Kisah Miris Guru di Pedalaman Papua, Gajinya hanya Cukup untuk Beli Air Bersih dan Minyak Tanah
Ketika gaji guru di kota lain berjuta-juta, di Papua gaji guru hanya cukup untuk beli air bersih dan minya tanah.
"Gaji kami Rp 4 juta dipotong pajak 5 persen Rp 200 ribu, jadi kami terima Rp 3,8 juta. Kalau mau ambil gaji, kami harus ke Distrik Haju," ujar Diana saat dihubungi melalui telepon, Selasa (12/11/2019).
Maka untuk mengakali mahalnya biaya transportasi, dia bersama rekan seprofesinya biasa mengambil gaji ke Bank Papua setiap dua bulan sekali.
Selain itu, karena mahalnya biaya kebutuhan sehari-hari, membuat gaji yang mereka terima seperti cepat habis.
Diana yang mengajar di SD Inpres Kaibusene, Distrik Haju, Kabupaten Mappi, menyebut bila harga minyak tanah dan BBM di tempatnya sangat tinggi.
"Harga minyak tanah Rp 50 ribu per 5 liter, bensinnya 5 liter Rp 150 ribu," ucapnya.
• Diduga Lakukan Pemerasan dengan Ancaman, Tiga Anak Dibawah Umur asal Lhokseumawe Ditangkap Polisi
• Pendaftaran CPNS 2019, Ini 25 Contoh Surat Lamaran untuk Diunggah ke sscasn.bkn.go.id, Unduh di Sini
Namun, ia mengaku bahwa sebagian besar gaji mereka habis untuk membeli air mineral.
"Biasa kita beli air mineral gelas perkartonnya Rp 100 ribu, biasa kita beli 10 dus untuk bertiga selama satu bulan. Kalau pas jalan kaki itu kita bawa satu-satu karton, lalu kita sewa anak murid dua orang untuk bantu kita," kata Diana.
Kondisi Distrik Haju yang merupakan wilayah rawa, tidak memungkinkan untuk mereka mengonsumsi air dari lokasi tersebut.
"Kita di sana borosnya di air minum, karena kondisi tempat tinggal kita kaya Asmat (rawa-rawa), jadi airnya tidak bisa untuk minum, jadi kita sangat bergantung sekali dengan air mineral," tutur Diana.
Bahkan untuk situasi tertentu, mereka kesulitan mendapat bahan makanan, karena bila sungai sedang surut perahu tidak bisa digunakan.
Solusinya, mereka harus berjalan kaki cukup jauh dengan kondisi medan yang berawa.
"Sempat kali kering itu kita sempat mau mati kelaparan karena tidak bisa ke distrik. Jadi kita jalan kaki 7 kilometer lebih untuk bisa sampai ke distrik cari bahan makanan," ungkapnya.
Untuk mendekatkan diri dengan para murid, Diana dan kedua rekannya pun membuat sebuah program "Minggu Gizi".
Setiap hari Minggu, mereka memberi makan para siswanya sebagai bentuk rasa syukur.
"Di sekolah kita kasih makan anak murid, program itu dari uang gaji, kita anggap itu perpuluhan kita, kita masak sendiri, kita masak ala kadarnya," ucap Diana.
