Amandemen UUPA
Ketua Banleg DPRA Kembali Temui Kemendagri, Bahas Soal UUPA
Mantan Bupati Aceh Jaya itu menyampaikan, dalam pertemuan dengan Syah Bainur, dirinya menyampaikan berbagai hal menyangkut siklus Pilkada Aceh.
Penulis: Masrizal Bin Zairi | Editor: Yusmadi
Laporan Masrizal | Banda Aceh
SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Ketua Badan Legislasi (Banleg) DPRA, Ir H Azhar Abdurrahman kembali menyambangi Kantor Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Jakarta, Kamis (30/1/2020).
Dalam pertemuan yang ditemani dua staf Sekretariat DPRA, kedatangan Azhar diterima oleh Kepala Subdit Otonomi Khusus Wilayah DIY dan DKI, Drs Syah Bainur MSi.
"Lanjutan perjalanan dinas hari kedua saya mengulang kembali Kantor Kemendagri. Saya sebagai Ketua Badan Legislasi DPRA merasa bertanggung jawab ihwal arah politik Aceh masa depan," kata Azhar dari Jakarta.
Mantan Bupati Aceh Jaya itu menyampaikan, dalam pertemuan dengan Syah Bainur, dirinya menyampaikan berbagai hal menyangkut siklus Pilkada Aceh.
Baik terkait pemilihan Gubernur Aceh dan Bupati atau Wali Kota di 23 kabupaten/kota yang berakhir pada tahun 2022 dan tiga kabupaten/kota yang berakhir pada tahun 2023.
"Itu sesuai dengan Pasal 65 Undang-undang Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh, bahwa Pemilihan Gubernur dan Bupati dan Wali Kota berlangsung 5 tahun sekali," ungkapnya.
Mengingat Pilkada serentak dimulai dari Aceh sejak tahun 2006, 2012, 2017, maka sepatutnya giliran Pilkada 2022 dapat berlangsung lagi, sehingga tidak mengalami pergeseran ke tahun 2024 dengan konsep Pilkada dan Pileg secara serentak.
"Sebagaimana hak politik dan hukum untuk Aceh yang asimetris dan menjaga stabilisas keamanan dan ketertiban, maka perlu diakomodir dalam draft UU Pilkada yang sedang diajukan pada Prolegnas 2020 ini," ujar Azhar.
• Raker Forbes Dengan Forum Rektor se-Aceh, TA.Khalid: Akademisi Harus Proaktif Mengawal Revisi UUPA
• Banleg DPRA Sampaikan Program Legislasi ke Kemendagri
• Banleg DPRA Bertemu Dirjen Otda Kemendagri, Ini yang Dibahas
Menurut Azhar, pihak Kemendagri sepatutnya mengakomodir permintaan rakyat Aceh secara konstitusional yaitu menginginkan Pilkada 2022 dapat dilaksanakan sebagai solusi damai yang bermartabat.
"Revisi UU Nomor 11 tahun 2006 yang telah diagendakan pada Prolegnas, ternyata bukan usulan dari Kemendagri dan bukan DPR RI, mungkin dari DPD RI.
Bagi kita Aceh, revisi ini sangat sensitif sehingga perlu disempurnakan sesuai dengan kehendak perdamaian dan semangat perjanjian damai antara GAM dan RI," tambah Azhar.
Menurut Azhar, Pemerintah Aceh, DPRA dan elemen sipil serta semua komponen rakyat Aceh baik ulama, akademik dan pihak swasta harus melakukan pembahasan dan pembicaraan pasal untuk dimasukan dalam katagori Daftar Infetaris Masalah (DIM).
"Setelah konsep revisi UU Pemerintah Aceh versi Aceh rampung, selanjutnya diteruskan ke Kemendagri dan DPR RI agar secara resmi masuk pembahasan, yang tentunya perlu pengawalan lebih lanjut," ungkap dia.
Dengan demikian, lanjut Azhar, pembahasan kelanjutan dana Otsus yang berkesinambungan bisa diatur lebih lanjut dalam materi UUPA hasil revisi dan dapat mengatur ke depan, misalnya 1% dana otsus untuk Tunjangan Infrastruktur dan 1% untuk Tunjangan Pembangunan Manusia. (*)