Kasus Proyek Fiktif

Terkait Kasus Proyek Fiktif di Subulussalam, Musjoko: Saya Teken Tapi Saya Tidak Paham

Musjoko Isneini Lembeng, mantan Sekretaris DPUPR yang diperiksa Kejaksaan Negeri (Kejari) Subulussalam mengaku terjebak dengan proyek fiktif ini.

Penulis: Khalidin | Editor: Taufik Hidayat
SERAMBINEWS.COM/KHALIDIN
Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Kota Subulussalam, MHD Alinafiah Saragih SH 

Laporan Khalidin | Subulussalam

SERAMBINEWS.COM, SUBULUSSALAM – Sejumlah pejabat di Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (DPUPR) Kota Subulussalam mulai angkat bicara menyangkut perkara dugaan proyek fiktif  yang membelit instansi tersebut.

Terkini, Musjoko Isneini Lembeng, mantan Sekretaris DPUPR yang diperiksa Kejaksaan Negeri (Kejari) Subulussalam Kamis (6/2/2020) siang tadi mengaku terjebak.

Sebelumnya, Jufril ST, kasie pemeliharaan jalan dan jembatan DPUPR Kota Subulussalam kepada Serambinews.com, Selasa (19/11/2019) mengaku namanya dicatut oknum rekanan.

Dia menyatakan jika proses pencairan dana yang nilainya mencapai Rp 895 juta mencatut namanya selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) dan memalsukan tandatangannya

Lalu tadi, usai pemeriksaan di Kejari Subulussalam, Musjoko juga mengakui bahwa dirinya termasuk terjebak dalam kasus dugaan proyek fiktif di instansinya.

Musjoko yang kini sekretaris Dinas Syariat Islam dan Pendidikan Dayah diperiksa kejaksaan dalam kapasitasnya saat menjabat sekretaris DPUPR.

Selain Musjoko, kejari juga dilaporkan memeriksa bendahara DPUPR Erni.”Benar, kami diundang kembali memberikan keterangan,” kata Musjoko yang dikonfirmasi Serambi

Musjoko mengatakan dia dipanggil ke Kejari Subulussalam sekitar pukul 11.00 WIB tadi. Musjoko membenarkan jika panggilan tersebut terkait permintaan keterangan seputar lima paket proyek yang diduga bermasalah karena ditenggarai fiktif. “Hari ini giliran kami dua orang dipriksa, saya dan bendahara,” ujar Musjoko

Musjoko mengakui ada menandatangani dokumen sebagai sekretaris DPUPR Subulussalam. Namun, kata Musjoko dia menandatangani karena telah tuntas diteken oleh Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) . Ini, lanjut Musjoko sudah lumrah dilakukan apabila dokumen sudah diteken PPTK maka dia langsung meneken.

Lebih jauh dijelaskan, saat menandatangani dokumen paket proyek yang kini bermasalah tersebut baru saja masuk ke DPUPR selaku sekretaris. Sebagai pengembalian PNS atau pejabat yang dikembalikan karena perintah Mendagri RI.

Dia masuk 1 Juli namun dalam absen belum tercatat. Nah, saat itu, kata Musjoko langsung disodori dokumen untuk diteken. Tanpa curiga, Musjoko langsung menandatangani dengan alasan telah diteken PPTK.

”Karena sudah diteken semua staf maka saya teken juga. Kala itu saya juga sempat bertanya apakah sudah tuntas semua. Dijawab sudah klar. Taunya bermasalah. Benar saya teken. Tapi saya sama sekali tidak paham dan tidak ada sangkut pautnya,” pungkas Musjoko

Sebelumnya, Selasa (19/11/2029) lalu Jufril, ST kasie pemeliharaan jalan dan jembatan DPUPR Kota Subulussalam kepada Serambinews.com juga mengaku namanya tercatut dalam dokumen Surat Perintah Membayar (SPM) sebagai PPTK.

Selain itu, tandatangan Jufril di SPM juga dipastikan dipalsukan oleh pelaku proyek fiktif. Diakui, semula ada oknum rekanan yang datang kepadanya untuk meminta tandatangan. Namun, Jufril menolak lantaran sepengetahuannya dia belum memiliki SK sebagai PPTK di kegiatan itu.

Jufril menambahkan, oknum rekanan yang datang itu membawa DPA atau Dokumen Pelaksanaan Anggaran. Jufril mengaku menolak menandatangani SPM tersebut selain belum ada proses termasuk Serah Terima Akhir Pekerjaan (Final Hand Over-FHO), dia juga belum tercatat sebagai PPTK.

“Intinya, saya pastikan tandatangan saya dipalsukan. Memang ada orang yang datang menemui saya, dia bilang kalau saya PPTK sudah disetujui kadis, namun saya tolak karena merasa tidak ada SK untuk menjadi PPTK kegiatan terkait, anehnya belakangan rupanya uangnya cair,” ujar Jufril

Jufril mengaku heran mengapa bisa ada tandatangannya tercantum di SPM termasuk namanya yang dicatut sebagai PPTK. Menurut Jufril, ada dua tandatangannya yang tertera di SPM penarikan uang proyek fiktif.

Sementara tiga paket proyek fiktif lainnya tidak dibubuhi tandatangan namun uangnya cair. Ini pula yang membuat Jufril semakin heran lantaran mengapa dana bisa cair tanpa ada tandatangan PPTK.

Biasanya, kata Jufril mekanisme pencairan dana proyek harus melalui sejumlah tahapan seperti pengecekan ke lapangan atau verifikasi disebut Serah Terima Akhir Pekerjaan (Final Hand Over-FHO), Surat Penyediaan Dana (SPD) lalu Surat Perintah Membayar (SPM) hingga Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) dan pengantar dari BPKD ke bank.

Nah, hal ini diduga ada yang terlewatkan yakni FHO, SPD dan kalaupun dilakukan diyakini ada pemalsuan dokumen.

Penelusuran Serambinews.com di lapangan, selain lima paket proyek yang dananya sudah ditarik sebelum masuk DPA tersebut, ternyata sempat ada sejumlah nama pekerjaan dalam deretan kegiatan fiktif.

Meski belakangan kabarnya pekerjaan tersebut ada yang tidak sempat ditarik. Umumnya, paket proyek yang fiktif tersebut bernama pembangunan Jalan Kecamatan Longkib dan pembangunan Jalan Kecamatan Rundeng.

Sesuai prosedur, jika tidak ada di DPA induk tidak bisa keluar di system namun hal ini bisa diakali oleh pelaku. Sejatinya paket yang akan diajukan harus filter, mulai kontrak, verifikasi data baru bisa ke keuangan namun ini dapat terlampaui.

Sumber menambahkan, kasus proyek fiktif ini bermula DPA bodong atau kegiatan yang dinamai penumpang gelap. Muaranya lanjut kegiatan hingga berakhir fiktif. Belakangan lantaran dinilai bodong alias penumpang gelap, TAPK menghapus kegiatan padahal uangnya sudah ditarik.

”Kegiatannya dihapus kaena dianggap ‘penumpang gelap’ tapi walau dihapus uangnya sudah ditarik,” ungkap sumber.

Lebih jauh dibeberkan, meski sempat dihapus beberapa waktu lalu entah mengapa muncul kembali kegiatan serupa di perubahan APBK lalu. Padahal, lanjt sumber, uangnya sudah ditarik sebelumnya jauh sebelum DPA muncul.

”Pertanyaannya mengapa muncul lagi di perubahan karena uangnya sudah ditarik. Sebelum keluar SPM setelah ada FHO. Seharusnya, SPM baru bisa terbit jika kegiatan tercantum di DPA. Nah, untuk mengakali ini ada upaya membawa orang honorer,” pungkas sumber

Dibeberkan pula sejumlah lokasi paket yang fiktif yakni di Desa Bangun Sari, Lae Saga, Panglima Saman, Suka Makmur, Panglima Saman, Panglima Saman.

Lalu ada pula pembangunan jalan Kecamatan Rundeng (tidak disebutkan spesifik) namun lokasi di Desa Dah (Uruk arah sengkawil simelengleng) atau dekat Dah pekan.

Kemudian di Sepadan, Harapan Baru. Selanjutnya di Kecamatan Longkib dan di Kecamatan Penanggalan.

Siapa Aktor di Balik Proyek Fiktif DPUPR Kota Subulussalam?

Sebagaimana diberitakan sebelumnya, kejaksaan Negeri Subulussalam kini melakukan penyelidikan (lidik) kasus dugaan proyek fiktif yang terjadi di Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahaan Rakyat (DPUPR) setempat.

Hal itu disampaikan Kepala Kejaksaan Negeri Subulussalam (Kajari), Mhd Alinafiah Saragih kepada Serambinews.com, Rabu (29/1/2020).

Kajari Mhd Alinafiah yang dikonfirmasi Serambinews.com via pesan whatsapp masih irit memberikan keterangan. Alasannya, karena perkara ini masih tahap penyelidikan atau lidik.

Sejauh ini, kata Kajari Mhd Alinafiah, timnya masih melakukan tahap pengumpulan data dan keterangan, untuk ditingkatkn ke penyidikan. Namun saat ditanya sudah berapa pejabat atau pihak yang dimintai keterangan, Kajari Mhd Alinafiah belum membeberkan.

Kasus dugaan proyek fiktif di Kota Subulussalam mencuat akhir 2019 lalu dan anggarannya dikabarkan mencapai Rp 895 juta.

Hal ini terungkap atas penelusuran Serambinews.com, Senin (18/11/2019) dari Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (DPUPR) Kota Subulussalam.Kepala DPUPR Kota Subulussalam, Alhaddin yang dikonfirmasi wartawan di ruang kerjanya terkait dugaan proyek fiktif berupa pembangunan MCK di Penanggalan maupun jalan sebelum dia menjabat di dinas itu.

”Kabar-kabar yang beredar begitu tapi itu sebelum saya menjabat,” kata Alhaddin.

Alhaddin mengakui mendapat informasi soal desas-desus dugaan proyek fiktif di dinas tersebut. Alhaddin sendiri mengaku masuk ke dinas tersebut September lalu sehingga jika pun terjadi kegiatan tersebut sebelum menjabat di DPUPR.

Selain itu, Alhaddin juga memastikan proses penarikan dana yang diduga fiktif bukan dari DPUPR tapi Badan Pengelolaan keuangan Daerah (BPKD).

Sedangkan kasus lain yakni dugaan proyek yang nilainya miliaran Alhaddin mengaku telah memerintahkan anggotanya menelusuri ke BPKD dan menemukan lima paket pekerjaan  yang dicurigai.

Kelima paket pekerjaan yang dananya mencapai Rp 895 juta itu adalah pembangunan jalan. Kelimanya yakni paket jalan di kampung Bangun Sari Kecamatan Longkib senilai Rp 186 juta. Lalu paket pekerjan  jalan Kampung Suka Makmur Kecamatan Simpang Kiri senilai Rp 176 juta.

Selanjutnya, paket pekerjaan jalan Panglima Sahman Kecamatan Rundeng  sebesar Rp 182 juta dan paker pekerjaan jalan kampong Lae Saga, Kecamatan Longkib senilai Rp 176 juta.

Terakhir, paket pekerjaan senilai Rp 175 juta senilai Rp 175 juta. Total anggaran kelima paket ini mencapai Rp 895 juta.

Modus permainan terhadap kelima proyek ini disinyalir dananya sudah ditarik padahal pekerjaan belum ada. Paket ini rencananya masuk dalam anggaran perubahan 2019. Namun setelah mendapat informasi terkait, Kadis PUPR Alhaddin memerintahkan agar pekerjaan kelima proyek tersebut tidak tidak dilanjutkan.

Kasus lima paket proyek pembangunan jalan di Dinas Pekerjan Umum dan Perumahan Rakyat (DPUPR) Kota Subulussalam anggaran 2019 yang diduga fiktif semakin gamblang.

Pasalnya, proses pencairan dana yang nilainya mencapai Rp 895 juta ternyata dengan mencatut nama Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) dan memalsukan tandatangannya.(*)

Hari Ini Latihan Persiraja Banda Aceh Diliburkan, Ini Alasannya

Persiraja Segera Berkompetisi di Liga 1, Wali Kota Berharap Lantak Laju Bersaing di Papan Atas

Singapura Rilis Daftar 18 Produk Kebersihan yang Mampu Cegah Virus Corona, Apa Saja?

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved