat orang anak.
Inilah kisah Amiruddin (47), kru bus PMTOH trayek Aceh-Jakarta, yang dituturkannya kepada Serambibews.com, dalam perjalanan Solo-Yogyakarta.
Amiruddin, berasal dari Teupin Raya, Pidie.
Bergabung dengan PMTOH sejak awal 1990-an.
Menjalani trayek Aceh-Pulau Jawa.
Sebelumnya ia pernah bekerja di bus Atra, Merpati, ALS, Tramindo dan banyak lagi.
Tapi ia kemudian menetapkan pilihan akhir ikut PMTOH.
"Semasih sehat dan kuat, saya akan terus ikut PMTOH," katanya.
Baca: Jadi Sopir Bus Legendaris PMTOH, Bachrum Walidin: Hidupku di atas Roda
Baca: Bus PMTOH Bawa Seniman ke Sarinah, Awali Pertunjukan Ngopi-Ngopi Bareng Seniman
Baca: Menelusuri Jejak PMTOH, Dari Bus, Tgk Adnan, Hingga Agus
Ia berkenalan dengan perempuan asal Lampung Selatan.
Seperti juga awak bus lainnya, Amiruddin mengenal perempuan pilihannya itu saat di bus juga.
"Kenalan, jatuh cinta, lalu sepakat menikah, tiga bulan kemudian," cerita Amiruddin sambil sedikit tertawa.
Setelah menikah mereka menetap di Kalianda Lampung Selatan.
Profesi sebagai awak bus PMTOH tetap dijalani.
Di Lampung inilah, lahir anak pertama.
Dua tahun berikutnya keluarga kecil ini pindah ke Solo.
Amiruddin tetap bekerja di PMTOH.
Di Solo lahir anak kedua.
Dua tahun kemudian, Amiruddin memboyong istrinya ke Medan.
Menetap di sana.
Lahir anak ketiga.
Terakhir, Amiruddin membawa pulang istrinya ke Teupin Raya.
Di sini lahir anaknya yang ke empat.
Sampai sekarang mereka tinggal di kampung halaman Amiruddin itu.
"Jadi empat provinsi, empat anak kami lahir...ha..ha.." kali ini Amiruddin tertawa lepas.
Merasa lucu dengan perjalanan hidupnya.
Anaknya yang pertama kelas II SMP di Teupin Raya.
Yang lainnya masih sekolah dasar.
Amiruddin mengaku terlambat berkeluarga, dalam usia 33 tahun.
Amiruddin adalah sosok perantau.
Sejak muda ia sudah merantau, bermodal baju di badan dan yang 100 perak di kantong.
Ia mula-mula ke Kuala Simpang, lalu Medan, ke Malaysia, Batam, bahkan Thailand.
Pemerintah Malaysia mengembalikannya dua kali ke Indonesia melalui Batam karena tidak punya dokumen izin tinggal.
Ia nekad ke Thailand, hanya untuk mengikuti kata hatinya pada 1987.
Menyambung hidup ia bekerja di perkebunan karet negara itu.
Tapi ia tak lama di Thailand, hanya dua bulan.
Ia kembali ke Malaysia lagi.
Semua petualangannya akhirnya dia labuhkan di PMTOH, bus legendaris asal Aceh yang pertama sekali menjejakkan rodanya di Pulau Jawa pada 1986.
Amiruddin sendiri gabung PMTOH 1990-an, awalnya menjalani trayek Aceh -Medan.
Amiruddin baru ikut trayek panjang ke Solo dan Yogyakarta pada 1995 sampai sekarang.
Ia menceritakan, dulu sampai 2010 penumpang sangat padat menggunakan jasa bus.
PMTOH selalu penuh sampai ke Jawa.
Bahkan banyak yang bangku tempel.
Tapi sejak 2010 ke atas, bus mulai ditinggalkan.
Penumpang menyusut drastis.
Amiruddin menduga akibat booming tiket pesawat murah.
Meski begitu, Amiruddin tetap setia dengan profesinya sebagai awak bus PMTOH.
Saat ini bus lebih banyak diisi dengan barang.
"Ya kita jalani saja semuanya," ujar Amiruddin.
Ia bangga bergabung dengan PMTOH.
Sebab bus ini bukan hanya berhitung soal untung rugi.
Tapi juga menjalani misi sosial.
"Ya seperti penumpang yang tak ada ongkos, kita bawa juga. Bahkan kita beri makan dalam perjalanan. Banyak yang begitu," cerita Amir.
Amiruddin menjalani kesetiannya hidup di atas roda bersama PMTOH sejak dari bawah sekali.
Mula-mula ia pencuci mobil, lalu jadi harlan terminal dan kemudian jadi kernet.
Semua kisah hidup Amiruddin bergulis seperti roda PMTOH yang terus berputar dari Aceh menuju Jawa.
Entah sampai kapan.(*)