Fakta APBN 2019: Penerimaan Loyo, Defisit Rp 353 Triliun dan Utang Indonesia Capai Rp 4.778 Triliun
Besaran defisit tersebut juga lebih tinggi jika dibandingkan dengan realisasi tahun sebelumnya yang mencapai Rp 269,4 triliun atau 1,82 persen dari PD
Penerimaan perpajakan ini hanya 86,5 persen dari target Rp 1.786,4 triliun.
Angka tersebut tumbuh tipis 1,7 persen dibandingkan realisasi periode tahun sebelumnya yang sebesar Rp 1.518,8 triliun.
Pendapatan negara bukan pajak (PNBP) terkumpul sebesar Rp 405 triliun atau setara 107,1 persen dari target yang sebesar Rp 378,3 triliun.
Meski melampaui target, capaian ini turun 1 persen dari realisasi tahun 2018 senilai Rp 409,3 triliun.
"Pendapatan negara mengalami tekanan karena rembesan perekonomian global yang melemah," ujar Sri Mulyani.
2. Defisit RI masih lebih baik dibanding negara tetangga
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia tersebut pun membandingkan realisasi kinerja APBN RI dengan beberapa negara berkembang lain.
Misalnya saja dengan India, yang realisasi APBN-nya mengalami defisit hingga 7,5 persen hingga akhir tahun dengan kinerja pertumbuhan ekonomi yang hanya tumbuh 4,5 persen.
Kemudian Brazil dengan pertumbuhan ekonomi nyaris 0, realisasi APBN-nya mencatatkan defisit 7,5 persen.
Malaysia dengan pertumbuhan ekonomi 4,4 persen mencatatkan defisit APBN sebesar 3 persen, dan Vietnam mencatatkan defisit APBN sebesar 4,4 persen meski pertumbuhan ekonominya jauh di atas RI, yaitu sebesar 7 persen.
Negara lain seperti China dan Amerika Serikat masing-masing mencatatkan defisit APBN hingga akhir tahun 2019 masing-masing sebesar 5,6 persen dan 6,1 persen.
"Kalau dilihat di sini, kombinasi pemerintah dalam menjaga kebijakan fiskal untuk mampu mendorong ekonomi, karena itu defisit melebar dari yang direncanakan, masih jauh lebih rendah dari peer emerging country yang lain," ujar dia.
3. Penerimaan pajak loyo karena bisnis tertekan
Penerimaan perpajakan yang tercatat mencapai Rp 1.545,3 triliun masih kurang Rp 234,6 triliun atau baru 84,4 persen dari target yang ditetapkan dalam APBN yang sebesar Rp 1.577,6 triliun.
Sri Mulyani menjelaskan, besarnya nilai kekurangan penerimaan pajak (shortfall) disebabkan banyak pelaku ekonomi yang mulai mengalami tekanan baik badan maupun korporasi lantaran kondisi perekonomian global yang melemah.