Lahan Eks GAM

Taufiq A Rahim: Tidak Semua Eks GAM Butuh Lahan Pertanian

Menurutnya, belum tentu semuanya memerlukan lahan sebagai solusi pemberdayaan ekonomi masyarakat.

Penulis: Subur Dani | Editor: Safriadi Syahbuddin
SERAMBINEWS.COM/SUBUR DANI
Taufiq A Rahim 

Taufiq A Rahim: Tidak Semua Eks GAM Butuh Lahan Pertanian

Laporan Subur Dani | Banda Aceh

SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Bergulirnya persoalan pembagian lahan seluas dua hektare per orang terhadap eks kombatan GAM, eks tahanan politik (tapol), dan narapidana politik (napol), serta korban konflik, menjadi perhatian publik dan perlu didiskusikan secara serius dan jelas.

Pengamat politk dan pemerintahan di Aceh, Taufiq A Rahim, kepada Serambinews.com, Sabtu (14/9/2019) mengatakan, benar pembagian lahan tersebut merupakan amanah MoU Helsinki.

“Namun mengapa sekarang, seperti orang baru siuman, setelah 14 tahun damai. Ya kita tetap apresiasi Pemerintah Aceh, tetapi penuh dengan banyak catatan. Juga jangan sampai kesannya populis kebijakan untuk tujuan tertentu,” kata Taufiq A Rahim.

Dia mengatakan, pembahagian lahan yang menyamaratakan semua eks kombatan, tapol/napol serta masyarakat korban konflik sebagai petani dan pekebun, perlu dicermati lagi.

Menurutnya, belum tentu semuanya memerlukan lahan sebagai solusi pemberdayaan ekonomi masyarakat.

“Tidak semua eks GAM butuh lahan pertanian, mereka bukan semua petani dan pekebun. Bagaimana dengan eks GAM yang nelayan? Pedagang dan berbagai profesi lainnya?,” kata Taufiq.

Baca: Serai Wangi Akan Gantikan Coklat di Lahan Eks GAM, Juga Alpukat, Durian dan Kopi Lampung

Baca: Pijay Plot Rp 1,2 Miliar untuk Jalan ke Lahan Eks GAM  

Baca: Melihat 200 Ha Lahan untuk Eks GAM di Pijay, tak Jauh dari Markas Persembunyian Tgk Abdullah Syafii

Menurut Taufiq, kebijakan politik pembahagian lahan ini juga tidak sederhana, belum ada regulasi, aturan dan petunjuk teknis. Jika ini menjadi politik kebijajan Pemerintah Aceh, maka dampaknya tidak sesuai dengan harapan.

Diharapkan, kebijakan ini jangan sampai membebani pemerintah tingkat dua (kabupaten/kota), meskipun alasan awalnya identifikasi.

Juga verifikasi data yang berbeda juga sudah mulai muncul, versi Badan Reintegrasi Aceh (BRA) lebih 150 ribu orang penerima, sementara verifikasi faktual belum dilakukan.

“Hal ini juga berdampak memicu konflik dan kecemburuan di tengah masyarakat, di samping belum tentu tanah lahan tersebut digunakan serta diusahakan untuk pertanian dan perkebunan rakyat yang produktif,” kata Taufiq.

Yang paling prinsipil menurutnya, adakah pembagian lahan menjadi sangat prinsipil serta substansial terhadap proses kepentingan politik Aceh dari amanat MoU Heksinki. “Sementara itu masih banyak yang prinsipil lainnya diabaikan,” demikian Taufiq A Rahim.(*)

BACA JUGA BERITA POPULER

Baca: Agenda Lengserkan Irwandi dari Tampuk Pimpinan PNA, Peserta Kongres Luar Biasa PNA Tiba di Bireuen

Baca: VIRAL Kabar BJ Habibie Donorkan Matanya untuk Thareq Kemal Habibie, Begini Penjelasan Keluarga

Baca: Gara-gara Hubungan Gelap dengan Dua Pria, Ibu Muda Ini Bingung Siapa Ayah Bayinya

Baca: Tertipu Lowongan Kerja di Medsos, 30 Gadis Jadi Korban Perdagangan Orang dan Dipaksa Jadi PSK

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved