Babi yang Mati di Sumut Capai 22.985 Ekor Terserang Hog Cholera, Bangkainya Lintasi Sungai Aceh

Dalam dua pekan, jumlah babi yang mati di Sumatera Utara akibat hog cholera atau kolera babi naik lebih dari dua kali lipat.

Editor: Faisal Zamzami
ANTARA FOTO/IRSAN MULYADI
Personel Babinsa TNI mengangkat bangkai babi dari aliran Sungai Bederah, untuk dikubur, di Kelurahan Terjun, Medan, Sumatera Utara, Selasa (12/11/2019). Sedikitnya 5.800 ekor babi mati diduga akibat wabah virus Hog Kolera dan African Swine Fever atau demam babi Afrika di 11 kabupaten/kota di Sumut. (ANTARA FOTO/IRSAN MULYADI) 

“Di Kuala Singkil ada beberapa ekor yang kami temukan. Kami musnahkan dengan cara dibakar dan dikubur. Itu dilakukan khawatir bangkai tersebut membawa virus kolera babi. Dari semua lokasi jumlah babi yang sudah diambil tim BPBD itu sekitar belasan ekor," kata Ihsan, saat dihubungi, Jumat.

Dia menyebutkan, pemantauan terhadap sungai dan kuala di Aceh Singkil juga terus dilakukan.

Sejauh ini, sambung dia, begitu informasi ada bangkai babi secepat mungkin tim BPBD mengambil bangkai tersebut.

“Kami ajak juga masyarakat dan nelayan untuk melihat bangkai babi yang hanyut sampai ke Singkil. Jika ada, harap segera menyampaikan informasi ke BPBD Aceh Singkil, langsung kami bersihkan,” pungkas dia.

Sebelumnya, bangkai babi banyak ditemukan di sungai Medan, Sumatera Utara.

Diduga, bangkai itu sebagian telah sampai ke laut dan sampai ke perairan di Aceh Singkil, Provinsi Aceh.

Dampak masuknya bangkai babi ke sungai Singkil, juga dirasakan nelayan serta pengepul ikan di Aceh Singkil.

Ikan hasil tangkapan nelayan tidak laku. Padahal kasus masuknya bangkai babi ke sungai Singkil terjadi dua pekan lalu.

"Kalaupun laku harganya murah," kata Kabang pengepul ikan di Desa Ketapang Indah, Singkil Utara, Aceh Singkil, Sabtu (30/11/2019).

Kondisi itu menyebabkan pengepul ikan rugi puluhan juta rupiah. Lantaran ikan yang dibeli dari nelayan ketika dijual tidak laku.

"Aku sendiri rugi sekitar Rp 15 juta, kawan malah sampai Rp 45 juta. Karena ikan yang dibeli dari nelayan saat dijual tidak laku, terpaksalah dibuang," ujar Kabang.

Kabang mengatakan, dampak bangkai babi bukan hanya dirasakan pengepul ikan seperti dirinya. Tetapi nelayan turut merasakan akibatnya.

Pascakasus bangkai babi mencuat, ikan hasil tangkapan nelayan tidak laku. Kalau pun laku harganya murah, otomatis merugikan nelayan.

Jika harga ikan tidak segera pulih, dalam waktu dekat banyak pengepul ikan gulung tikar. "Kalau tiga bulan masih begini, mati (bangkrut) bangkrut," tegasnya.

Sejauh ini ikan yang laku dan harganya stabil hanya ikan ekspor. Sayangnya jumlahnya terbatas, sehingga tak menguntungkan bagi nelayan kecil dan pengepul ikan.

Kabang berharap Pemkab Aceh Singkil, mencari solusi agar harga ikan kembali normal.

Sebelumnya Kepala Dinas Perikanan Aceh Singkil, Saiful Umar, memastikan ikan laut serta sungai di daerahnya tidak tercemar bangkai babi.

Sehingga, masyarakat tidak perlu khawatir mengkonsumsi ikan.(*)

Lhokseumawe Nyatakan Diri Siap Jadi Tuan Rumah MQK II Tingkat Aceh

Kapoldasu Diganti, Pengantinya Irjen Pol Martuani Sormin Putra Aceh Tenggara

Turnamen Sepakbola dan Bola Voli Perebutkan Piala Bupati Aceh Jaya Dimulai Hari Ini

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Terserang Hog Cholera, Babi yang Mati di Sumut Capai 22.985 Ekor" dan  "Bangkai Babi dari Sumut Lintasi Sungai Aceh, Warga Resah dan Takut Makan Ikan"

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved