JURNALISME WARGA
Berwisata ke Kota Santri, Ada Sumur Tak Pernah Kering
SIAPA yang tidak pernah mendengar kata pesantren, lembaga pendidikan tradisional legendaris. Di Aceh
SIAPA yang tidak pernah mendengar kata pesantren, lembaga pendidikan tradisional legendaris. Di Aceh sangat banyak kita temukan pesantren. Di hampir setiap kampung ada lembaga pendidikan nonformal ini.
Pesantren dipahami sebagai sebuah instansi pendidikan tradisional yang murid (santri)-nya menetap, tinggal di asrama. Khusus di Aceh, istilah pesantren jarang digunakan, karena masyarakat menyebutnya dayah. Istilah dayah telah menjadi kearifan lokal negeri syariat ini.
Jika dirunut lebih jauh, dayah merupakan peralihan dari istilah zawiyah, seperti sejarah Zawiyah Tanoh Abe di Seulimuem, Aceh Besar. Kini, hanya IAIN Cot Kala Langsa yang setia menabalkan kata zawiyah pada nama perguruan tinggi Islam ini.
Seiring perkembangan zaman, pesantren mulai bermetamorfosis menjadi pesantren modern. Ada sistem penggabungan antara siswa sekolah dan santri mengaji. Jika ke Aceh dan ingin melihat pesantren, ada baiknya Anda ke Samalanga, sebuah kecamatan di Kabupaten Bireuen. Kecamatan Samalanga dijuluki Kota Santri.
Santri, sebutan bagi penuntut ilmu agama. Mereka menghabiskan seluruh waktu untuk mengaji, mengaji, dan mengaji. Ya, itulah tujuan hidup mereka, mengaji dan mengajar. Sejujurnya, Aceh punya istilah tersendiri untuk sebutan santri, yaitu aneuk meudagang . Namun, istilah ini tidak lagi sering digunakan oleh masyarakat Aceh. Beda dengan sebutan kiai atau kiyai yang tak diadopsi oleh masyarakat Aceh, sebab di Aceh ada istilah tersendiri untuk itu, yaitu teungku.
Samalanga merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Bireuen, daerah penghasil aneka keuripèt (keripik) yang saat ini dipimpin oleh H Saifannur SSos.
Di Samalanga banyak sekali pesantren, salah satunya Lembaga Pendidikan Islam Ma'hadal Ulum Diniyyah Islamiyyah Masjid Raya atau yang sering disingkat MUDI Mesra.
Menurut sebuah riwayat, MUDI adalah salah satu pesantren tertua di Aceh. Peletakan batu pertama pesantren ini dilakukan oleh Sultan Iskandar Muda yang berkuasa antara tahun 1607-1636 M.
Pesantren tersebut kini dipimpin oleh salah seorang ulama karismatik Aceh, yaitu Tgk H Hasanoel Basry bin H Gadeng yang lebih populer dengan sapaan Abu MUDI.
Jika Anda mengunjungi Dayah MUDI Mesra, jangan lupa menziarahi makam Tgk H Hanafiah bin Abbas, letaknya di belakang Mesjid Raya Samalanga. Salah satu hal yang membuat nama Teungku Abi (Tgk H Hanafiah bin Abbas) selalu terdengar hingga sekarang adalah keberadaan sumur yang didoakan oleh Teungku Abi.
Sumur itu menjadi sumber air minum bagi santri-santri yang belajar di dayah MUDI Mesra hingga sekarang. Tak pernah kering, walau kemarau panjang.
Santri Dayah MUDI pun tidak harus memasak air atau membeli air minum isi ulang, karena air sumur yang didoakan oleh Teungku Abi cukup untuk kebutuhan seluruh santri MUDI yang kini mencapai sekitar 7.000 orang.
Dahulunya sumur ini dapat dilihat dengan jelas, tapi setelah perluasan Masjid Raya Samalanga pada awal 2010, sumur ini sedikit tertutup karena sudah masuk dalam bagian masjid. Walau demikian, sumur ini tidak diganggu dan masih difungsikan hingga kini.
Jika beruntung, kita juga bisa bertemu dengan Abu MUDI, sekaligus minta didoakan, apalagi Anda yang ikut CPNS tahun ini, saingannya berat, mungkin berkat doa ulama menjadi sebab kita berhasil. Ya, namanya saja usaha.
Beberapa meter dari Dayah MUDI berdiri megah Dayah Ummul Ayman, di bawah pimpinan Teungku Nuruzzahry (Waled Nu). Di depannya juga ada Dayah Muslimat dan banyak lagi. Jika ingin membahasnya tidak cukup waktu sehari, saking banyaknya dayah di kawasan ini. Sangat pantas jika mendapat julukan Kota Santri.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/aceh/foto/bank/originals/ida-fitri-handayani.jpg)