Kupi Beungoh

Taeun Corona dan 7 Local Wisdom di Aceh, Mulai dari Sira, Ie Lam Guci, Toet Leumang, Hingga On Ranup

Penelitian demi penelitian untuk menemukan vaksin terus dilakukan, tapi belum juga berbuah hasil yang tepat.

Editor: Zaenal
SERAMBINEWS.COM/Handover
Budayawan Aceh Ayah Panton atau Syamsuddin Jalil (kiri) dan Hasan Basri M. Nur (kanan). 

Semoga kita tidak cepat menuding saudara-saudara seiman dengan kata-kata bid’ah dan sesat sebelum mampu memahami pesan utama yang hendak diajarkan indatu.

Pesan yang hendak disampaikan indatu terkait pemakaian inai itu adalah selalu “jaga jarak” (physical distancing) ketika wabah melanda negeri.

Kalau bukan pesan “jaga jarak” yang hendak dititipkan tentu saja indatu orang Aceh akan memakai inai di setiap ujung jari.

Menangkap isyarat jaga jarak ini pernah diposting oleh Sayuti M. Nur di akun Facebooknya beberapa waktu lalu.

Oleh sebab itu, jagalah jarak selama wabah masih melanda.

Jangan berkumpul atau nongkrong berjamaah di warung kopi, jangan adakan pesta untuk sementara waktu, jangan berdesak-desakan di pasar, bus, pesawat dan sebagainya.

Tak ada guna memakai inai di jari tangan kalau jaga jarak dalam aksi nyata tidak mau diwujudkan.

Kesimpulannya, inai di jari tangan itu hanyalah sekedar simbol dalam mengingatkan publik agar selalu jara jarak.

Di Aceh, Dewi Sandra Pertama Kalinya Makan Sirih

4. Pajoh Ranup (Makan Sirih)

Tradisi lainnya adalah makan sirih (pajoh ranub).

Hampir semua orang Aceh zaman dahulu adalah pengunyah sirih.

Mereka mengunyahnya bersama pinang dan kapur sehingga mengeluarkan air kemerahan laksana darah.

Di pekarangan rumah orang Aceh masa lampau pasti terdapat tanaman sirih.

Mereka selalu mengonsumsi daun sirih segar setiap harinya.

Di ruang tamu biasanya tersedia daun sirih agar dapat dicicipi oleh tamu yang berkunjung sehingga terbebas dari virus saat melakukan obrolan.

Daun sirih diakui oleh pakar kesehatan sebagai antiseptik dan antimicroba yang mampu membunuh virus sars-cov-2, penyebab penyakit covid-19 (tempo.co, 21/3/2020).

Tradisi Peziarah Sumbar, Masak Lemang dalam Kompleks Makam Syekh Abdurrauf As-Singkili

FOTO-FOTO : Lemang Bambu Lambaro Skep, Banda Aceh

5. Toet Leumang (Bakar Lemang)

Kebiasaan lainnya yang dilakukan orang zaman dahulu ketika wabah penyakit melanda negeri adalah membakar lemang dan kemudian membagi-bagikannya ke tetangga.

Secara kasat mata, tradisi ini tak terlihat memiliki hubungan dengan pencegahan virus penyakit.

Namun, ada baiknya kita melihat dua pesan yang ada di balik tradisi bakar lemang pada masa lampau.

Pertama, membakar lemang dari beras ketan mengisyaratkan orang tersebut sudah tidak lagi memiliki stok beras sebagai pangan utama di rumahnya.

Orang Aceh selalu memiliki dua jenis beras di rumahnya; beras nasi dan beras ketan.

Ketika beras ketan sudah dipakai dalam kondisi darurat, ini menandakan stok pangan dalam keluarga tersebut sudah menipis.

Pesannya adalah orang-orang yang punya kemampuan harus segera mengulurkan bantuan sembako untuk warga miskin di lingkungannya.

Kedua, di balik aksi bakar lemang terkandung pesan untuk membiasakan berbagi (sedekah) walau dalam kondisi sulit sekalipun.

Lemang yang telah dibakar itu tidak dimakan sendiri oleh sebuah keluarga, melainkan dibagi-bagi kepada tetangga.

Pedagang menjual lemang bambu di Gampong Lambaro Skep, Banda Aceh.
Pedagang menjual lemang bambu di Gampong Lambaro Skep, Banda Aceh. (SERAMBINEWS.COM/BUDI FATRIA)

6. Isolasi yang Sakit

Kearifan lokal lainnya adalah mengisolasi yang sakit.

Tradisi ini biasa dilakukan ketika wabah “taeun” melanda ayam (manok keunong taeun).

Ayam yang memperlihatkan tanda-tanda terjangkit virus (seperti menggeleng-geleng kepala atau air liurnya meleleh) segera dikurung (isolasi) dalam sangkar sehingga terpisah dari ayam lain.

Setelah itu, petugas kesehatan binatang (mantri) diundang untuk memberi vaksin kepada “manok keunong taeun” dan juga kepada ayam yang belum terjangkit virus sebagai upaya pencegahan.

Karena itulah di Aceh terkenal istilah “meuntri manok”.

Perang di Yaman Tak Hanya Membunuh Puluhan Ribu Jiwa, Wabah Kolera Juga Serang Hampir 1 Juta Orang

7. Berdoa

Tradisi dan kepercayaan lainnya dalam menangkal wabah penyakit di Aceh adalah menggelar doa tolak bala (let taeun) dengan membaca “wa qul jaa-al haqqul wa zahaqal baathil. Innal baathila kaana zahuuqa”, anjuran membaca Alquran terutama surah al-Kahfi, Surah Yaasin, dan lain-lain.

Berdoa adalah upaya penyerahan diri kepada Sang Pencipta.

Orang Aceh percaya bahwa manusia memiliki keterbatasan sehingga terkadang tidak mampu mengendalikan wabah walau sudah berusaha dengan maksimal.

Cegah Covid-19 dengan Social Distancing, Polisi Bubarkan Aksi Tolak Bala di Sultan Daulat

UPDATE Taushiyah MPU, Kegiatan Ibadah Harus Ikuti Prosedur Kesehatan, Bagaimana Doa Tolak Bala?

Dalam kondisi sangat sulit manusia pasti membutuhkan perlindungan dari kekuatan gaib yang mempunyai kekuasaan tanpa batas.

Berdoa dan penyerahan diri kepada Sang Pencipta mampu menciptakan ketenangan dan ketenteraman jiwa sehingga lahirlah kebahagiaan hidup.

Pakar kesehatan dan psikologi berkesimpulan adanya korelasi antara kebahagiaan dengan imunitas tubuh.

Makanya anjuran “bek stress”, “bek that meupikiran” adalah kata pertama yang disampaikan pada saat konsultasi kesehatan pada dokter dan psikolog.

Sebaliknya, orang-orang yang tidak percaya adanya Tuhan (atheis) kehidupan mereka akan galau ketika dilanda musibah karena tidak memiliki tempat mengadu dan berkeluh kesah.

Orang-orang semacam ini kerap melakukan tindakan bunuh diri ketika stress berat karena tidak mampu menyelesaikan masalah.

Dalam rangka mencegah Virus Corona (Covid-19) yang sedang mewabah, ratusan warga Gampong Teupin Kupula, Kecamatan Jeunieb, Kabupaten Bireuen, keliling gampong bawa obor (suwa) serta membaca doa tolak bala dan azan, Rabu (18/3/2020) malam.
Dalam rangka mencegah Virus Corona (Covid-19) yang sedang mewabah, ratusan warga Gampong Teupin Kupula, Kecamatan Jeunieb, Kabupaten Bireuen, keliling gampong bawa obor (suwa) serta membaca doa tolak bala dan azan, Rabu (18/3/2020) malam. (Foto kiriman Alfadhal Jeunieb.)

Itulah 7 (tujuh) local wisdom di Aceh dalam menghadapi wabah penyakit.

Di luar ini tentu saja masih terdapat kearifan yang lain, seperti mengonsumsi makanan herbal yang dicatat oleh HC Hurgronje dalam buku The Atjehnese seperti dikisahkan ulang oleh Zahrul Fadhi Johan rubrik Kupi Beungoh serambinews.com edisi 23 Maret 2020. Wallahu’alam.*

Banda Aceh, 9 April 2020

*) Ayah Panton atau Syamsuddin Jalil (Budayawan Aceh, tinggal di Pasar Panton Labu Aceh Utara, WA: 08126964929)

*) Hasan Basri M. Nur (Mahasiswa University Utara Malaysia, tinggal di Changloon, Kubang Pasu, Negeri Kedah, email: hasanbasrimnur@gmail.com)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved