Jurnalisme Warga
Membangun Pulo Aceh, dari Mana Mulainya?
BULAN lalu di Banda Aceh, Ikatan Pemuda Pelajar dan Mahasiswa Pulo Aceh (Ippelmapa) menyelenggarakan Seminar “Orientasi BPKS

Ketiga, Pemkab Aceh Besar perlu membentuk Tim Market Intelligence (MI), tim yang terdiri atas akademisi yang memiliki kemampuan atau metode dalam memahami pasar domestik maupun internasional. Ini sangat penting sebagaimana yang dilakukan Kemenlu RI untuk dapat menembus pasar India. Mereka membentuk Tim MI sebagai awal untuk membangun kerja sama dan konektivitas antara Aceh dan India. Yang mana, MI ini semestinya wajib dimiliki oleh pemerintah daerah ataupun dinas terkait.
Keempat, Pemkab Aceh Besar harus memiliki konsultan hukum dan konsultan infrastruktur. Apa pun yang kita lakukan apalagi terkait dengan infrastruktur dan mengundang investasi, ujung-ujungnya adalah persoalan regulasi. Infrastruktur yang dimaksud, bukan hanya pembangunan fisik, seperi jalan, jembatan, pasar, atau rumah sakit. Infrastruktur adalah integrated system. Ia adalah sesuatu yang “human” dan pembawa peradaban.
Pulo Aceh memiliki komoditas unggulan, yaitu ikan tongkol, tuna, udang, cumi-cumi, gurita, lobster, kelapa, cengkih, pinang, dan pala. Budi daya pertanian organik dan perkebunan serta budi daya perikanan perairan dengan sistem zonasi berpotensi untuk dikembangkan.
Pariwisata yang dikembangkan berbasis komunitas dan kearifan lokal. Homestay, cottage, maupun resort dikelola oleh penduduk lokal. Pulo Aceh harus memiliki jati diri atau identitas tanpa harus mengadopsi pariwisata Bali.
Pulo Aceh dapat menjadi pilihan lokasi pengembangan industri pengolahan ikan. Antara Pulau Nasi dan Pulau Breuh terkonektivitas dan pelabuhannya berperan sebagai feeder (pengumpan) bagi Pelabuhan Malahayati dan Pelabuhan Sabang.