Razia Mendadak Rutan Lhoksukon

Petugas Temukan Paket Sabu dalam Bungkusan Rokok saat Razia Dadakan di Rutan Lhoksukon

Petugas menggeledah tubuh warga binaan di pintu kamar satu per satu. Lalu memeriksa seisi kamar.

Penulis: Jafaruddin | Editor: Ansari Hasyim
DOK RUTAN LHOKSUKON ACEH UTARA
Petugas Sipir Cabang Rutan Lhoksukon, Aceh Utara memperlihatkan barang bukti setelah melakukan razia ke kamar napi dan tahanan, Sabtu (14/12/2019). 

Laporan Jafaruddin I Aceh Utara

SERAMBINEWS.COM, LHOKSUKON - Petugas Cabang Rumah Tahanan Negara (Rutan) Lhoksukon, Aceh Utara menemukan banyak barang terlarang dalam kamar narapidana (napi) dan tahanan saat berlangsung razia, Sabtu (14/12/2019).

Razia itu dilakukan atas intruksi dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkum HAM) RI yang diadakan serentak oleh Rutan, Lapas yang ada di Aceh.

“Razia ini serentak diadakan pada hari ini,” ujar Plt Kepala Cabang Rutan Lhoksukon Ramli SH kepada Serambinews.com, Sabtu (14/12/2019)

Disebutkan razia didampingi ketua kamar masing-masing napi dan tahanan.

Petugas menggeledah tubuh warga binaan di pintu kamar satu per satu. Lalu memeriksa seisi kamar.

“Ketika masuk dalam kamar A2, petugas melihat ada dua bungkus rokok di atas pintu,” ujar Ramli.

Setelah diperiksa ternyata dalam bungkos rokok itu berisi sabu yang terdiri satu paket besar, satu paket sedang dan lima paket kecil 5.

Petugas juga menemukan ganja yang juga disembunyikan dalam bungkus rokok di atas pintu.

BREAKING NEWS - Sipir Rutan Lhoksukon Razia Semua Kamar Napi, Temukan Banyak Benda Terlarang

Desi Marisna, Aktif Majukan Karang Taruna Desa dan Ingin Jadi Bidan

Kronologi Penyerangan Kelompok MIT Usai Salat Jumat, Seorang Anggota Brimob Kehilangan Nyawa

“Jumlah ganja yang ditemukan 43 paket yang terdiri 37 paket kecil dan 6 paket besar,” pungkas Ramli.

Disebutkan barang yang terlarang lain yang ditemukan dalam kamar warga binaan tersebut antara lain 19 Handphone, 20 Charger 20 HP, lima sendok, satu tang, satu gunting, dan tempat minum dari besi.

“Untuk barang selain ganja dan sabu akan kita serahkan ke Kantor Wilayah nantinya,” katanya.

Puluhan sipir Cabang Rumah Tahanan Negara (Rutan) Lhoksukon, Aceh Utara pada Sabtu (14/12/2019) siang, merazia semua kamar narapidana (napi) dan tahanan rutan setempat.

Razia dadakan tersebut dilakukan atas perintah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) RI, dipimpin Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Cabang Rutan Lhoksukon, Ramli SH.

“Tadi kami dengan jumlah personel 22 orang yang terdiri petugas sipir dan dibantu polisi yang bertugas pengamanan di sini (Rutan) melakukan razia,” ujar Ramli SH kepada Serambinews.com, Sabtu (14/12/2019).

Dalam razia yang berlangsung selama dua jam, petugas menemukan barang yang tak diizinkan masuk ke dalam Rutan.

Barang tersebut handphone, charger, sendok, tang, gunting, tempat minum dari besi.

Tak hanya itu, dalam razia kali ini petugas juga menemukan narkotika jenis ganja dan sabu-sabu dari salah satu kamar dalam rutan tersebut.

“Jadi kita temukan ganja dan sabu dalam salah satu kamar napi,” kata Ramli.

Dipindah dari Lhoksukon

Beberapa waktu lalu, 12 napi di Rutan Lhoksukon dipindahkan ke Lapas Kelas IIA Lhokseumawe.

Mereka adalah terpidana dan juga tervonis dalam sejumlah kasus-kasus besar, bahkan tiga di antaranya yang divonis penjara seumur hidup.

Mereka napi seumur hidup itu adalah Muhammad Zubir (27).

Warga Desa Jawa, Kecamatan Idi Rayeuk Aceh Timur ini divonis penjara seumur hidup karena melanggar Pasal 114 Ayat (2) Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.

Kemudian Saiful Bahri alias Pon (29), warga Desa Seunubok Baro Kecamatan Idi Cut, Aceh Timur.

Ia dihukum penjara seumur hidup karena melanggar Pasal 114 Ayat (2) Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

Saiful dan Muhammad Zubir terlibat dalam kasus penyelundupan sabu-sabu 70 kilogram dan ekstasi tiga kilogram dari Malaysia ke Aceh.

Selanjutnya Musliadi alias Adi Bin Usman (26).

Warga Desa Matang Manyam, Kecamatan Baktiya, Aceh Utara ini dipenjara seumur hidup karena melanggar Pasal 340 KUHPidana.

Ia terlibat kasus pembunuhan Jajazuli Bin Ismail (34) pedagang es campur asal Desa Ujong Kulam Kecamatan Matangkuli, Aceh Utara.

Sedangkan sembilan lainnya, juga napi kasus berat, namun bukan vonis seumur hidup.

Mereka adalah Darwin alias Wen Bin Muhammad (33).

Ia adalah napi asal Desa Rantau Panjang, Kecamatan Rantau Selamat, Kabupaten Aceh Timur.

Ia divonis 12 tahun penjara karena melanggar Pasal 170 Ayat (2) KUHP dalam kasus pembunuhan Bripka Faisal, personel Reskrim Polres Aceh Utara.

Ia baru bebas pada 19 Agustus 2030.

Kemudian Misnan Bin Yusuf (41) warga Desa Bintang Hu Kecamatan Lhoksukon Aceh Utara.

Ia divonis 12 tahun penjara, karena melanggar Pasal 81 ayat (2) KUHP dan denda Rp 1 Miliar Subsider satu bulan penjara.

Pria ini baru bebas pada 8 November 2030.

Selanjutnya Maulidan Bin Abdullah (28), napi asal Desa Blang Seunong, Kecamatan Baktiya Barat Aceh Utara divonis 14 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar, subsider enam bulan penjara.

Ia melanggar Pasal 114 Ayat (2) Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang narkotika.

Pria itu baru bebas pada 2 Februari 2032.

Kemudian, Armiya Bin M Kasem (35) napi asal Meunye Pirak Kecamatan Matangkuli, Aceh Utara.

Pria paruh baya itu dihukum 16 tahun penjara dan denda Rp 2,5 miliar subsider 2 bulan penjara, karena melanggar Pasal 114 ayat (1) Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang narkotika.

Pria tersebut baru bebas pada 22 Desember 2032.

Kemudian Mulyadi Nurdin (33) napi kasus narkoba asal Desa Meunasah Ujong, Kecamatan Samudera, Aceh Utara.

Pria tersebut divonis 10 tahun penjara dan denda Rp 2 miliar subsider 10 bulan penjara, karena melanggar Pasal 112 ayat (2) Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009.

Pria ini baru bebas 2027.

Dua lagi adalah terpidana kasus pembunuhan anak berkebutuhan khusus dengan menggunakan racun tikus.

Pertama, Suryadi alias Isur Bin Sunardi (42) warga Desa Pekan Geugang Kecamatan Gebang Kabupaten Langkat, Medan.

Kedua, Zulisupandi alias Om Pandi Bin Selamat Sukiran (54) warga Desa Pante Baroe Siblah, Kecamatan Peusangan Siblah Krueng, Bireuen.

Keduanya divonis 20 tahun penjara karena melanggar Pasal 340 KUHPidana.

Keduanya baru bebas pada 10 Maret 2039.(*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved