Berita Abdya
Ini Penjelasan Kajari Abdya atas Penghentian Kasus Dugaan Korupsi Perjalanan Fiktif Anggota DPRK
Nilawati menjelaskan alasan pihaknya menghentikan penyelidikan kasus dugaan korupsi anggaran dalam surat perintah perjalanan dinas (SPPD) fiktif itu
Penulis: Zainun Yusuf | Editor: Mursal Ismail
Menurut laporan APIP pada Inspektorat anggaran yang yang dikembalikan anggota Dewan itu sudah disetor ke kas Negara.
“Artinya tak ada lagi ditemukan keuangan negara, sehingga penyelidikan dugaan korupsi anggaran perjalanan dinas Anggota Dewan itu kita tutup.
Namun, jika ditemukan bukti baru akan kita buka kembali penyelidikannya,” tambah Kajari Abdya, Nilawati.
Menyangkut ada ketentuan hukum yang menyebutkan bahwa pengembalian uang negara tidak menghapus tindak pidana, Kajari Nilawati pun memberi penjelasan.
Menurutnya, ketentuan seperti itu jika kasus dugaan korupsi sudah sampai tahap persidangan.
“Sedangkan dugaan perjalanan dinas fiktif Anggota Dewan Abdya masih dalam penyelidikan atau pengumpulan data,” paparnya.
• Dua Galian C Harus Ditutup, Rekomendasi Tim Gabungan Pemkab dan DPRK
Kajari Abdya tidak membantah kalau kasus dugaan korupsi anggaran perjalanan (fiktif) anggota Dewan itu mendapat perhatian besar publik Abdya.
“Sekitar dua pekan lalu lalu, kami menerima audensi HMI, mereka juga mempertanyakan hal itu, kita jelaskan penyelidikan yang kita lakukan,” ungkap Nilawati.
• Pasokan Minim Sebabkan Harga Bawang di Pijay Capai Rp 40.000/Kg
Seperti diberitakan, Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK-RI) Perwakilan Aceh menemukan kejanggalan dalam perjalanan dinas anggota DPRK Abdya, sebesar Rp 1 miliar lebih.
Temuan kejanggalan perjalanan dinas anggota dewan terhormat yang kabarnya fiktif itu merupakan hasil audit BPK untuk APBK tahun 2017.
Dari 25 anggota DPRK Abdya, hanya satu orang yang dinyatakan sesuai dan tidak perlu mengembalikan uang perjalanan dinas tersebut.
Kabarnya, temuan perjalanan dinas itu diketahui pasca auditor BPK melakukan croscek sejumlah tiket pesawat para anggota DPRK Abdya.
Ternyata, auditor menemukan perbedaan antara tiket dan boarding pass (tanda/izin masuk dalam pesawat).
Pada tiket pesawat itu tertera nama anggota DPRK yang bersangkutan.
Sedangkan pada boarding pass yang diserahkan ke bendahara, setelah diteliti oleh tim auditor menggunakan barcode, yang muncul justru nama orang lain.