Jurnalisme Warga

Rindu pada Terangnya Sinar Matahari

MEDIA massa mewartakan bahwa telah terjadi kebakaran hutan yang mengakibatkan banjir asap di beberapa provinsi di Indonesia

Editor: bakri
zoom-inlihat foto Rindu pada Terangnya Sinar Matahari
IST
CHAIRUL BARIAH, Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Almuslim Peusangan dan Anggota Forum Aceh Menulis (FAMe) Chapter Bireuen, melaporkan dari Bireuen

OLEH CHAIRUL BARIAH, Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Almuslim Peusangan dan Anggota Forum Aceh Menulis (FAMe) Chapter Bireuen, melaporkan dari Bireuen

MEDIA massa mewartakan bahwa telah terjadi kebakaran hutan yang mengakibatkan banjir asap di beberapa provinsi di Indonesia, bahkan merembet ke negara tetangga dalam sepekan terakhir. Awalnya saya berpikir, kabut asap tersebut mungkin tidak akan sampai ke daerah tempat saya bermukim, yakni Kabupaten Bireuen. Itu sebab, awalnya dengan santai dan tanpa ada perubahan berbagai rutinitas kegiatan saya jalani seperti biasa. Namun ternyata, apa yang saya pikirkan salah, justru saat ini kabut asap turut saya rasakan di seputaran kehidupan saya dan masyarakat di desa tempat saya tinggal.

Asap tebal yang menyelimuti langit Kabupaten Bireuen terlihat seperti mendung, pertanda bakal turun hujan. Namun, sudah beberapa hari pemandangan yang muram itu tidak berganti. Berbagai media mengabarkan bahwa bukan saja Bireuen, tempat saya tinggal, tapi seluruh Aceh dalam sepekan ini ternyata dilanda asap tebal.

Pembakaran hutan di beberapa provinsi di Indonesia oleh orang yang tidak bertanggung jawab membuat masyarakat sekitar menderita, bahkan juga rakyat di negera tetangga.

Khusus untuk Bireuen, asap tebal yang menyungkup atmosfer kabupten ini begitu terasa. Udara pagi yang biasanya segar berubah aroma menjadi bau asap sehingga saya pun enggan untuk ke luar rumah. Namun, karena tuntutan tanggung jawab dan kewajiban setiap manusia untuk mencari rezeki, maka semua itu harus kita jalani. Awalnya hanya asap biasa yang menutupi Bireuen, tapi sekarang sudah pada tingkat berbahaya.

Belum selesai penanganan kebakaran hutan dan lahan di Riau, Jambi, dan Kalimantan, kini wilayah lainnya di Indonesia, misalnya di Kabupaten Aceh Tengah beberapa hari lalu terbakar. Kabupaten ini dikenal berbagai macam objek wisatanya yang asri, hasil pertanian yang sangat baik dan banyak membantu kabupaten tetangga dalam upaya memenuhi kebutuhan masyarakat, seperti sayur, tomat, kentang, cabai, dan beberapa kebutuhan pokok lainnya. Gara-gara kabut asap, kualitas produk hortikultura di kabupaten ini ikut terpengaruhi karena kelamaan terpapar jelaga asap.

Kebakaran hutan di Aceh Tengah yang sangat dekat dengan Kabupaten Bireuen semakin menambah penderitaan masyakarat Bireuen. Belum selesai penanganan asap di provinsi lain, kini sudah bertambah bahkan lebih buruk dari sebelumnya. Tiada lagi hari-hari nan ceria untuk anak-anak, apalagi bermain dengan mainan tradisional yang biasanya dimainkan anak-anak di ruang terbuka pada sore hari.

Gara-gara paparan kabut asap, di desa saya tak terlihat lagi anak-anak bermain di seputaran tempat tinggal saya. Biasanya di sini mereka bermain tali, kelereng, dan bersepeda ke sana kemari. Dengan kualitas udara yang kian memburuk, tentu saja banyak orang tua yang khawatir dan melarang anaknya bermain di luar rumah. Ini fakta bahwa kabut asap ini telah mengusik jam-jam menyenangkan bagi anak-anak. Haruskah anak-anak ini jadi korban dan itu terulang setiap tahun?

Di desa juga biasanya ramai warga yang duduk di warung kopi, tapi akibat kabut asap kali ini hanya beberapa orang saja yang nekat datang. Ini karena tak banyak orang dewasa, apalagi manula yang sanggup terpapar polusi udara dalam waktu yang lama.

Aktivitas masyarakat dan para pekerja juga sangat terganggu. Untuk berangkat ke tempat kerja mereka harus memakai masker, meski ada juga sebagian orang yang tidak peduli dengan keberadaan asap di sekelilingnya. Mereka cuek, seolah asap itu bukan zat polutan yang bisa mengganggu pernapasan dan menyebabkan iritasi mata.

Saat saya tulis reportase ini, polusi udara di Kota Matangglumpang Dua, Kabupaten Bireuen,  mencapai 177 berdasarkan alat ukur polusi yang sederhana. Hal ini juga dapat kita lihat melalui android.

Pada umumnya alat ukur tingkat pencemaran udara digunakan Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU). Pencemaran udara akibat asap kebakaran hutan dan lahan gambut membuat masyarakat banyak yang terserang infeksi saluran pernapasan atas (ISPA). Gangguan ini dapat menyerang siapa saja baik anak-anak maupun dewasa, hampir di setiap sekolah dan instansi swasta dan pemerintah dianjurkan memakai masker sebagai antisipasi.

Sebagai contoh di Pesantren Terpadu Almuslim Peusangan telah mewajibkan setiap santri dan santriah memakai masker khususnya saat berada di luar ruangan dan memberi denda kepada si pelanggar, ini diberlakukan untuk menghidari terserang penyakit ISPA. Selain itu juga membiasakan anak untuk hidup sehat.

Asap dari kebakaran hutan dan lahan gambut juga membuat para ibu menjadi khawatir akan kesehatan putra-putrinya, sehingga merasa kurang nyaman ketika jauh dari anak-anaknya. Bahkan akibat asap cucian pakaian di rumah pun menjadi bau tak sedap meski sudah diberi pewangi. Kemudian, saat menjemur pakaian matahari pun sembunyi di balik kabut, pakaian yang diharapkan kering dalam sehari ternyata tak kering. Ke mana matahariku?

Kerugian akibat kebakaran hutan dan asap di antaranya hasil lahan pertanian yang produktif, kayu dan produk hutan nonkayu tidak dapat dinikmati membuat para petani kehilangan tempat mencari rezeki, dan secara ekonomi akan menurunkan taraf kesejahteraan masyarakat, di samping itu biaya pemadaman dan perbaikan infrastruktur akan menjadi beban pemerintah yang seharusnya dapat digunakan untuk pembiayaan kegiatan lainnya, masyarakat juga mengalami gangguan kesehatan, termasuk hal yang merugikan juga adalah sektor pariwisata sebagai penambah devisa setiap daerah menjadi terganggu termasuk transportasi.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved