Korban Gempa di Maluku Mengamuk dan Bawa Parang, Karena Tak Dapat Bantuan, Ibu Hamil Pasrah
David mengaku pengungsi yang tersebar di hutan-hutan wilayah tersebut mendirikan tenda-tenda darurat yang dibeli dengan uang sendiri
Sementara untuk pengungsi yang sakit dan ibu hamil hanya bisa pasrah karena tidak ada obat-obatanan dan asupan gizi untuk ibu hamil.
“Sampai hari ini katong (kita) yang agak dekat hanya dapat 2 kg beras dan dua bungkus Supermie, yang mengungsi jauh dari kampung itu belum dapat sama sekali,”ujarnya.
Pengungsi lain, David Pattipawae mengatakan untuk mendapatkan kebutuhan bayi dan juga kebutuhan lainnya di pengungsian, warga harus turun gunung dan menempuh perjalanan lebih dari 20 km menuju Kairatu dan Desa Waimital untuk sekedar membeli kebutuhan tersebut.
Dia mengaku ada banyak relawan yang ikut menyalurkan bantuan, namun sayang bantuan itu hanya disalurkan ke lokasi pengungsian yang berada dekat dengan akses jalan raya.
Sementara mereka yang mengungsi di wilayah pegunungan sama sekali tidak tersentuh bantuan.
“Tapi seng (tidak) apa-apa katong (kita) dari dulu juga seng pernah diperhatikan pemerintah daerah, katong pasrah saja, kalaupun dong (mereka) mau membantu, katong terima kalau seng jua (juga) seng apa-apa,”ujarnya.
Tersebar di hutan, pakai tenda darurat
David mengaku pengungsi yang tersebar di hutan-hutan wilayah tersebut mendirikan tenda-tenda darurat yang dibeli dengan uang sendiri.
Satu tenda yang dibangun menampung lebih dari 5 kepala keluarga.
Baca: Cek Midi dan Masri Yoga Beberkan Pengobatan Kuno Aceh dalam PKN di Istora Senayan Jakarta
Dia mengaku saat hujan turun, tenda-tenda menjadi basah karena tergenang air dan saat yang bersamaan suara tangisan bayi dan anak-anak pecah ditengah kesunyian malam.
“Itu kalau hujan seperti dua hari lalu, bayi-bayi menangis karena air hujan masuk ke dalam tenda, ibu hamil seng bisa tidor termasuk juga orang tua-tua kita yang sedang sakit,”ujarnya.
Angkat parang untuk dapatkan bantuan
Setali tiga uang dengan pengungsi di Inamosul, pengungsi di Desa Kairatu, Kecamatan Kairatu, Kabupaten Seram Bagian Barat yang tersebar di hutan-hutan desa tersebut juga mengalami kondisi yang sama.
Tidak adanya posko kesehatan di lokasi-lokasi tempat mereka mengungsi dan juga fasilitas Mandi Cuci Kakus (MCK) dan air bersih membuat warga sangat merasa kesulitan di lokasi pengungsian.
Bahkan banyak warga yang kini terserang penyakit hanya bisa pasrah bertahan di hutan-hutan tanpa penanganan medis.