Hukum Cambuk
Ini Perbedaan Hukuman Cambuk di Aceh dan Arab Saudi Menurut Wakil Ketua MPU Aceh
Hukuman cambuk di Aceh, jauh berbeda dengan hukuman cambuk yang selama ini diberlakukan di Arab Saudi.
Penulis: Subur Dani | Editor: Jamaluddin
“Di Saudi, kalau orang berzina misalnya, itu dicambuk cukup banyak sesuai dengan aturan di sana, bahkan mungkin sampai mati, kita kan tidak," ungkap pria yang akrab disapa Lem Faisal, ini.
Laporan Subur Dani I Banda Aceh
SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Kebijakan Kerajaan Arab Saudi yang menghapus cambuk sebagai hukum merupakan hal yang wajar dan sah-sah saja dilakukan.
Namun, untuk konteks Aceh rasanya aturan tersebut tidak begitu mendapat pertentangan dari banyak kalangan.
Kalau pun ada, bisa dijelaskan dengan cukup detail bahwa cambuk di Aceh hanya proses pembelajaran seseorang yang sudah berbuat salah.
• Ini Kronologi Kecelakaan Satu Keluarga di Lembah Seulawah
• Cambuk Diganti Denda atau Penjara, Ini Tanggapan Warga Saudi
Demikian antara lain disampaikan Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh, Tgk H Faisal Ali, ketika dimintai tanggapannya oleh Serambinews.com, Minggu (26/4/2020), terkait penghapusan hukum cambuk di Arab Saudi.
“Bahkan, kalau kita lihat selama ini di Aceh jika ada warga nonmuslim yang berbuat jarimah, mereka lebih memilih hukuman cambuk ketimbang pidana.
Ini salah satu bukti bahwa hukuman cambuk di Aceh tidak ada pertentangan,” ungkap Tgk Faisal Ali.
• Menyedihkan, Bayi 1,5 Tahun Anak Tukang Bakso Positif Corona dan Dirawat Sendirian di Rumah Sakit
• Baitul Mal Pidie belum Salur Infak dan Zakat PNS Rp 5,6 Miliar, Ini Alasannya Hingga Reaksi MPU
Seperti diketahui, Kerajaan Arab Saudi melalui Mahkamah Agung setempat akhirnya menghapus hukuman cambuk dari sistem pengadilan mereka.
Selama ini, cambuk digunakan sebagai hukuman bagi pelaku berbagai jenis kejahatan di negara itu.
Informasi tersebut diketahui berdasarkan dokumen dari Pengadilan Tinggi Arab Saudi yang dilihat english.alarabiya.net dan Reuters, pada Jumat (24/4/2020) waktu setempat.
Seperti dikutip Serambinews.com dari english.alarabiya.net, Sabtu (25/4/2020), sebagai pengganti dari hukuman cambuk, Komisi Umum untuk Mahkamah Agung Arab Saudi mengeluarkan arahan yang mewajibkan pengadilan membatasi hukuman mereka pada pidana penjara, denda, atau gabungan keduanya.
Menurut Tgk Faisal Ali, kebijakan Kerajaan Arab Saudi tersebut harus dipahami dengan bijak dan tak perlu dikait-kaitkan dengan peraturan hukuman cambuk di Aceh yang dilaksanakan sesuai dengan Qanun Syariat Islam.
Hukuman cambuk di Aceh, sambungnya, jauh berbeda dengan hukuman cambuk yang selama ini diberlakukan di Arab Saudi.
"Kultur kita berbeda.
Ketika kultur berbeda, maka cambuk di Arab Saudi dengan kita juga berbeda.
• Pemko Banda Aceh Lakukan Rapid Test di 11 Puskesmas, Dua Warga Positif Covid-19
• Begini Tata Cara Shalat Tarawih Beserta Keutamaannya, Bisa Dilakukan Sendiri atau Berjamaah
Di Saudi, kalau orang berzina misalnya, itu dicambuk cukup banyak sesuai dengan aturan di sana, bahkan mungkin sampai mati, kita kan tidak," ungkap pria yang akrab disapa Lem Faisal, ini.
Hukuman cambuk yang berlaku di Arab Saudi, sebut Lem Faisal, acuannya kepada had, yakni segala ketentuan, batasan, bahkan mekanisme penerapan hukumannya telah dibicarakan dalam nash, ada dalam Alquran dan Hadits.
• VIDEO - Es Pink, Jajanan Primadona Warga Kota Lhokseumawe Untuk Berbuka Puasa
• Hati-hati Melewati Jalan Tutut-Geumpang, Ada Bahaya Mengintai di Kecamatan Sungai Mas
“Makanya cambuk di sana keras sekali, jumlahnya banyak, bahkan ada yang sampai meninggal,” imbuhnya.
Mungkin, kata Tgk Faisal Ali, peraturan tersebut selama ini mendapat protes kuat dari sejumlah pihak yang tidak setuju dengan aturan cambuk di sana (Arab Saudi-red), dengan satu alasan yaitu kemanusiaan.
Sementara cambuk di Aceh, tambah Lem Faisal, acuannya adalah ta’zir, yakni ketentuan yang ditetapkan oleh sebuah negara, namun tetap berpedoman pada aturan hukum sebenarnya.
• Intip! Kebahagiaan Zaskia Gotik Setelah Dinikahi Sirajuddin Mahmud
• Wanita Korban Corona di Ekuador Tiba-tiba Bangun setelah Dinyatakan Meninggal Terinfeksi Covid-19
“Kita di sini, jumlah cambuknya saja tidak sama seperti di Arab Saudi, sedikit jumlahnya.
Begitu juga dengan algojonya, tidak seperti algojo di sana.
Di sana sampai sobek, tapi kalau di sini tangan algojo lurus begitu saja. Ini namanya ta’zir, artinya negara diberi ruang untuk menentukan itu,” kata Lem Faisal.
• VIDEO - Zidane Buat Gol Ajaib di Final Liga Champions 2002, Mengantarkan Real Madrid jadi Juara
• Es Pink, Minuman Idola Jelang Berbuka di Lhokseumawe, Habis Hingga 25 Drum, Omzet Capai Rp 10 Juta
Karenanya, menurut Tgk Faisal, tidak sepatutnya hukuman cambuk di Aceh dikait-kaitkan dengan hukuman cambuk di Arab Saudi yang sudah dihapus.
“Kalau kita di sini misalnya ikhtilat, itu bentuknya ta’zir. Itu memang keputusan pemerintah, beda kalau di sana. Kalau mencuri, sampai potong tangan,” timpalnya.
• Syair Lampung Karam, Sebuah Kesaksian Dahsyatnya Letusan Krakatau
• Kelanjutan Liga 1 2020, PSSI tak Ingin Ikut Negara Lain yang Menggelar Pertandingan tanpa Penonton
Lebih lanjut Tgk Faisal mengatakan, hukuman cambuk di Aceh adalah ijtihad ulama bersama umara.
Tujuannya, untuk memberi rasa jera kepada masyarakat agar tidak mengulangi perbuatan atau jarimah yang sama.(*)
