JURNALISME WARGA
Tionghoa dan Toleransi di Negeri Syariah
NAMANYA Jhony. Dalam bahasa Mandarin dipanggil Tien Yhuk Phin. Lahir tahun 1956. Kini usianya 61 tahun

Bukan hanya di pelabuhan, pada saat itu masyarakat juga sudah familier menggunakan ragam alat tukar, seperti emas, perak, dan tembaga. Sebanyak 123 desa dengan luas wilayah 100 x 200 mil, membuat Kerajaan Pedir mengalami masa keemasan pada sektor pertumbuhan ekonomi.
Hubungan dagang tersebut terbentuk bukan tanpa sebab. Dalam sebuah riwayat disebutkan, pada tahun 413 Masehi, seorang musafir Tiongkok (Cina), Fa Hian, melawat ke Yeep Po Ti dan singgah di Poli, nama lain Pidie.
Kemudian, pada tahun 518 Masehi, karena kepiawaian diplomatik Raja Poli, baginda mengirimkan utusan ke Tiongkok untuk menjajaki hubungan kerja sama dalam berbagai bidang, terutama bisnis perdagangan.
Pada saat itu, Tiongkok dipimpin Dinasti Liang, awal abad V atau tahun 413 Masehi. Lalu hubungan terus berlanjut dan pada tahun 671 Masehi, seorang yang bernama I Tsing dari Tiongkok juga melawat ke Poli, dan tinggal selama lima tahun di beberapa kerajaan di Aceh, termasuk kerajaan Poli (Pidie).
Selain di Pidie, Tsing juga melayat ke beberapa daerah lainnya di Aceh. Singgah di enam kerajaan pesisir Sumatra, di antaranya Kerajaan Lamuri, Aceh Besar, Samudra Pasai, Aceh Utara, dan Kerajaan Peurelak, Aceh Timur.
Sejarah itulah yang membentuk karakter masyarakat Pidie tentang tolerasi yang disebabkan oleh pergaulan dunia dan hubungan bisnis internasioal. Hingga saat ini. Dalam konteks itu pula toleransi menjadi sketsa sosial sebagai bentuk human interest di antara sesama anggota masyarakat.