Kerukunan Beragama
Survei Kemenag Tempatkan Aceh Rangking Terbawah Toleransi Beragama, Begini Reaksi Pendeta Idaman
Menurut Pdt Idaman, kehidupan umat beragama di Aceh sangat harmonis, aman dan damai, walaupun di Aceh berlaku Syariah Islam.
SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Hasil survei Kementerian Agama RI yang menempatkan Provinsi Aceh pada rangking terbawah (urutan 34) dalam indeks kerukunan umat beragama di seluruh provinsi di Indonesia, membuat banyak pihak di Aceh meradang.
Bukan hanya tokoh Islam, tokoh nonmuslim juga melontarkan kritik dan protes terhadap hasil survei Kemenang tahun 2019.
Kritik dan keberatan atas hasil survei Kemenag RI itu disampaikan oleh Pendeta Idaman Sembiring dalam pertemuan tokoh lintas agama dalam Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Aceh di Banda Aceh, Senin (16/12/2019).
Pdt drh Idaman Sembiring adalah tokoh Kristen yang sudah puluhan tahun tinggal di Banda Aceh.
Menurut Pdt Idaman, kehidupan umat beragama di Aceh sangat harmonis, aman dan damai, walaupun di Aceh berlaku Syariah Islam.
"Syariah Islam itu tak berlaku bagi nonmuslim. Bagi kami umat Kristen merasa lebih Kristen (lebih taat dalam menjalankan agama, red) ketika hidup di Aceh yang berlaku Syariat Islam," kata Idaman Sembiring seperti dikutip Hasan Basri M Nur, anggota FKUB Aceh, kepada Serambinews.com.
• Anggota DPRA : Menag Diminta Fokus Pada Program Penguatan Kerukunan Umat Beragama
• Cegah Radikalisme, Kemenag Aceh Bina Aktor Kerukunan Umat Beragama
Idaman yang merupakan pegawai salah instansi pemerintah di Banda Aceh membantah Aceh disebut intoleran dan ditempatkan di rangking terbawah tingkat toleransi umat beragama.
Untuk itu, Idaman Sembiring mendorong agar FKUB Aceh untuk membuat survei sendiri yang lebih objektif dan sesuai realita.
"FKUB Aceh perlu data sendiri. Lakukan survei yang ril dan kongkrit, kemudian mempublikasikannya secara luas," kata Idaman yang memiliki usaha dagang grosir buah-buahan di salah satu pusat pasar di Aceh Besar.
"Yang kita sampaikan (Aceh itu toleran, red) selalu mentah. Kita ngomong seperti tidak didengar, tidak ada gunanya," ujar Idaman yang alumus Fakultas Kedokteran Hewan Unsyiah ini.
Pertemuan rutin tokoh lintas agama Aceh dipimpin oleh Ketua FKUB Aceh, Nasir Zalba SE.
Selain Idaman, ikut hadir Yuswar (tokoh Buddha), Ir Paini (tokoh Hindu), Juniazi, Suwardi Saidi, Tgk Rusli Daud, Dr Tgk Fauzi Saleh, Hasan Basri M Nur, dan lain-lain.
• Erdogan Ancam AS Jika Turki Disanksi, Siap Tutup Pangkalan Tempat 50 Bom Nuklir Amerika Disimpan
• 8 Siswa Polisi Disambar Petir Saat Jalani Pendidikan Lapangan, 3 Meninggal dan 5 Luka Berat
Fatwa MPU Aceh Terkait Intoleransi
Sebelumnya, Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh, mengeluarkan fatwa terbaru berupa haram hukumnya melakukan tindakan radikalisme dan intoleransi dalam beragama.
Keputusan itu disampaikan dalam sidang paripurna MPU Aceh pada, Rabu (9/10/2019).
Wakil Ketua MPU Aceh, Tgk H Faisal Ali kepada Serambinews.com, Kamis (10/10/2019) menyampaikan bahwa, fatwa itu dikeluarkan setelah MPU melihat keresahan masyarakat.
Terkait maraknya paham radikalisme dan intoleransi dalam beragama.
"Dewasa ini pengajaran dan pengamalan agama yang berkembang di tengah-tengah masyarakat beraneka macam bentuknya dan telah menimbulkan keresahan yang berujung pada gesekan antar sesama masyarakat," katanya.
Bahkan, lanjut Tgk Faisal yang juga pimpinan Dayah Mahyal Ulum Al-Aziziyah, Sibreh, Aceh Besar ini, ada da'i-dai radikal yang mensyirikkan, membid'ahkan dengan alasan sunnah.
Karena itu, MPU Aceh mengeluarkan fatwa sebagai pedoman bagi masyarakat.
Dalam fatwa itu, MPU mengeluarkan enam keputusan. Kesatu: Toleransi (Tasamuh) adalah sifat atau sikap tenggang rasa terhadap perbedaan.
Kedua: Toleransi (Tasamuh) pada pokok-pokok aqidah, ibadah dan akhlak tidak dibenarkan (haram).
Ketiga: Radikalisme (Tatharruf) adalah sifat atau sikap keras yang berada di luar batas yang sewajarnya.
Keempat: Toleransi (Tasamuh) dianjurkan dalam batasan yang telah diatur oleh agama serta mempertimbangkan kearifan lokal.
Kelima: Toleransi (Tasamuh) terhadap perbedaan dalam agama dan pemahaman yang bersifat pokok-pokok aqidah, ibadah dan akhlaq hukumnya adalah haram.
Keenam: Radikalisme (Tatharruf) dalam sikap beragama, meliputi aqidah, ibadah, dakwah dan akhlaq adalah haram.
Dalam fatwa itu, MPU juga menyampaikan masukan kepada pemerintah Aceh.
"Diminta kepada pemerintah untuk berkoordinasi dengan MPU Aceh dalam pembinaan dan penertiban kelompok-kelompok yang terindikasi intoleran dan radikal," bunyi masukan itu.
Selain itu, MPU juga meminta kepada da’i dan para pendidik, untuk tidak menebar sikap intoleran dan radikal antar dan intra umat beragama.
Kemudian, masyarakat juga diminta untuk mewaspadai kelompok-kelompok yang terpapar radikalisme.
"Diminta kepada semua pemeluk agama dan golongan/kelompok untuk saling menghargai dan menjauhi sifat dan sikap radikalisme," demikian bunyi fatwa.
Fatwa itu dirumuskan oleh tujuh ulama yaitu, Tgk H Faisal Ali (Koordinator), Dr Tgk Muhibuththabari MAg (Ketua), Tgk H Helmi Imran SHI MA (Sekretaris), dan anggota yang terdiri atas Tgk Abu Yazid Alyusufi, Dr Tgk M Fajarul Falah MA, Tgk HM Thabri Lc, dan Tgk Multazam.(*)