Pendidikan Ala Gojek

Belum lagi persoalan guru. Guru adalah ujung tombak pendidikan, dan merupaka satu profesi. Dikatakan profesi, karena pekerjaan ini bukan sekedar "kerja" melainkan tuntutan profesionalitas. Suatu pekerjaan bisa jadi dapat dikerjakan sembarang orang, tetapi sebuah profesi hanya dapat dilakukan orang yang benar-benar paham dalam bidangnya. Sebagai profesi, guru melaksanakan tugasnya secara profesional, efisien, dan efektif. Seperti menguasai ilmu pendidikan, (termasuk konsep, teori dan proses), memahami cara mengajar yang baik, memprioritaskan kebutuhan peserta didik, memahami karakter, dan juga lokalitas, serta pemenuhan aspek lapangan kerja yang bermanfaat untuk diri peserta didik, lingkungan, agama, dan bangsa.

Di sinilah teknologi tidak dapat menggantikan guru. Teknologi manapun belum mampu menerobos masuk sisi interaksi guru dan siswa. Karena interaksi berlangsung dalam aspek batiniah. Aspek spiritualitas, motivasi, keakraban, keikhlasan, keberkahan, kekeluargaan, kepedulian, rasa kasing sayang, keterikatan, emosional, dan lain-lain.

Hubungan guru dan siswa menjadi penentu kesuksesan. Jika guru galak dan cuek, anak didik akan lebih cuek lagi. Jika guru tidak profesional, siswa akan uncare pada masa depannya sendiri. Ketika siswa tidak peduli pada masa depannya, pada kemampuannya, ataupun siswa sudah tidak punya cita-cita yang ingin dicapai, maka disinilah malapetaka pendidikan.

Jika ini terjadi, maka cukuplah kita panggil Jibril kembali. Kita panggil malaikat untuk mendidik kita. Karena toh pribadi Nabi Muhammad saw hanya dididik oleh Jibril, tanpa bantuan teknologi apapun, namun beliau menjadi orang nomor satu di dunia ini. Tentu tidak mungkin kita disamakan. Namun pada hakikatnya, pendidikan haruslah dilandasi oleh semangat keimanan, dipacu oleh spiritualitas ilahiyah (eksistensi manusia tauhid), dan bertujuan semata-mata untuk mengabdi kepada Allah Swt.(syamsulbahri167@ymail.com)