Iuran BPJS Kesehatan

Pengamat Ekonomi: Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan Bisa Memukul Daya Beli Masyarakat

Kenaikan iuran BPJS Kesehatan ini terjadi bersamaan dengan naiknya tarif layanan publik lain, antara lain listrik, tarif tol, dan tarif ojek online.

Editor: Taufik Hidayat
ANTARA/RISKY ANDRIANTO/FOC
Petugas menata sejumlah kartu peserta BPJS Kesehatan, di kantor pelayanan BPJS Kesehatan Cabang Bekasi, Jawa Barat, Rabu (30/10/2019). 

SERAMBINEWS.COM, JAKARTA - Pengamat ekonomi menganggap kebijakan pemerintah menaikkan tarif iuran BPJS Kesehatan dapat mengganggu daya beli masyarakat menengah bawah sehingga akan mengerem pertumbuhan ekonomi.

Sebab kenaikan iuran BPJS Kesehatan terjadi secara bersamaan dengan tarif layanan publik lain, antara lain listrik, tarif tol, dan tarif ojek online.

Direktur Riset Center of Reform on Economy (Core) Indonesia Piter Abdullah mengatakan momentum kenaikan iuran BPJS Kesehatan tidak pas.

Selain tarif publik di atas, Piter menyebut kenaikan tarif cukai rokok akan dibarengi dengan kenaikan harga rokok. Kenaikan ini tidak akan menyetop kebiasaan konsumen untuk merokok, sehingga konsumen memilih untuk merogoh kocek lebih dalam daripada berhenti.

Selain itu terjadi kenaikan listrik bagi pengguna listrik 900 VA pada 2020.

“Perkiraan kami, kenaikan cukai rokok tidak akan mengurangi konsumsi rokok karena perokok tetap akan merokok dengan menggunakan sebagian incomenya sehingga mengurangi konsumsi lainnya,” ujar Piter, kepada Anadolu Agency, Kamis.

Piter khawatir banyaknya kenaikan harga pada 2020 mendatang, daya beli masyarakat akan terkuras.

“Jadinya kita tidak bisa berharap pertumbuhan ekonomi akan bertahan. Kita harus lihat lebih makro,” jelas dia.

Piter menjelaskan defisit BPJS Kesehatan bukan hanya karena kecilnya tarif iuran, melainkan juga karena adanya masalah kepatuhan peserta melakukan pembayaran, cakupan layanan terlalu besar, serta kebijakan yang menyamaratakan iuran semua golongan.

“Semua itu harus dievaluasi seluruhnya, tidak hanya menaikkan iuran,” lanjut Piter.

Dia menambahkan untuk menutup defisit BPJS Kesehatan juga perlu dilakukan upaya peningkatan kepatuhan pembayaran.

“Perlu ada edukasi dan pembelajaran karena kalau tidak ada reward and punishment dan upaya peningkatkan kepatuhan, maka defisit BPJS Kesehatan tidak akan membaik,” imbuh dia.

Kementerian Keuangan sebelumnya pernah memperkirakan defisit yang dialami BPJS Kesehatan pada tahun ini akan berada pada kisaran Rp28 triliun hingga Rp32 triliun.

Guna memperbaiki defisit tersebut, pemerintah menaikkan tarif iuran BPJS Kesehatan melalui Peraturan Presiden nomor 75 tahun 2019 tentang perubahan atas Perpres nomor 82 tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.

Presiden Joko Widodo menandatangani Perpres tersebut pada tanggal 24 Oktober lalu. Alhasil, kenaikan iuran BPJS Kesehatan resmi akan berlaku mulai 1 Januari 2020.

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved