Kisah Nenek Rukiyah, Hidup Sebatang Kara di Gubuk Reyot, Sering Digigit Serangga dan Dipatuk Ular
Rukiyah atau biasa dipanggil Mak Iyah, tinggal seorang diri di rumah tak layak huni di tengah hamparan kebun sayuran.
SERAMBINEWS.COM, CIANJUR – Seorang perempuan lanjut usia di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat hidup memprihatinkan di gubuk reyot di Kampung Pasir Baing, RT 005/003 Desa Sukatani, Kecamatan Pacet.
Rukiyah atau biasa dipanggil Mak Iyah, tinggal seorang diri di rumah tak layak huni di tengah hamparan kebun sayuran.
Ia mengaku sudah berusia 100 tahun.
Tinggal seorang diri di gubuk reyot di tengah kebun sayur membuat Mak Iyah (100) kerap diliputi kesepian dan ketakutan.
Betapa tidak, nenek renta asal Kampung Pasir Baing, RT 005/003 Desa Sukatani, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat itu pernah dipatuk ular dan sering kena gigitan serangga.
Selain itu, setiap malam menjelang Mak Iyah selalu was-was jika tiba-tiba atap bangunan rumahnya ambruk.
Rumahnya memang jauh dari kesan layak huni.
Berukuran 3x5 meter, kondisi bamgunannya sudah doyong ke belakang.
Tiga bilah bambu dijadikan penopang dinding agar tidak ambruk.
Kayu-kayu penyangga atap sudah lapuk dimakan rayap, dan dinding-dinding bilik bambu sudah berlubang, bahkan dinding kamarnya sudah jebol.
“Karena banyak lubang di rumahnya, jadinya banyak binatang yang masuk. Mak Iyah malah pernah digigit ular, ularnya warna hitam,” tutur Erah (65), tetangga setempat kepada Kompas.com, Sabtu (02/11/2019) Diceritakan Erah, saat itu Mak Iyah tengah menghangatkan badan di tungku perapian.
Tiba-tiba hewan melata itu masuk lewat lubang dinding dapur.
“Waktu kejadiannya lupa lagi, sudah lama soalnya.
Saya sendiri yang bawa ke dokternya untuk diobati.
Alhamdulilah bisa sembuh, tapi jari-jarinya jadi merengkel (bengkok),” ucapnya.
Sementara, Mak Iyah sendiri awalnya tidak sadar jika dirinya habis digigit ular.
Karena selama ini mengaku sering digigit binatang seperti serangga, sehingga sulit membedakan.
"Di sini digigitnya (menunjukkan jari tangan sebelah kanan), waktu di dapur," sahutnya.
Usai terkena gigitan ular tersebut, jari tangannya membengkak dan tiba-tiba meriang, mak Iyah pun lantas menceritakan kejadian tersebut ke tetangga, hingga akhirnya dibawa ke klinik untuk diobati.
Pantauan Kompas.com, gubuk itu sudah dalam kondisi doyong ke belakang.
Tiga bilah bambu dijadikan penopang dinding agar tidak ambruk.
Di dalam rumah berukuran 3x5 meter dengan lantai tanah itu terdapat lima ruangan yang berukuran kecil.
Dua kamar tidur, satu ruang tengah, dapur dan jamban.
Dilihat secara keseluruhan, rumah itu jauh dari kesan layak huni.
Dinding bilik bambu sudah lapuk dan berlubang, bahkan dinding kamarnya sudah jebol.
Tanpa Listrik Di dapur hanya ada tungku perapian yang biasa digunakan untuk memasak.
Untuk kebutuhan mandi dan buang hajat, mak Iyah memakai jamban di samping dapur yang ukurannya hanya sebadan.
Sehari-hari ia menghabiskan waktu dengan berdiam diri di gubuknya.
Sesekali turun ke perkampungan untuk berinteraksi dengan warga.

Meski masih sanggup berjalan, namun ia sudah tidak mampu bekerja.
Tubuhnya telah ringkih, pandangannya sudah kabur dan mengalami gangguan pendengaran.
Mak Iyah mengatakan, semenjak suaminya meninggal dunia sekitar tiga puluh tahun lalu, ia hidup sebatang kara karena tidak memiliki anak.
“Suami emak mah sudah lama meninggal. Kalau anak emak meninggal waktu lahir,” ucap Mak Iyah ketika ditemui Kompas.com di rumahnya, Sabtu (02/11/2019).
Mak Iyah mengatakan dulu pernah bekerja di perkebunan.
Namun sejak sering sakit-sakitan dan usianya terus menua, ia mengaku tak sanggup lagi bekerja.
Untuk bertahan hidup, ia mengharapkan belas kasihan tetangga dan warga sekitar.
"Tos teu tiasa damel (sudah tidak bisa bekerja), kieu we di saung (diam saja di rumah)," katanya.
Mak Iyah mengaku sering diselimuti rasa takut setiap berada di dalam rumah.
Selain khawatir ambruk, kondisi rumahnya yang penuh lobang membuatnya takut dengan gigitan binatang.
Pasalnya, ia mengaku sering digigit serangga bahkan jari tangannya pernah dipatuk ular.
"Di sini digigitnya (menunjukkan jari tangan sebelah kanan), waktu di dapur," ujarnya.
Beruntung nyawanya terselamatkan setelah ia berteriak minta tolong dan dibawa warga berobat ke dokter.
“Kejadiannya sudah lama. Saya sendiri yang bawa ke dokternya untuk diobati. Alhamdulilah bisa sembuh, tapi jari-jarinya jadi merengkel (bengkok),” sahut Erah (65), tetangga setempat.
Kini, tak ada asa berlebih di usia senjanya, Mak Iyah hanya berharap selalu diberikan kesehatan dan tetap bisa makan.
“Emak mah gak mau sakit, tidak punya uang buat beli obatnya. Kalau makan alhamdulillah suka ada yang ngasih,” ucapnya.
Berharap bantuan pemerintah
Warga setempat, Aripin (50) berharap, pemerintah kabupaten maupun pemerintah desa mau mengulurkan bantuan atas kondisi kehidupan mak Iyah.
Sepengetahuannya, belum ada bantuan dari program pemerintah, seperti PKH dan rastra.
“Untuk makan sehari-hari selama ini dibantu warga. Kadang ada yang ngasih nasi, makanan, ada juga yang ngasih uang,” kata Aripin.
Aripin mengaku sudah empat kali memperbaiki rumah Mak Iyah karena mau ambruk.
Namun, karena kondisi rumah tersebut secara keseluruhan sudah lapuk, sehingga mudah rusak.
“Apalagi kalau sudah turun hujan, rumahnya pasti bocor, lantainya tergenang air.
Saya dan tetangga yang lain suka langsung cek ke sini (rumah Mak Iyah) melihat kondisinya,” ujarnya.
Karena itu, ia berharap pemerintah mau peduli kepada warga seperti mak Iyah yang sangat mengharapkan bantuan perbaikan rumah agar bisa hidup dengan rasa aman dan nyaman.
“Kami selalu khawatir, apalagi mak Iyah ini hidup sendirian, kalau terjadi apa-apa tidak ada yang tahu,” ucapnya.
• PEMERINTAH ACEH Krue Seumangat Syukur Alhamdulillah TIM SEPAK BOLA ACEH
• Surat Pemecatan dari PNS tak Diterimanya, Gaji Tarmizi Sudah Setahun tak Dibayar
• Pemuda Muhammadiyah akan Gelar Muswil X Tingkat Provinsi Aceh di Kota Langsa
NOTE : Kompas.com menggalang dana untuk membantu para lansia. Sumbangkan rezeki Anda sebagai bakti terhadap orang tua yang dilupakan. Klik di sini untuk donasi.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kisah Pilu Mak Iyah, Hidup Sebatang Kara di Gubuk Reyot"
Penulis : Kontributor Cianjur, Firman Taufiqurrahman