Virus Corona Serang China
Safriadi dan Intan Tinggal di Changchun, Datang ke Wuhan untuk Liburan, Kini Tak Bisa Kembali
Ada dua kisah berbeda di balik berita mengenai keadaan 12 mahasiswa Aceh yang saat ini mengisolasi diri di dalam kamar asrama di Kota Wuhan.
Penulis: Zainal Arifin M Nur | Editor: Zaenal
SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Wabah coronavirus atau virus corona jenis baru yang menyerang China, telah mengisolasi 12 mahasiswa asal Aceh di Kota Wuhan.
Ada dua kisah berbeda di balik berita mengenai keadaan 12 mahasiswa Aceh yang saat ini mengisolasi diri di dalam kamar asrama di Kota Wuhan.
Satu kisah menceritakan tentang dua mahasiswa asal Aceh yang kuliah di Chancun, tapi kemudian tertahan di Wuhan.
Sementara satu kisah lainnya tentang mahasiswa asal Aceh yang tak bisa kembali ke Wuhan, karena saat kota itu ditutup sedang berada di kota lain di China.
Kisah tentang mahasiswa asal Aceh yang kuliah di Changcun tapi kemudian tertahan di Wuhan, diabadikan dalam rekaman video yang dikirim oleh Fadil, mahasiswa asal Lhoksukon di Wuhan, kepada Serambi TV (Serambinews.com), Minggu (26/1/2020).
Fadil adalah pemuda asal Lhoksukon Aceh Utara yang menempuh program master di Central China Normal University (CCNU) di Wuhan.
Sehari sebelumnya, Fadhil juga mengirimkan video tentang suasana di sekitar asrama tempat tinggal mereka yang kini sepi mencekam, bagaikan kota mati.
Berikut videonya.
Semetara dalam video terbaru kepada Serambi TV Minggu (26/1/2020), Fadil merekam pernyataan dua mahasiswa Aceh yang kuliah di Changcun, tapi kemudian tertahan di Wuhan.
Kedua mahasiswa itu adalah Safriadi asal Meulaboh dan Intan yang tak disebut daerah asalnya.
Fadil mengatakan, kedua mahasiswa itu seyogyanya belajar di Kota Changcun yang berjarak sekitar 2000 kilometer dari Wuhan.
“Mereka tinggal di Kota Changcun, datang ke Wuhan untuk liburan. Tapi kemudian tidak bisa kembali ke Changcun, karena Kota Wuhan ditutup,” kata Fadil dalam video tersebut.
Ia lalu merekam pernyataan Safriadi dan Intan tentang keadaan mereka dan harapan kepada Pemerintah Aceh.
Safriadi menyampaikan harapan kepada Pemerintah Aceh untuk secepatnya mengevakuasi mereka dari Kota Wuhan.
“Karena di sini tidak memungkinkan. Kami mengalami krisis makanan dan tidak bisa beraktivitas ke luar, hanya bisa berdiam di dalam kamar,” kata Safriadi.
Harapan serupa juga diungkap oleh Intan.
Intan mahasiswa asal Aceh yang juga tinggal di Kota Changcun datang ke Wuhan bersama empat rekannya untuk berliburan.
Tetapi kemudian mereka semua tidak bisa lagi meninggalkan Kota Wuhan, karena kota itu ditutup menyusul wabah virus corona.
Intan pun kemudian memilih bergabung dengan rekan-rekan mahasiswa asal Aceh di asrama mahasiswa di Kota Wuhan.
Dalam video itu, Intan mengaku sedang mengalami flu.
“Mungkin karena ada perubahan cuaca. Changcun dingin, sementara Wuhan luamayan panas,” kata dia.
“Harapan kepada Pemerintah Aceh, semua kami dipulangkan dengan segala cara. Karena tidak mungkin bertahan dengan kondisi di Wuhan, sebab dari segi makanan, cuaca, dan masker yang mulai kekurangan,” lanjut Intan.
Changchun dan Wuhan
Penelusuran Serambi dari Wikipedia.org, Changchun adalah ibu kota provinsi Jilin yang terletak di timur laut Cina.
Changchun yang dihuni sekitar 7 juta orang, merupakan pusat industri otomotif Cina.
Satu dari empat penduduk Changchun bekerja pada sektor industri otomotif.
Kota Changchun adalah kota yang tidak terlalu berpolusi dan memiliki sejarah yang menarik.
Meski merupakan pusat industri otomotif, namun keledai dan gerobak masih menjadi sarana transportasi utama di kota ini.
Sementara Wuhan Wuhan adalah ibu kota provinsi Hubei, Tiongkok.
Kota yang dihuni 11 juta orang ini adalah kota terpadat penduduknya di bagian pusat Tiongkok.
Wuhan memiliki jalur metro yang menghubungkan beberapa tempat di wilayah kota Hankou.
Wuhan memiliki dua lembaga pertanian terkemuka di Tiongkok, yaitu Universitas Pertanian Huazhong dan Lembaga Penelitian Tanaman Minyak dari Akademi Ilmu-ilmu Pertanian Tiongkok.
Pada Desember 2019, Wuhan dikenal karena wabah nCov, yang memiliki gejala seperti SARS. Virus ini dijuluki Virus Wuhan karena infeksi awal virus tersebut berawal dari kota ini.
Pada January 2020, dilaporkan bahwa otoritas Tiongkok mengisolasi Wuhan dengan tujuan "memperlambat wabah" koronavirus.

Pada bagian akhir video tersebut, Fadil asal Lhoksukon Aceh Utara dan Alfi Rian Tamara (27), asal Keude Lapang Kecamatan Gandapura Kabupaten Bireuen, juga menyampaikan harapannya kepada Pemerintah Aceh.
Fadil berharap kepada Pemerintah Aceh agar segera mengevakuasi 12 mahasiswa Aceh yang masih ada di Wuhan.
“Berharap ada aksi cepat, bantuan logistik, atau pun jika memungkinkan agar mengevakuasi mereka kembali ke Aceh,” kata dia.
“Karena sampai saat ini dari pihak KBRI di Beijing belum ada informasi kapan mereka dievakuasi. Mungkin dari Pemerintah Aceh ada kebijakan khusus, bisa memulangkan kami yang ada di Wuhan, agar bisa berjumpa kembali dengan keluarga,” lanjut Fadil.
Lihat video pernyataan mahasiswa Aceh di Wuhan di bawah ini.
Tak Bisa Kembali ke Wuhan
Kisah berbeda dialami oleh Mulia Mardi.
Mahasiswa asal Aceh yang menjabat Direktur PPI se-Tiongkok ini malah tidak bisa kembali ke Wuhan, karena dia sedang berada di kota lain saat Kota Wuhan ditutup (diisolasi).
Mardi yang kuliah di Wuhan pun tak bisa kembali ke asrama tempat tinggalnya.
Ia yang sedang berada di Shanghai ketika Kota Wuhan ditutup, akhirnya memutuskan kembali ke Aceh.
Kisah itu diungkap Mulia Mardi dalam konferensi pers di Dinas Sosial Aceh, di Banda Aceh, Minggu (26/1/2020).
Mardi mengatakan, saat ini 12 mahasiswa Aceh yang berada di Wuhan.
Sebanyak 10 orang di antaranya memang menetap di Wuhan.
"Dua orang lagi, Safriadi dan Intan mereka sedang liburan ke Wuhan, dan tidak dikasih lagi ke luar Kota Wuhan sekarang. Jadi keduanya bertahan di asrama bersama rekan-rekan lainnya," kata Mulia Mardi.
Mulia Mardi sendiri, salah satu mahasiswa Aceh yang sedang kuliah di Wuhan, beberapa waktu lalu ia melakukan perjalanan ke beberapa kota, Shanghai dan kota-kota lainnya.
"Pas mau balik ke Wuhan saya nggak dikasih lagi, akhirnya saya pulang ke Indonesia, Aceh," kata Mulia Mardi.

Dia mengatakan, sesuai perintah pusat China di Beijing, akses Kota Wuhan untuk sementara lumpuh dan ditutup dari semua tujuan.
Airport tidak beroperasi dari mulai tanggal 24 Januari, kereta api antarkota sudah tutup begitu juga dengan transportasi dalam kota, metro, dan busway sudah tidak beroperasi sama sekali semenjak tiga hari lalu.
"Ada taksi, tapi harganya 5 kali lipat dari biasanya. Transportasi dan warung-warung kecil ditutup dengan waktu yang tidak ditentukan," katanya.
Semua mahasiswa Indonesia saat ini terisolasi di kota Wuhan, tidak bisa melakukan kegiatan apapun untuk mencegah virus corona, kecuali hanya berdiam diri di dalam kamar.
"Banyak yang sudah beli tiket untuk pulang ke Indonesia namun tidak bisa lagi untuk terbang," katanya.
Saat ini masalah paling krusial dihadapi mahasiswa asal Aceh di Wuhan adalah menipisnya stok makanan.
"Jika masalah virus ini semakin lama, dipastikan stok makanan di warung terus menipis," katanya.
Para mahasiswa mengaku kesulitan makanan, ditambah semua harga bahan pokok saat ini melonjak tinggi, harganya naik lima kali lipat dari biasanya.
"Biasa beli beras dengan harga Rp 12.000, semenjak kasus ini, menjadi Rp 50.000. Mau tidak mau kami tetap membeli bahan pokok makanan untuk kesediaan di kamar, karena selama ini kami selalu masak agar tidak mengonsumsi makanan di luar dan tidak sering keluar kamar," ujar Mulia.
Sejauh ini yang mahasiswa Aceh takutkan ada dua hal, tidak terinfeksi virus corona dan takut kehabisan stok makanan terdekat.
"Otoritas di sana juga tidak membolehkan barang-barang dikirim ke Kota Wuhan, semua akses ditutup," pungkasnya.
Konferensi pers di Dinas Sosial tadi turut dihadiri oleh Jubir Pemerintah Aceh, Saifullah Abdulgani, Penasihat Gubernur, Fauzan Azima, dan sejumlah awak media.
Plt Gubernur Transfer Dana
Beberapa saat setelah konferensi pers di Dinas Sosial, Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur Aceh, Nova Iriansyah secara khusus menghubungi Serambinews.com, Minggu (26/1/2020).
Dalam percakapan via telepon genggam itu, Nova mengatakan, saat ini pihaknya fokus memantau warga Aceh di sana, yakni para mahasiswa yang kini terisolasi di Kota Wuhan, kota terparah terjangkitnya virus mematikan itu.
"Kita prihatin dan sangat was-was terhadap terjangkitnya virus Corona di China," kata Nova.
Plt Gubernur Aceh juga mengaku sudah berkomunikasi dengan salah satu mahasiswa Aceh di Wuhan, Alfi Rian asal Krueng Mane.
Kepada Alfi, Plt Gubernur Aceh meminta agar mereka tidak panik dan tetap tenang menghadapi wabah tersebut.
"Karena kita terus melakukan komunikasi dengan KBRI, kita meminta KBRI untuk memantau mereka," kata Plt Gubernur Aceh.
Salah satu keluhan mahasiswa kata Plt Gubernur, Nova Iriansyah, saat ini mahasiswa khawatir kehabisan stok makanan karena ketersediaan makanan mereka akan terus menipis.
"Ada super market yang buka di sana dekat dengan kediaman mereka, masih bisa belanja namun harga kebutuhan bahan pokok memang terus melonjak," kata Nova.
Namun, Nova meminta mahasiswa tidak perlu khawatir terkait itu.
Karena Pemerintah Aceh akan menanggung semua biaya dan kebutuhan mahasiswa selama keadaan darurat virus corona di Wuhan.
"Saya sudah perintah Alfi Rian mengirim rekening dan pastikan ada ATM yang bisa ambil langsung. Semua kebetuhan mahasiswa Aceh di Wuhan dalam masa krisis ini ditanggung Pemerintah Aceh dan dalam beberapa menit ke depan saya sudah transfer ke rekening Alfi Rian," katanya.
Nova juga meminta Alfi Rian untuk belanja sebanyak-banyaknya tanpa peduli harga.
"Saya minta dia belanja sebanyak banyaknya tanpa peduli harga karena ini ditanggung pemerintah Aceh," pungkas Nova Iriansyah. (*)
• Wabah Corona Merebak, Persediaan Makanan Mahasiswa Aceh di Wuhan Sepekan ke Depan Cukup
• Takut Tertular Virus Corona, 12 Mahasiswa Aceh di China Terkurung di Wuhan, Ini Nama-nama Mereka