Berita Lhokseumawe
Koalisi NGO HAM Aceh Minta Hakim Bebaskan Mursyidah Atas Dakwaan Perusakan Pangkalan Elpiji 3 Kg
Sebelumnya, janda tiga anak itu dituntut oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari setempat selama 10 bulan penjara.
Penulis: Masrizal Bin Zairi | Editor: Mursal Ismail
“Saat penggerebekan polisi mendapati tutup gas LPG yang terlepas di atas meja.
Selain itu, sebanyak 59 tabung juga ditemukan petugas masih tersegel dan berisi penuh,” ujar dia.
Selain mengamankan buku catatan jual beli dan enam tabung gas, kata Zulfikar, polisi juga mengamankan 3 tabung yang sebelumnya dirampas Mursyidah.
“Anehnya kasus ini menguap layaknya gas 3 kg. Keadaan ini telah menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat kepada aparat hukum yang seharusnya mengayomi masyarakat miskin,” ujarnya.
• Menteri Agama Fachrul Razi Singgung Praktik Korupsi Masih Banyak Terjadi, Ini 4 Kasus di Kemenag
• Kisah Tragis Gadis Desa, Dirudapaksa Oleh 500 Pria Sejak Usia 11 Tahun, Pengakuan Korban Memilukan

Seperti diberitakan sebelumnya, kasus ini sudah mengundang reaksi masyarakat setelah diberitakan media.
Salah satunya adalah Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh (BEM Unimal), Muhammad Fadli.
“Dalam kasus ini ada beberapa kejanggalan yang kami analisis setelah melihat dan mewawancara langsung Kak Mursyidah dengan datang ke rumahnya,” ujar Ketua BEM FH Unimal kepada Serambinews.com.
Menurut Muhammad Fadli, saat proses penyelidikan, Mursyidah belakangan baru mendapatkan kuasa hukum karena ia mengaku tidak mengerti hukum.
Bahkan Mursyidah mengaku tidak bisa membaca, sehingga apapun surat yang disuruh teken, ia tanda tangan.
“CCTV yang ada di toko tersebut tidak dihadirkan ketika proses pemeriksaan alat bukti di persidangan.
Padahal CCTV tersebut bisa menjadi alat bukti tambahan dari alat bukti petunjuk sebagaimana disebutkan Dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP tentang alat bukti yang sah,” ujar Fadli.
Karena itu BEM Hukum Unimal meminta hakim PN Lhokseumawe melihat kasus ini dalam kacamata yang objektif dan professional, sebelum membacakan amar putusan yang dijadwalkan pada 5 November mendatang.
“Hakim harus menjadi corongnya Undang-undang sesuai dengan azaz Bouchedelaloi, bukan corong lainnya apalagi menjadi corong kepentingan pihak-pihak tertentu.
Hakim harus melihat nilai lain dari kasus ini, bukan hanya dari aspek yuridis. Namun juga dari aspek sosiologis,” ujar Ketua BEM Fakultas Hukum.
BEM Fakultas Hukum Unimal, meminta hakim agar memvonis bebas kak Mursyidah atau minimal hukuman percobaan.