Opini
Ketika Umat Saling Mengkafirkan
Jutaan rakyat Iran tumpah menghadiri pemakaman Mayor Jenderal Qassem Soleimani, Komandan Quds, pasukan elit Garda Revolusi

Oleh Drs. Mardin M. Nur, MA, Dosen UIN Ar-Raniry, Alumni Dayah Darul Hasanah Syaikh Abdurrauf As-Singkili
Jutaan rakyat Iran tumpah menghadiri pemakaman Mayor Jenderal Qassem Soleimani, Komandan Quds, pasukan elit Garda Revolusi yang ditembak Amerika Serikat (AS) menggunakan pesawat nirawak di Bandara Internasional Baghdad, Irak Jumat (3/1/2020) dini hari. Iran mengibarkan bendera merah di puncak Masjid Jamkaran, sebagai pernyataan perang dan mengikrarkan menyerang balas 35 target kepentingan AS di Timur Tengah. Iran telah menembakkan sejumlah rudal ke pangkalan militer AS di Irak (Serambi 6-8/1/2020).
Perdana Menteri Malaysia Mahathir Muhammad (7/1/2020) menyatakan, tidak ada lagi tempat aman di dunia ini. Ia meminta negara-negara Muslim bersatu melindungi diri dari ancaman luar. Mahathir menggambarkan serangan AS terhadap Soleimani sebagai tindakan tidak bermoral dan melanggar hukum internasional. "Ini saat yang tepat bagi negara-negara Muslim untuk bersatu" ujarnya lantang (Serambi 8/1/2020).
Mungkinkah ucapan Mahathir terwujud? Jawabannya sulit, jika tidak dikatakan mustahil. Umat Islam dunia saat ini terperangkap dengan perpecahan yang sangat dahsyat. Bahkan saling mengkafirkan. Menepuk dada, mengkafirkan dengan menggunkan barometer masing-masing. Mengadopsi kapling Rab Yang Maha Adil, lalu menjatuhkan vonis surga atau neraka pada seseorang, kelompok, suku, bangsa, dan bahkan negera. Sungguh ironis.
Imam Ahmad bin Hanbal berujar, "Sesungguhnya masalah wajib, haram, pahala, siksa, kafir dan fasik adalah kapling Allah dan Rasul-Nya. Tidak ada hak bagi seorang pun dalam menetapkan hukum ini." Syaikhul Islam, Ibnu Taimiyah menegaskan, "Tidak ada hak bagi seorang pun untuk mengkafirkan seorang Muslim, meskipun dia salah dan keliru, sehingga dijelaskan alasannya".
Siapa yang berada di belakang perpecahan ini? Zionis Yahudi dan antek-anteknya. Salah satu program mereka adalah memecah belah umat Islam dengan memunculkan beragam pertikaian dan kebencian. Zionis mengucurkan dana dan menyusup masuk dalam diri umat. Melakukan propaganda dengan mengutip dalil Al-Quran, Hadits dan pendapat ulama muktabar. Gerbangnya, perbedaan mazhab dan aliran teologis. Lalu menggiringnya menjadi fanatisme total dan tindakan pengkafiran atas klaim kebenaran yang ada pada mereka.
Puncaknya memvonis darah sesama umat Islam menjadi halal. Padahal membunuh manusia lain bukan karena dia melakukan pembunuhan atau berbuat kerusakan, sama saja dengan membunuh manusia sejagad (QS.5: 32). Ini adalah klimak prestasi mereka. Sukses mengobrak-abrik kesatuan umat. Mendesain permusuhan permanen sesama umat tanpa mengerahkan pasukan dan peralatan perang.
Virus ini telah merasuki umat Islam saat ini. Mereka ogah menolong sesamanya kendati dalam derita puncak. Hanya karena berbeda mazhab dan paham teologi. Padahal umat Islam adalah bersaudara. Buntutnya, umat menjadi lemah dan mudah dikapling-kapling oleh musuh. "Seorang mukmin terhadap mukmin lainnya seperti satu bangunan, sebagiannya menguatkan yang lainnya." (HR. Bukhari dan Muslim).
"Seorang Muslim adalah saudara bagi Muslim lainnya, dia tidak menzaliminya dan tidak membiarkannya disakiti. Siapa yang membantu kebutuhan saudaranya, Allah akan membantu kebutuhannya. Siapa yang menghilangkan satu kesusahannya, Allah menghilangkan satu kesusahan baginya dari kesusahan-kesusahan hari qiyamat. Dan siapa menutupi aibnya, Allah menutup aibnya pada hari qiyamat." (HR. Bukhari).
Lihatlah umat Islam Iran, ia berdiri tegak sendirian menentang AS yang arogan. Padahal mereka bertuhankan Allah dan bernabikan Muhammad saw. Jangankan turun membantunya, mendoakannya pun sebagian ogah. Bahkan berharap kehancurannya.
Begitu dalamkah provokasi zionis menyusup dalam diri umat Islam? Sehingga sebagian umat ini tidak sayang lagi dengan saudaranya sendiri. Mereka telah mengabaikan perintah Allah dan Rasulnya agar bersatu padu. "Dan berpegang teguhlah kamu semuanya pada tali agama Allah dan jangan kamu bercerai berai." (QS.3: 103) "Tidak beriman salah seorang kalian sampai dia mencintai saudaranya sebagaimana dia mencintai dirinya" (HR Bukhari dan Muslim).
Padahal jika saja 57 pasukan negara Organisasi Kerjasama Islam (OKI) bersatu, tidak ada yang mampu menceraiberaikan dan mengalahkan umat ini. Membentuk fakta pertahanan sendiri. Umat Islam punya nuklir, pesawat tempur, kapal perang, kapal selam, pasukan yang terlatih dan berbagai peralatan tempur handal. Umat Islam bisa melakukan riset, penciptaan dan pengembangan bersama peralatan militer super canggih. Umat lain saja bisa, konon lagi umat Islam yang senantiasa mendapat tuntunan Rab Sang Maha Pencipta.
Memupuk persatuan
Kondisi umat Islam saat ini memprihatinkan. Pecah dari persatuannya. Terlalu polos dengan permainan zionis. Hanya melihat skenario lahiriah semata tanpa peduli apa di belakangnya. Nabi saw bersabda, "Nyaris orang-orang kafir menyerbu dan membinasakan kalian seperti halnya orang-orang yang menyerbu makanan di atas piring." Seseorang berkata, "Apakah karena sedikitnya kami waktu itu?" Nabi bersabda "Bahkan kalian waktu itu banyak sekali, tetapi kamu seperti buih di atas air. Dan Allah mencabut rasa takut musuh-musuhmu terhadap kalian serta menjangkitkan di dalam hatimu penyakit wahn." Seseorang bertanya, "Apakah wahn itu?" Beliau menjawab, "Cinta dunia dan takut mati." (HR. Ahmad, Al-Baihaqi dan Abu Dawud).
Padahal menurut Syaikh Ali bin Hasan al-Halabi Al-Atsari, persatuan umat Islam termasuk tujuan syariat yang paling penting. Lihatlah ujarnya, umat Islam bertuhankan satu, Allah Subhanahuwa Taala, bernabikan satu Muhammad saw, mengerjakan shalat yang satu, lima waktu sehari semalam, berpuasa yang satu di bulan Ramadhan dan berhaji yang satu ke Baitullah Makkah Al-Mukarramah.