Berita Banda Aceh

Mengenal Lebih Dekat Pasutri yang Dikukuhkan Serentak Jadi Profesor di Unsyiah Pagi Ini

Keduanya adalah Prof Dr Khairul Munadi ST MEng dan istrinya, Prof Dr Fitri Arnia ST MEngSc.

Penulis: Yarmen Dinamika | Editor: Mursal Ismail
For serambinews.com
Prof Dr Khairul Munadi dan istrinya, Prof Dr Fitri Arnia 

Keduanya adalah Prof Dr Khairul Munadi ST MEng dan istrinya, Prof Dr Fitri Arnia ST MEngSc.

Laporan Yarmen Dinamika l Banda Aceh

SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Pagi ini, Rabu (26/2/2020), sebuah peristiwa langka akan menandai sejarah Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) Banda Aceh. 

Dari tiga akademisi Unsyiah yang dikukuhkan sebagai profesor, dua di antaranya justru merupakan pasangan suami istri (pasutri).

Keduanya adalah Prof Dr Khairul Munadi ST MEng dan istrinya, Prof Dr Fitri Arnia ST MEngSc.

Keduanya dosen pada Jurusan Teknik Elektro dan Komputer Fakultas Teknik Unsyiah.

Satu lagi adalah Prof Dr Taufik Fuadi Abidin SSI, MTech, Dosen Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Unsyiah.

Arus Transportasi Blangkejeren ke Kutacane Terganggu Akibat Proyek Ini

Prof Dr Khairul Munadi
Prof Dr Khairul Munadi (For serambinews.com)

Pasangan Khairul Munadi-Fitri Arnia tercatat sebagai pasutri pertama di lingkungan Unsyiah yang dikukuhkan serempak menjadi profesor.

Bagaimana riwayat pendidikan dan karier pasutri ini, simak paparan berikut ini.

Dilahirkan pada 27 Agustus 1971 di Seulimeum, Aceh Besar, Khairul Munadi menghabiskan masa kecilnya di Pulau Weh, Sabang.

Ayah dan ibunya bertugas sebagai pegawai negeri sipil (PNS) di pulau wisata itu.

Dari pulau terluar di bagian barat Indonesia itu Khairul Munadi yang sering disapa KM, tumbuh menjadi remaja yang sangat tertarik dengan dunia pendidikan.

Mahasiswa di Aceh Barat Galang Dana Untuk Korban Kebakaran di Aceh Singkil

Kedua orang tuanya yang berprofesi guru amat menginspirasi KM muda, yakni ayahanda almarhum Drs Anwar Hamzah dan ibunda Mariani, untuk tumbuh menjadi sosok pembelajar yang tekun, tanpa pernah putus asa.

Untuk mencukupi kebutuhan hidup dan pendidikan bagi anak-anaknya, ayah KM berkebun cengkih (lawang) di Sabang.

Hebatnya lagi, sang ayah, tidak hanya berjuang menyiapkan dana pendidikan untuk KM dan adik-adiknya, tetapi juga gigih menyelesaikan sekolahnya sendiri di Universitas Terbuka (UT), meski di usia yang tak lagi muda.

Ayah KM tercatat sebagai mahasiswa angkatan pertama UT yang lulus sarjana di Kota Sabang pada tahun 1991.

Sedangkan sang ibu adalah pelita kasih sayang, mata air doa yang tak pernah putus, dan teladan kesabaran dalam menjalani kehidupan.

Colt Diesel dan Kijang Tabrakan di Juli Bireuen, Empat Orang Masuk RS, Begini Kejadiannya

Semangat sang ayah dan teladan sang ibu inilah yang menapasi KM menapaki profesi sebagai akademisi ketika dewasa.

Cita-citanya untuk menjadi akademisi sangat terjaga.

Setelah lulus sarjana di tahun 1996 dari Teknik Elektro ITS Surabaya, KM sempat bekerja di beberapa perusahaan asing dengan gaji dan posisi yg relatif lumayan.

Ia pernah bekerja di PT Freeport McMoRan Indonesia di Tembagapura, lalu sebagai System Engineer di Alcatel Telspace di Jakarta, dan kemudian menjadi Regional Manager di PT Alcatel Enkomindo Jakarta, hingga tahun 1999.

Tapi semua posisi itu ia tinggalkan, karena kuatnya dorongan cita-cita untuk menjadi seorang akademisi.

Harimau Muncul Lagi ke Permukiman Warga, Polisi Patroli Hingga ke Tepi Hutan

Dorongan ini memuncak ketika ia aktif menjadi dosen terbang di Jurusan Teknik Elektro FT Unsyiah pada tahun 1998.

Setiap akhir pekan kala itu, ia tempuh perjalanan Medan-Banda Aceh untuk mengisi kuliah di kampus, di sela-sela tugasnya menjadi manajer di Medan.

Bagi banyak orang, keputusan KM saat itu mungkin tergolong gila.

Karena berani melepaskan posisi dan gaji besar di perusahaan terkenal untuk menjadi akademisi di Unsyiah yang pendapatannya hanya 1/12 kali gaji sebelumnya.

Tapi KM bergeming, rupiah dan dolar tidak menguburkan niat dan semangatnya untuk menjadi salah satu dosen di Unsyiah.

Begitulah tahun 1999, hati KM berbunga-bunga karena ia resmi diterima sebagai dosen di Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik Unsyiah

Kesungguhannya menjadi akademisi dibuktikan dengan keberhasilannya memperoleh beasiswa untuk melanjutkan S2 dan S3 ke Tokyo Metropolitan University, Jepang.

Di bidang pengolahan sinyal atau citra digital, dari tahun 2002 hingga tahun 2007.

KM bahkan sempat menjalani posdoktoral di universitas yang sama hingga tahun 2008.

Fokus risetnya tentang image processing serta ketertarikannya pada knowledge Management dan aplikasinya untuk kebencanaan mengantarkannya beberapa kali berkesempatan meneliti kembali di luar negeri, seperti di Belanda, Jepang, Turki, serta berinteraksi dengan banyak peneliti asing.

Seperti kebanyakan akademisi lain di Unsyiah, KM aktif berkutat dalam kegiatan tridarma.

Ia rajin meneliti dan memublikasikan hasil penelitiannya dalam bentuk buku, prosiding seminar, bahkan artikel dalam jurnal bereputasi internasional.

Ia juga kerap mendapatkan berbagai hibah penelitian, mulai lokal, nasional dan internasional.

Karyanya mencakup 1 paten nasional, 1 paten nasional terdaftar, 1 buku, dan 61 Judul publikasi terindeks Scopus.

KM juga terpilih menjadi salah satu promotor dalam program beasiswa nasional Pendidikan Magister Menuju Doktor untuk Sarjana Unggul (PMDSU).

KM berkiprah pula dalam penguatan kelembagaan di kampus.

Ia dipercaya untuk mengoordinatori upaya TDMRC Unayiah dalam memperoleh status Pusat Unggulan Iptek (PUI), dan juga terlibat dalam upaya Unsyiah memenangi hibah program World Class Professor (WCP) tahun 2018 dan 2019 dari Kemenristekdikti.

Selain itu, melalui TDMRC Unsyiah ia juga terlibat dalam inisiatif Kerja Sama Selatan-Selatan Indonesia untuk pertukaran sumber daya, teknologi, dan pengetahuan antara negara-negara berkembang yang juga dikenal sebagai Indonesian South-South Cooperation.

KM juga sempat didapuk sebagai Ketua Jurusan di Teknik Elektro hingga saat ini sebagai Kepala UPT Mitigasi Bencana atau Tsunami and Disaster Mitigation Research Center (TDMRC) Unsyiah.

Di tingkat nasional, KM juga aktif di berbagai forum.

Ia menjadi Industry Relation Coordinator pada The Institute of Electrical and Electronics Engineers (IEEE) Indonesia Section, Anggota Dewan Riset Nasional (DRN) 2019-2021, Asesor BAN-PT, Wakil Ketua Ikatan Ahli Kebencanan Indonesia (IABI), dan juga pengurus Asosiasi Profesor Indonesia (API).

Berbagai capaian tersebut tentu diperoleh dengan kerja keras, kesungguhan, dan juga doa serta dukungan dari keluarga, pimpinan, sahabat, kerabat, serta berbagai pihak yang tak mungkin disebutkan satu per satu.

Bahkan tak jarang menuntut pengorbanan yang luar biasa.

Salah satu pengorbanan terberat adalah harus terpisah dengan anak dan istri ketika menjalani program S2, karena sang istri saat itu juga sedang studi di Australia, sementara sang anak justru tinggal di Medan bersama mertua.

"Tapi KM menjalani itu semua dengan sabar dan tawakal, sambil terus berdoa agar dimudahkan," kata Rektor Unsyiah, Prof Dr Samsul Rizal MEng, IPU, Selasa malam.

Dan kini kesabaran Khairul Munadi itu menunjukkan buah manisnya.

Bahkan bukan saja Khairul Munadi, sang istri tercinta, Fitri Arnia,
berbarengan dikukuhkan sebagai profesor baru di Fakultas Teknik, Unsyiah.

Update Situasi Terkini Wabah Virus Corona di 9 Negara Timur Tengah, 15 Orang Meninggal di Iran

Prof Dr Fitri Arnia
Prof Dr Fitri Arnia (For serambinews.com)

Sang istri

Fitri Arnia, salah satu profesor muda di Fakultas Teknik Unsyiah yang Rabu besok dikukuhkan sebagai profesor, berbarengan dengan suaminya, Prof Dr Khairul Munadi.

Filosofi hidupnya sederhana, yaitu menjalani kehidupan secara konsisten dan bertanggung jawab, apa pun pilihannya.

Fitri lahir di Kisaran, Sumatera Utara, pada 12 November 1973 dari keluarga besar yang sangat menyukai seni.

Ia memperoleh banyak pembelajaran, terutama untuk karakter dan kepribadian dari keluarga besarnya.

Fitri belajar konsistensi dan kesungguhan dari sang ayah, Dr H Afifuddin.

Oleh karena itu, ia meyakini bahwa apa pun yang dipilih dan digeluti dengan penuh kesungguhan, insyaallah akan memberikan hasil yang luar biasa.

Sementara itu, dari sang ibu, Hajjah Asniah, Fitri belajar kesetiaan dan tanggung jawab. 

Hal ini menjadikannya sosok yang berusaha keras untuk menunaikan setiap tanggung jawab yang dibebankan kepadanya sekuat tenaga.

Fitri kecil tak pernah bermimpi menjadi profesor, apalagi untuk bidang yang ditekuninya saat ini.

Karena, walaupun Fitri selalu mendapat nilai tinggi di sekolah, terutama bahasa Inggris dan eksakta, tapi Fitri justru memiliki 'passion: yang kuat untuk bidang penulisan dan juga seni.

Buktinya, tulisan pertamanya bahkan sudah dimuat di Koran Waspada ketika usianya belum genap 12 tahun, dan pertunjukan seninya saat itu, berhasil menembus televisi.

Sesuai bakat seni yang kental dalam darahnya, awalnya Fitri ingin masuk Jurusan Teknik Arsitektur, tapi sang ayah meyakinkannya untuk mendaftar di Teknik Elektro Universitas Sumatera Utara.

Tak bisa dipungkiri bahwa darah elektro sangat kuat dalam keluarga besar Fitri. Selain ayahnya, empat dari lima saudara kandung Fitri juga insinyur elektro.

Tonggak sejarah elektro dalam keluarga Fitri bahkan sudah dimulai sejak zaman penjajahan Belanda, ketika kakeknya bekerja di OGEM, semacam PLN pada masa Belanda.

Inilah yang menguatkan niat Fitri untuk menuruti keinginan sang ayah, dan kuliah di Teknik Elektro Universitas Sumatera Utara.

Dan takdir Allah, darah elektro keluarga ini beberapa tahun kemudian bertambah lagi, karena Fitri menikah dengan Khairul Munadi, yang lulusan Teknik Elektro juga.

Meskipun begitu, darah seninya tetap bergelora, sehingga alih-alih mengambil jurusan listrik atau elektro arus kuat.

Fitri justru memilih bidang arus lemah, dan memilih skripsi yang masih ada hubungannya dengan bidang seni, yaitu tentang suara atau musik serta tuturan atau wicara.

Oleh karena itu, lahirlah skripsinya berjudul: Linear Predictive Coding untuk Speech Synthesis.

Fitri diterima sebagai dosen di Jurusan Teknik Elektro Unsyiah pada tahun 1999.

Tiga tahun kemudian, Fitri memperoleh beasiswa untuk melanjutkan S2 di bidang teknik elektro di University of New South Wales, Australia.

Di tempat ini, Fitri berkesempatan untuk memperdalam kepakarannya tentang pemrosesan wicara dan audio, serta citra, dan video.

Tesis S2-nya masih berhubungan dengan audio, khususnya Audio Watermarking.

Fitri menyelesaikan S2-nya tahun 2004, setelah melewati masa-masa berat karena terpisah dengan suami, Khairul Munadi, yang sedang sekolah di Jepang, dan anak tercinta yang terpaksa ditinggal sementara di Indonesia.

Tapi hal ini tidak berlangsung lama, Fitri kembali dapat berkumpul dengan keluarganya di Jepang, setelah memperoleh kesempatan untuk melanjutkan S3 di Tokyo Metropolitan University, tempat suaminya kuliah.

Fitri memilih untuk lebih banyak membahas citra digital, khususnya tentang studi kemiripan citra dalam tesis S3-nya.

Dengan latar belakang kepakaran teknik elektro serta bakat seni yang sangat kental, Fitri pun mengembangkan riset yang masih berhubungan dengan minat-minat utamanya.

Risetnya berkaitan dengan minatnya membaca: yaitu riset tentang binerisasi atau optical character recognition untuk naskah digital Jawi kuno yang ada di Aceh.

Selain itu, ia juga melakukan riset yang berkaitan dengan minatnya pada citra secara umum dan desain busana: yaitu mengembangkan sistem temu kembali citra busana berdasarkan warna, bentuk dan sketsa.

Berbekal kepakarannya, Fitri telah memublikasikan puluhan hasil karya ilmiah penelitian dalam bentuk jurnal, prosiding conferens, buku, bahkan dalam bentuk paten.

Menurut Rektor Unsyiah, nama Fitri Arnia termasuk yang selalu muncul sebagai pemenang hibah penelitian serta hibah pengabdian kepada masyarakat setiap tahun.

Fitri Arnia adalah sosok representatif untuk menggambarkan bahwa apa pun minat seseorang, dapat saja dikolaborasikan dengan bidang yang digelutinya kemudian.

Syaratnya dijalani dengan sungguh-sungguh, istikamah, penuh tanggung jawab, dan penuh kesabaran.

Akhirnya, selamat untuk pasutri yang dikukuhkan sebagai profesor di Unsyiah Rabu pagi. 

Hal yang belum pernah terjadi sebelumnya hingga Kampus Jantong Ate Rakyat Aceh ini berumur 58 tahun. (*)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved